Hambatan internalisasi Karakter Religius melalui Budaya Sekolah

215 seseorang yang berupa sikap, ucapan dan perilaku atau tindakan. Kegiatan BTA dan ikut serta perlombaan sebatas mengajarkan pengetahuan tentang agama pada anak. Pada tahap ini siswa baru mencapai tahap moral knowing dalam tahap internalisasi karakter religius pada siswa sebagaiman ayang diungkapkan oleh Thomas Lickona 2013: 85-100 bahwa ada tiga tahap dalam internalisasi karkater yaitu moral knowing¸ moral feeling, dan moral action. Tahap moral knowing ini sesuai dengan tahap ngerti yang disampaikan oleh K.H. Dewantara Dwi Siswoyo: 124 bahwa dalam internalisasi karakter religius melalui tiga tahap yaitu ngerti mengetahui, ngrasa memahami, dan nglakoni melakukan. Unsur religius memahamkan pengetahuan agama siswa dapat dilihat dengan sekolah mengadakan kegiatan ekstrakulikuler BTA bagi siswa kelas I, II, dan III. Melalui esktrakulikuler BTA ini siswa bekali pengetahuan tentang tata cara membaca Al-Quran yang baik dan benar. Sehingga siswa baru mencapai pada tahap moral knowing, yaitu siswa baru memahami cara membaca Al-Quran yang benar. Selain itu, melalui kegiatan MTQ ini siswa juga mengetahui tentang pengetahuan-pengetahuan agama yang lebih banyak lagi seperti melalui lomba CCA, qiroah, hafalan, dan lainnya.

i. Hambatan internalisasi Karakter Religius melalui Budaya Sekolah

Berdasarkan hasil penelitian hambatan yang ditemukan guru dalam internalisasi karaktere religius melalui budaya sekolah yaitu waktu yang kurang dalam melaksanakan kegiatan keagamaan di sekolah karena status sekolah yang negeri membuat porsi untuk kegiatan keagamaannya terbatas. Selain itu pengaruh 216 lingkungan anak dan dukungan orang tua di rumah yang kurang. Jika dari segi siswa adalah kesadaraan siswa sendiri yang rendah. Ketersedian dana untuk mengikuti perlombaan. Ketika mencari peserta untuk lomba seni baca Al-Quran guru kesulitan menemukannya. Terutama untuk siswa laki-laki yang memiliki bakat seni baca Al-Quran yang bagus. Hambatan yang pertama yaitu waktu pelaksanaan kegiatan religius yang kurang karena status sekolah negeri. Di sekolah negeri kegiatan keagamaan memang sangat terbatas sehingga harus menuntut kreativitas guru untuk dapat menyisipkan kegiatan-kegiatan keagamaan pada waktu pembelajaran. Menurut Kemendiknas 2010: 16 terkait dengan pendidikan karakter, setiap satuan pendidikan dapat mengefektifkan alokasi waktu yang tersedia dalam rangka menerapkan penanaman nilai-nilai budaya dengan menggunkan metode pembelajaran aktif. Sehingga guru dapat menyisipkan kegiatan yang berkaitan dengan karakter religius ke dalam kegiatan sebelum awal pembelajaran, selama proses pembelajaran, pemberian tugas individu maupun kelompok. Hambatan yang kedua yaitu pengaruh lingkungan anak dan dukungan orang tua di rumah yang kurang. Orang tua dan rumah sebagai pusat pendidikan karakter yang pertama dan utama bagi anak sudah semestinya mampu menunjukkan teladan yang baik dalam bersikap sesuai dengan karakter religius. Jika orang tua dan lingkungan sekitar siswa tidak mampu menunjukkan sikap dan perilaku yang sesuai dengan karakter religius maka sudah pasti internalisasi karakter tersebut akan gagal. Hal ini didukung oleh pendapat yang disampaikan Melly Latifah Agus Wibowo, 2012: 106 bahwa keberhasilan pendidikan karakter dalam 217 keluarga, akan memuluskan pendidikan karakter dalam lingkup-lingkup selanjutnya. Sebaliknya, kegagalan pendidikan karkater dalam keluarga, akan menyulitkan institusi-institusi lain di luar keluarga termasuk sekolah, untuk memperbaiki kegagalan itu. Hambatan yang ketiga yaitu kesadaraan siswa yang rendah dalam menerapkan karakter religius dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini ditunjukkan dengan masih ditemukannya beberapa siswa yang makan sambil berdiri dan dengan tangan kiri, berbicara kotor, dan berbohong pada guru. Padahal dengan timbulnya kesadaraan dalam diri siswa akan membantu internalisasi karkater religius berjalan dengan baik. Sebab ketika kesadaraan siswa rendah, maka siswa telah gagal dalam mencapai tahap moral feeling sebagai mana yang disampaikan oleh Thomas Lickona 2013: 85-100 pada tahap internalisasi nilai. Dengan demikian ada beberapa aspek dalam moral feeling yang hilang diantaranya 1 conscience hati nurani yang memiliki empat sisi yaitu sisi kognitif untuk mengetahui apa yang benar dan sisi emosional yaitu merasa berkewajiban untuk melakukan apa yang benar, 2 self esteem harga diri, sebab peserta didik yang memiliki harga diri yang positif terhadap dirinya sendiri akan lebih mungkin untuk memperlakukan orang lain dengan cara yang positif, dan 3 self control pengendalian diri akan membantu peserta didik untuk berperilaku sesuai dengan etika yang berlaku. Kendali diri juga diperlukan untuk menahan diri agar tidak memanjakan terhadap diri sendiri. Hambatan yang terakhir adalah ketersedian dana untuk mengikuti perlombaan serta sulitnya mencari peserta untuk lomba seni baca Al-Quran 218 terutama untuk siswa laki-laki. Anggaran dana yang diberikan kepada sekolah untuk biaya lomba keagamaan memang terbatas sehingga perlu adanya upaya dari sekolah sendiri supaya dapat ikut berpartispasi dalam kegiatan lomba keagamaan. Kesulitan dalam mencari peserta lomba seni baca Al-Quran khususnya untuk siswa laki-laki dirasakan guru karena siswa yang memiliki bakat dalam seni baca Al-Quran sulit ditemukan. Dan jika dilatihpun akan sulit, sebab guru berpendapat bahwa seni itu merupakan bakat yang dibawa sejak anak lahir.

C. Keterbatasan Penelitian

Dalam penelitian yang berjudul “Internalisasi Karakter Religius di SD Negeri Demakijo 1” ini masih terdapat kekurangan karena keterbatasan peneliti. Kekurangan tersebut yakni peneliti tidak mengajak teman sejawat dalam melaksanakan penelitian sehingga peneliti tidak bisa mengamati internalisasi karakter religius di SD Negeri Demakijo 1 secara keseluruhan. Selain itu, kepala sekolah yang tadinya akan dijadikan narasumber tidak bisa diwawancarai karena ternyata sudah purna tugas. Sehingga peneliti memutuskan wakil pelaksana kepala sekolah yang dijadikan narasumber untuk wawancara. Oleh karena itu, peneliti masih terbatas untuk menyimpulkan lebih luas mengenai internalisasi karakter religius di SD Negeri Demakijo 1.