Hambatan dalam Upaya Internalisasi melalui Strategi Pengembangan

128 lingkungan sekolah yang dilakukan yaitu dengan memajang tulisan tentang ajakan mematuhi perintah agama.” 21 Januari 2017 Dengan demikian dapat diambil kesimpulan berdasakan hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi bentuk pengkondisian lingkungan yang ada dibagi menjadi dua yaitu bentuk pengkondisian di dalam kelas dan di luar kelas. Adapun bentuk pengkondisian lingkungan di dalam kelas yaitu guru memberikan keteladanan sikap dan perilaku yang baik sehingga semua siswa di kelas dapat terkondisikan untuk mencontoh sikap dan perilaku guru. Selain itu, bentuk pengkondisian lingkungan di dalam kelas dengan cara membiasakan siswa untuk mengingatkan temannya jika melakukan kesalahan dan menyediakan pojok perpustakaan di dalam kelas yang diisi dengan buku-buku keagamaan. Sedangkan bentuk pengkondisian lingkungan di luar kelas yaitu dengan menyediakan tempat ibadah yang nyaman yaitu mushola yang setiap hari dalam keadaan bersih, menyediakan alat ibadah yang layak, memasang tulisan dinding yang berisi ajakan mematuhi perintah agama, memajang tulisan tentang tata cara beribadah, serta menyediakan satu buah papan pengumuman untuk menuliskan informasi kepada siswa atau wali murid termasuk jika akan memperingati hari besar keagamaan.

c. Hambatan dalam Upaya Internalisasi melalui Strategi Pengembangan

Diri Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan Pak Adt pada tanggal 9 Januari 2017 dan Bu End pada tanggal 10 Januari 2017, menyatakan bahwa hambatan internalisasi karakter religius melalui program pengembangan diri adalah kurangnya dukungan dari orang tua dalam menginternalisasikan karkater 129 religius pada siswa. Jadi ketika di sekolah guru telah mengajarkan sikap dan perilaku yang baik sesuai dengan agama, sebaliknya di rumah orang tua tidak memberikan dukungan atau contoh sikap dan perilaku yang baik sesuai dengan ajaran agama. Bu Mu selaku wali kelas III A, mengungkapkan bahwa hambatan dalam internalisasi karakter religius melalui pengembangan diri yang beliau temukan adalah belum terbiasanya anak, sehingga terkadang masih ditemukan siswa yang lupa ketika masuk kelas masih dengan kaki kiri. Berikut ini pendapat Bu Mu: “Belum terbiasa, jadi anak-anak itu. Sekali lagi mbak, ini kan kebiasaan di rumah mbak. Jadi masih ada satu dua anak yang lupa. Kalau masuk kaki kanan dengan bismillah, insyallah itu sedikit sekali anak yang lupa. Bahkan dalam seminggu itu paling satu dua kali. Itu anaknya satu ada dua aja, mungkin itu karena kan ada saya. Terus temen-temen anak itu sudah ngawasi kaki temennya. Jadi otomatis anak-anak itu kan terawasi. Jadi kan mesti ini kan lebih tertib, yang ini makan dan minum yang kadang sering lupa itu sih.” 21 Januari 2017 Berbeda dengan yang disampaikan oleh Bapak Adt, Ibu End, dan Bu Mu. Berdasarkan hasil wawancara dengan Bu Pri, beliau mengungkapakan bahwa hambatan yang ditemukan dalam kegiatan pengembangan diri adalah kurangnya kesadaran akan kewajiban siswa dalam melaksanakan perintah agama sebab siswa masih tergolong kelas kecil yaitu kelas III. Berikut ini pendapat yang diungkapkan oleh Bu Pri tersebut, “Ya yang namanya anak-anak hambatannya ya kadang-kadang masih ingin bermain, masih ingin bergurau gitu. Jadi untuk ke tingkat serius memang tidak seperti yang kelas besar kalau saya. Karena kan saya kelas kecil, kalau kelas besar mungkin sudah ada pemahaman atau kesadaran kewajiban. Tapi kalau anak kecil itu mutenya beda. Kadang, suatu saat ada anteng sudah selesai mengikuti sesuai aturan kedisiplinan tapi suatu saat ya mungkin lagi ada sesuatu dia bikin ulah, kayak gitu.” 10 Januari 2017 130 Sedangkan berdasarkan hasil observasi faktor penghambat dalam pengembangan diri yaitu tingkat kesadaran siswa dalam bersikap dan bertindak yang sesuai dengan ajaran agama yang masih rendah. Hal ini dapat dilihat masih ditemukan beberapa siswa yang masih mengucapkan kata-kata kotor, tidak mendengarkan ketika sedang diberi nasehat oleh guru, makan sambil berdiri dan dengan tangan kiri, dan ketika melaksanakan sholat berjamaah masih ramai sendiri. Hal tersebut didukung oleh hasil observasi pada tanggal 16 Januari 2017 yaitu, Ram ketika di nasehati oleh Bu Mu masih belum patuh, justru tertawa sendiri dan masih mengulangi perbuatannya yang salah. Ketika waktu sholat dhuha masih banyak siswa yang belum khusyuk. Dan ketika sholat zuhur kondisi mushola terdengar sangat riuh karena siswa yang menunggu antrian sholat asik berbicara dengan temannya di luar. Selain itu, hasil observasi pada tanggal 19 Januari 2017, terdapat beberapa siswa yang masih mengucapkan kata-kata kotor walapun sudah diingatkan berulang kali oleh Bu Mu. Terlihat siswa belum dapat meletakkan mukena yang selesai digunakannya dengan rapi di almari dalam mushola. Dan hasil observasi pada tanggal 26 Januari 2017 saat istirahat berlangsung masih banyak ditemukan siswa yang makan sambil berdiri dan menggunakan tangan kiri. Berdasakan hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa faktor penghambat dalam kegiatan pengembangan diri adalah kurangnya kesadaran dalam diri siswa sendiri untuk menerapkan karakter religius dalam kehidupan sehari-hari dan kurangnya dukungan orang tua serta pengaruh lingkungan sekitar siswa yang kurang baik. 131

d. Upaya, Sikap, dan Perilaku Siswa melalui Strategi Pengintegrasian dalam