39 Sehingga karakter religius dapat guru masukkan ke dalam budaya sekolah melalui
strategi: a
membiasakan mengucapkan salam ketiga bersalaman dengan guru, b
membiasakan siswa berdoa sesuai dengan agamanya masing-masing beserta artinya,
c mengadakan kegiatan keagamaan di dalam maupun luar kelas,
d mengikutkan peserta didik lomba yang berkaitan dengan keagamaan di luar
sekolah, dan e
memperingati hari besar agama lain.
C. Tahap Internalisasi Karakter Religius
Internalisasi karakter religius tidak dapat terjadi secara instan, akan tetapi membutuhkan beberapa tahapan yang harus dilewati. Sebagaimana pada tahap
internalisasi nilai dalam internalisasi karakter yang merupakan proses penanaman nilai-nilai karakter religius membutuhkan tahapan yang sistematis. Muhaimin
1996: 153 menjelaskan bahwa dalam proses internalisasi yang dikaitkan dengan pembinaan peserta didik atau anak asuh ada tiga tahap yang mewakili proses atau
tahap terjadinya internalisasi, sebagai berikut. a.
Tahap transformasi nilai Pada tahap ini merupakan suatu proses yang dilakukan oleh guru dengan
cara memberikan informasi kepada peserta didik tentang nilai-nilai yang baik dan kurang baik. Pada tahap ini hanya terjadi komunikasi verbal antara guru dan
peserta didik. Sehingga peserta didik akan mengetahui perilaku dan sikap yang baik serta tidak baik.
40 b.
Tahap transaksi nilai Pada tahap ini terjadi komunikasi dua arah antara guru dan peserta didik,
atau dengan kata lain terjadi interaksi yang bersifat timbal balik. Apa yang diberikan guru terhadap peserta didik akan ditanggapi oleh peserta didik, begitu
pula sebaliknya. c.
Tahap transinternalisasi Pada tahap yang terakhir adalah tahap transinternalisasi, tahap ini jauh lebih
mendalam jika dibandingkan dengan tahap transaksi nilai. Pada tahap ini bukan hanya dilakukan dengan komunikasi secara verbal, akan tetapi juga melibatkan
sikap mental dan kepribadian. Sehingga, pada tahap ini komunikasi kepribadian yang berperan secara aktif.
Proses internalisasi karakter mulia, menurut Lickona Agus Wibowo, 2013:12 melalui tiga tahapan penting, yaitu: 1 anak didik memiliki pengetahuan
tentang kebaikan moral knowing, 2 timbul komitmen niat anak didik terhadap kebaikan moral feeling, dan 3 anak didik akhirnya benar-benar melakukan
kebaikan moral behavior. Menurut Thomas Lickona tahapan yang paling tinggi menurut Lickona adalah tahap moral action atau tindakan moral. Dalam buku
Thomas Lickona 2013: 85-100 yang berjudul educating for character yang telah diterjemahkan oleh Juma Abdu Wamaungo akan dijelaskan masing-masing ketiga
tahapan tersebut, sebagi berikut. a.
Moral Knowing Pengetahuan Moral Pengetahuan moral mencakup bagaimana peserta didik mengetahui sikap
dan perilaku yang baik. Moral knowing sebagai komponen yang pertama memiliki enam unsur yaitu:
41 1
moral awareness kesadaran moral, menggunakan kecerdasan yang dimiliki untuk menilai suatu keadaan suatu keadaan agar sesuai dengan nilai moral
yang berlaku. Kesadaran moral ini meliputi dua komponen yaitu menggunakan pemikiran untuk melihat suatu situasi yang memerlukan
penilaian moral dan memahami informasi dari permasalahan yang bersangkutan,
2 knowing moral values pengetahuan tentang nilai-nilai moral, mengetahui
berbagai nilai moral seperti menghargai kehidupan dan kemerdekaan, kejujuran, keadilan, toleransi, penghormatan, kebaikan, dan belas kasihan
dalam segala situasi. Mengetahui suatu nilai juga berarti dapat memahami bagiamana cara menerapakan nilai tersebut dalam situasi yang sesuai,
3 perspective taking penentuan sudut pandang, kemampuan untuk mengambil
sudut pandang dari orang lain, melihat situasi sebagaimana adanya, membayangkan bagaimana orang lain berpikir, bereaksi, dan merasakan
masalah yang ada, 4
moral reasoning logika moral. Moral reasoning berarti memahami tentang apa artinya bermoral dan mengapa kita harus bermoral,
5 decision making keberanian dalam mengambil keputusan dan tindakan dalam
menghadapi suatu masalah, dan 6
self knowledge pengenalan diri, kemampuan untuk dapat mengetahui dan mengevaluasi perilaku sendiri. Pengenalan diri ini merupakan jenis
pengetahuan moral yang paling sulit untuk diperoleh, akan tetapi sangat penting untuk mengembangkan karakter.
42 b.
Moral feeling Perasaan Tentang Moral Moral feeling berkaitan dengan emosi seseorang dalam merasakan apa yang
terjadi di sekitar lingkungannya. Moral feeling ini yang akan menuntun seseorang untuk melakukan tindakan moral. Sehingga moral feeling ini merupakan
peruwujudan sikap seseorang dalam merespon terhadap obyek yang ada disekitarnya dalam wujud perasaan senang dan tidak senang. Moral feeling
memiliki enam unsur diantaranya: 1
conscience hati nurani. Hati nurani memiliki empat sisi yaitu sisi kognitif untuk mengetahui apa yang benar dan sisi emosional yaitu merasa
berkewajiban untuk melakukan apa yang benar. Unsur ini akan mengajarkan peserta didik untuk bertindak sesuai dengan apa yang benar, bukan
mengetahui apa yang benar akan tetapi tidak melakukan kewajiban untuk melaksanakan yang benar tersebut,
2 self esteem harga diri. Peserta didik harus memiliki ukuran yang benar
tentang harga diri mereka, agar bisa menilai diri sendiri. Sebab, peserta didik yang memiliki harga diri yang positif terhadap dirinya sendiri akan lebih
mungkin untuk memperlakukan orang lain dengan cara yang positif, 3
empaty empati, merupakan kemampuan untuk mengenali dan memahami keadaan orang lain. empati memampukan diri untuk keluar dari dirinya sendiri
dan masuk ke dalam diri orang lain, 4
loving the good mencintai kebaikan. Peserta didik tidak hanya diajarkan untuk mengetahui dan membedakan mana yang baik dan yang buruk. Akan
43 tetapi juga, diajarakan untuk mencintai kebaikan sehingga mereka benar-benar
terkait dengan segala hal yang baik, 5
self control pengendalian diri akan membantu peserta didik untuk berperilaku sesuai dengan etika yang berlaku. Kendali diri juga diperlukan untuk menahan
diri agar tidak memanjakan terhadap diri sendiri, dan 6
humanity kerendahan hati ini membuat seseorang untuk tidak sombong dan menjadi terbuka terhadap keterbatasan diri dan mau mengoreksi kesalahan
yang telah dilakukan. c.
Moral action tindakan moral Moral action merupakan wujud nyata dari moral knowing dan moral
feeling. Moral action ini merupakan wujud dari perilaku yang dibuktikan dengan tindakan nyata yang dapat diamati secara langsung. Tindakan moral memiliki tiga
aspek yang digunakan untuk memahami apa yang menggerakkan seseorang untuk melakukan tindakan moral atau mencegah seseorang untuk tidak melakukannya.
Ketiga aspek tersebut yaitu: 1
competence kompetensi, kompetensi moral memiliki kemampuan untuk mengubah penilaian dan perasaan moral ke dalam tindakan moral yang efektif.
Kompetensi ini merupakan kemampuan yang harus dimilik peserta didik dalam memecahkan suatu permasalahan,
2 desire keinginan, untuk mewujudkan suatu tindakan moral yang baik, maka
diperlukan keinginan yang baik pula. Keinginan ini akan membuat suatu pergerakan energi moral untuk melakukan apa yang kita pikir kita harus
lakukan, dan
44 3
habit kebiasaan, yaitu membiasakan hal-hal yang baik dan menerapkannyan dalam bersikap dan berperilaku sehari-hari.
Tokoh pendidikan Indonesia yang merupakan pendiri Taman Siswa yaitu K.H Dewantara Dwi Siswoyo, 2012: 124 mencetuskan konsep “Tringa” yang
terdiri dari ngerti mengerti, ngrasa memahami, dan nglakoni melakukan. Ketiga konsep ini merupakan tujuan dari belajar yaitu untuk meningkatkan
pengetahuan anak didik tentang apa yang dipelajarinya, mengasah rasa untuk meningkatkan pemahaman tentang apa yang diketahuinya, serta meningkatakan
kemampuan untuk melaksanakan apa yang dipelajarinya Dyah Kumalasari, 2010: 55. Konsep Tringa tersebut adalah suatu tahapan-tahapan belajar yang harus
dilewati satu per satu. Dalam hal ini, proses internalisasi karakter religius dapat dilakukan dari tahap ngerti atau memahamkan tentang pengetahuan religius,
kemudian ngrasa yaitu melatih peserta didik untuk merasakan apa yang telah dipahaminya tentang religius, dan yang terakhir ialah nglakoni. Nglakoni ini
merupakan tahapan yang paling akhir dan penting. Sebab, peserta didik diminta untuk mempraktikan tentang pengetahuan dan rasa religius mereka dalam
kehidupan sehari-hari di lingkungan yang lebih luas lagi. Berdasarkan pendapat ketiga ahli tersebut, baik pendapat Muhaimin,
Thomas Lickona, serta K.H. Dewantara menjelaskan satu konsep penting dalam tahapan internalisasi karakter pada peserta didik. Tahap-tahap tersebut dapat
digunakan untuk mengukur sejauh mana internalisasi karakter religius yang dihayati oleh peserta didik. Sehingga dapat diketahui upaya internalisasi yang
dilakukan guru sampai pada tataran memahamakan pengetahuan anak, atau sudah
45 membentuk sikap anak, dan yang lebih tinggi lagi sudah sampai memunculkan
perilaku anak religius pada anak. Dengan demikian guru dapat lebih mengembangkan kembali startegi yang digunakan, sehingga peserta didik
mencapai pada tahapan yang paling tinggi yaitu melakukan tindakan yang mencerminakan sikap dan perilaku religius dan kehidupan sehari-harinya.
D. Perkembangan Religius Anak Sekolah Dasar