Kegiatan Spontan Internalisasi Karakter Religius melalui Kegiatan Pengembangan Diri

181 contoh penggunaan metode pembelajaran aktif dalam rangka menerapkan penanaman nilai-nilai budaya sebagaimana yang diungkapkan oleh Kemendiknas 2011: 16. Pada kegiatan ini guru telah sampai pada unsur kelima yaitu aktualisasi dari doktrin agama yang dihayati oleh sesorang yang berupa sikap, ucapan dan perilaku atau tindakan untuk mengembangkan religius anak sebagaimana yang disampaikan oleh Stark dan Glock Mohamad Mustari, 2014: 3-4. Berdasarkan tahap internalisasi karakter religius pada kegiatan ini siswa mencapai tahap moral action sebagaimana yang diungkapkan oleh Thomas Lickona 2013, 85-100 bahwa moral action merupakan wujud nyata dari moral knowing dan moral feeling. Tahap moral action ini sesuai dengan tahap nglakoni dalam internalisasi karakter religius yang diungkapkan oleh K.H. Dewantara Dwi Siswoyo, 2012: 124. Melalui tahap nglakoni, dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk melaksanakan apa yang telah dipelajarinya dalam kehidupan sehari-hari. Melalui kegiatan ini sikap siswa yang terbentuk ialah siswa sadar bahwa memotong kuku setiap hari Jumat merupakan sunnah rasul serta untuk menjaga kebersiahan. Moral action atau perilaku siswa yang muncul yaitu siswa memotong kuku setiap hari Jumat.

b. Kegiatan Spontan

Berdasarkan hasil penelitian kegiatan spontan yang dilakukan guru yaitu memberikan nasehat dan teguran atau peringatan ketika menjumpai siswa yang melakukan kesalahan serta memberikan pujian ketika menemukan siswa yang berbuat kebaikan. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Kemendiknas 182 2010: 16 kegiatan spontan yaitu kegiatan yang dilakukan secara spontan pada saat itu juga. Kegiatan spontan dilakukan oleh guru supaya siswa yang melakukan kesalahan dapat mengubah perilakunya menjadi lebih baik. Sehingga siswa tahu bahwa perbuatan yang tidak baik tersebut tidak sesuai dengan moral yang berlaku. Ketika siswa melakukan kebaikan guru akan memberikan pujian, supaya siswa tahu bahwa perilaku baik tersebut merupakan hal yang benar dan perlu untuk dipertahankan dan dikembangkan. Berikut ini akan dibahas kegiatan spontan yang dilakukan guru dalam internalisasi karakter religius pada siswa. 1 Memperingatkan Peserta Didik yang Tidak Melaksanakan Ibadah Ibadah yang dimaksud dalam penelitian ini tidak hanya sebatas pada bentuk kegiatan seperti sholat, akan tetapi lebih luas lagi. Adapun yang dimaksud ibadah adalah segala sikap dan perilaku peserta didik yang senantiasa berlandasakan pada perintah agamanya. Seperti berkata jujur, berbuat baik pada orang lain, dan berkata yang sopan. Ketika menjumpai siswa yang melakukan tidak baik atau berkata tidak sopan dengan spontan guru akan memperingatkan siswa tersebut. Kemudian guru akan meminta siswa tersebut untuk mengucapkan istighfar. Ketika ada siswa yang sering sekali melakukan tindakan yang tidak baik di dalam kelas maupun di luar kelas guru akan memberikan bimbingan pada siswa tersebut setelah pulang sekolah. Seperti halnya, ketika penelitian berlangsung ditemukan satu siswa yang sering sekali melakukan perbuatan yang tidak baik dan berkata- kata kotor di kelas. Ketika pulang sekolah siswa tersebut diminta untuk duduk didekat meja guru dan diminta untuk menundukkan kepalanya sambil merenungi 183 kesalahannya dan mengucapkan istighfar. Setelah itu guru akan memberikan nasehat pada siswa tersebut supaya sikap dan perilakunya dapat kembali menjadi lebih baik. Adapun untuk jumlah istighfar belum ditetapkan jumlahnya, artinya belum ada patokan khusus seberapa banyak siswa mengucapkan istighfar untuk kesalahannya. Guru hanya berpatokan semakin sering siswa berbuat kesalahan, maka jumlah istighfar yang diucapkannya akan semakin banyak. Strategi ini sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Novan Ardy Wiyani 2013: 223 disebutkan bahwa bentuk kegiatan yang dapat dilakukan guru dan tenaga kependidikan dalam pembiasaan spontan adalah memperingatkan peserta didik yang tidak melaksanakan ibadah. Melalaui upaya ini siswa mencapai tahap internalisasi moral feeling sebagaimana yang diungkapkan oleh Thomas Lickona 2013: 85-100 bahwa moral feeling akan menuntun seseorang untuk melakukan tindakan moral. Tahap moral feeling sesuai dengan tahap ngrasa sebagaimana yang disampaikan oleh K.H. Dewantara Dwi Siswoyo, 2012: 12. Kegiatan spontan memperingatkan peserta didik yang tidak melaksanakan ibadah dilakukan dengan cara memberikan nasehat, peringatan, dan teguran. Guru tidak hanya memperingatkan peserta didik dalam hal melaksanakan ibadah berupa menyembah kepada Tuhannya, akan tetapi juga memperingatkan siswa dalam hal melakukan sikap dan perilaku yang baik dalam kehidupan sehari-hari. Moral feeling ditunjukkan dengan sikap siswa yang sedih dan tidak suka ketika ditegur oleh guru. Perilaku siswa yang muncul yaitu siswa segera melaksanakan ibadah, tidak mengucapkan kata-kata kotor. Dengan memberikan peringatan guru menyadarkan siswa untuk dapat mengetahui mana tindakan yang benar dan yang 184 tidak benar. Sehingga dalam diri siswa timbul pengendalian diri yang akan membantu siswa untuk berperilaku sesuai dengan etika dalam aturan agama 2 Memperingatkan Peserta Didik yang Tidak Mengucapkan Salam Kegiatan spontan memperingatkan peserta didik yang tidak mengucapkan salam dilakukan guru dengan memberinya nasehat dan meminta anak untuk mengulang sendiri jawaban salamnya. Strategi ini sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Novan Ardy Wiyani 2013: 223 disebutkan bahwa bentuk kegiatan yang dapat dilakukan guru dan tenaga kependidikan dalam pembiasaan spontan adalah memperingatkan peserta didik yang tidak mengucapkan salam. Pada tahap ini guru mencapai unsur yang kelima dalam mengembangkan religius anak sebagaimana yang disampaikan oleh Stark dan Glock Mohamad Mustari, 2014: 4 yaitu aktualisasi dari doktrin agama yang dihayati oleh sesorang yang berupa sikap, ucapan dan perilaku atau tindakan. Tahap internalisasi karakter religius yang telah dilalui guru pada kegiatan ini adalah moral action sebagaimana yang diungkapkan oleh Thomas Lickona 2013: 85-100. Guru mengajarkan siswa untuk membentuk pembiasaan mengucapkan salam ketika betemu dengan orang lain. Tahap moral action ini sesuai dengan tahap nglakoni sebagaimana yang telah diungkapkan oleh K.H. Dewantara Dwi Siswoyo, 2012: 124. Dengan memberi peringatan dan nasehat pada siswa yang tidak mengucapkan salam guru melatih siswa untuk dapat menerapkan keempat unsur yang dapat meningkatkan religius anak yaitu keyakinan agama, ibadat, pengetahuan agama, dan pengamalan agama dalam kehidupan sehari-hari. 185 3 Memberikan Nasehat pada Peserta Didik yang Melakukan Kesalahan Kegiatan spontan memberikan nasehat pada peserta didik yang melakukan kesalahan dilakukan guru dengan memberinya nasehat yang dilandasakan dengan tuntunan agama supaya sikap dan perilaku siswa menjadi lebih baik, menegur secara langsung, meminta siswa untuk berbuat kebaikan dengan mengambil sampah yang jumlahnya sudah ditentukan, tidak diperbolehkan mengkuti pelajaran, memberinya tugas tambahan, meminta anak mengucapkan istighfar, serta membiasakan siswa untuk menegur temannya yang melakukan kesalahan. Strategi ini sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Nurul Zuriah 2011: 87 bahwa kegiatan spontan yang dapat dilakukan guru ketika ada siswa yang melakukan kesalahan adalah dengan memberinya pengertian dan dibeitahu sikap dan berilaku yang baik. Kegiatan spontan yang berupa pemberian nasehat pada siswa yang berbuat kesalahan sudah sesuai dengan tahap perkembangan religius siswa. Ketika anak melakukan kesalahan guru akan menjelaskan alasan mengapa perbuatan yang dilakukannya tersebut salah. Jadi guru akan memberikan pemahaman pada anak disertai dengan alasan-alasan yang mendasarinya. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Singgih D. Gunarsa Yulia Singgih D. Gunarsa 2006: 69 pada usia 8- 9 tahun, mereka sekarang sadar bahwa ‘mencuri adalah salah’ dan bukan hanya ‘salah kalau mencuri sebuah bola’. Pada usia 10-12 tahun, anak sudah dapat mengetahui dengan baik alasan-alasan atau prinsip-prinsip yang mendasari suatu peraturan. 186 Tahap internalisasi karakter religius yang dicapai siswa melalui upaya yang dilakukan guru pada kegiatan ini mencapai tahap ngrasa memahami sebagaimana yang diungkapakan oleh KH. Dewantara Dwi Siswoyo, 2012: 124. Ngrasa ini sesuai dengan tahap moral feeling yang diungkapkan oleh Thomas Likcona 2013: 85-100 yaitu berkaitan dengan emosi seseorang dalam merasakan apa yang terjadi di sekitar lingkungannya. Moral feeling ini yang akan menuntun seseorang untuk melakukan tindakan moral Dengan memberikan nasehat bagi siswa yang berbuat kesalahan, maka mengajarkan siswa untuk tidak melakukan tindakan-tindakan yang melanggar aturan agama. Sehingga nantinya dapat mengajarkan siswa untuk memahami apa yang seharusnya mereka lakukan dan tidak lakukan. 4 Memberikan Pujian ketika Peserta Didik Melakukan Kebaikan Kegiatan spontan selain memperingatkan siswa yang melakukan kesalahan guru juga memberikan pujian pada peserta didik ketika melakukan kebaikan. Ketika ada siswa yang berbuat baik seperti tenang saat pelajaran, mengerjakan tugas dengan rajin, dan berkata jujur guru akan memberikan pujian. Guru akan mmberikan pujian dengan menyebutnya sholeh jika itu anak laki-laki dan sholih jika anak perempuan. Selain pujian, guru terkadang juga memberikan hadiah berupa lata tulis bagi siswa yang melakukan kebaikan. Strategi pemberian pujian pada peserta didik yang melakukan kebaikan sesuai dengan yang diungkapkan oleh Kemen`diknas 2010: 16 bahwa kegiatan spontan berlaku untuk perilaku dan sikap peserta didik yang tidak baik dan yang 187 baik. Sehingga perilaku baik yang dilakukan siswa dapat terus dipertahankan siswa. Pujian ini diberikan secara klasikal supaya siswa yang lain dapat mengetahui bahwa perbuatan yang baik tersebut perlu untuk dipertahankan supaya dapat menjadi teladan bagi teman-temannya yang lain. Hal ini senada dengan pendapat yang disampaikan oleh Nurul Zuriah 2011: 87 bahwa hal ini dilakukan sebagai penguatan bahwa sikap atau perilaku tersebut sudah baik dan perlu dipertahankan sehingga dapat dijadikan teladan bagi teman-teman. Tahap internalisasi karakter religius yang dicapai siswa pada kegiatan ini adalah moral feeling sebagaimana yang diungkapkan oleh Thomas Lickona. Pemberian pujian bagi siswa yang berbuat kebaikan ini akan mengajarkan siswa untuk mencintai perbuatan yang baik. Hal ini senada dengan yang diungkapkan oleh Thomas Lickona 2013: 85-100 di dalam salah satu enam unsur moral feeling yaitu loving the good mencintai kebaikan peserta didik tidak hanya diajarkan untuk mengetahui dan membedakan mana yang baik dan yang buruk. Akan tetapi juga, diajarkan untuk mencintai kebaikan sehingga mereka benar- benar terkait dengan segala hal yang baik. Tahap moral feeling ditunjukkan dengan sikap siswa yang senang mendapat pujian dari guru karena mereka berbuat kebaikan. Dengan pujian ini, maka siswa akan terus mengembangkan sikap yang mencintai kebaiakan. Sehingga ia akan selalu berperilaku yang baik. 188

c. Keteladanan