188
c. Keteladanan
Guru sebagai panutan bagi siswa di sekolah harus mampu menunjukkan sikap dan perilaku yang sesuai dengan karakter religius baik di lingkungan
sekolah, rumah, maupun masyarakat. Sebab, segala tingkah laku guru ini nantinya akan dicontoh oleh siswa melalui proses imitasi. Menurut Kemendiknas 2010:
17 keteladanan adalah perilaku dan sikap guru dan tenaga kependidikan yang lain dalam memberikan contoh terhadap tindakan-tindakan yang baik sehingga
diharapakan menjadi panutan bagi peserta didik untuk mencontohnya. Dalam pemberian keteladanan ini guru telah memenuhi syarat dalam
menggunakan startegi dalam menginternalisasikan karakter religius pada siswa sebagaimana yang dinyatakan oleh Darmiyati Zuchdi 2013: 36 ada dua syarat
yang harus dipenuhi oleh guru untuk menggunakan startegi keteladanan. Pertama, guru atau orang tua harus berperan sebagai model yang baik bagi murid-murid
atau anak-anaknya. Kedua, anak-anak harus meneladani orang-orang terkenal yang berakhlak mulia, terutama Nabi Muhammad SAW bagi yang bergama Islam
dan para nabi yang lain. Dalam penerapan keteladanan ini guru menggunakan strategi berbagai perasaan dan menghindari kemunafikan sebagaiamana yang
diungkapkan oleh Darmiyati Zuchdi 2013: 40. Strategi berbagi perasaan yang dilakukan guru dengan menunjukkan wajah yang marah dan tidak suka ketika ada
siswa melakukan perbuatan yang tidak baik. Strategi menghindari kemunafikan dengan tidak melakukan tindakan yang ia larang sendiri.
Berikut ini akan dibahas masing-masing bentuk keteladanan yang guru berikan melalui kegiatan pengembangan diri.
189
1 Guru Berdoa Bersama Peserta Didik Sebelum dan Sesudah Pelajaran
Dimulai
Keteladanan yang diberikan guru dengan ikut berdoa bersama peserta didik sebelum pelajaran dengan berdoa terlebih dahulu dan tidak disuarakan. Setelah
guru selesai berdoa guru akan mengawasi sikap berdoa siswa. Keteladanan yang guru berikan saat berdoa sesudah pelajaran yaitu dengan ikut berdoa bersama
peserta didik sesudah pelajaran dengan membaca hamdallah disetiap akhir pergantian jam pelajaran dan membaca doa agar ditunjukkan yang baik dan yang
buruk serta doa kafaratul majelis ketika akan pulang sekolah. Strategi ini sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Novan Ardy Wiyani
2013: 223 bahwa bentuk kegiatan yang dapat dilakukan guru dan tenaga kependidikan melalui pembiasaan keteladanan adalah guru berdoa bersama
peserta didik sebelum dan setelah jam pelajaran. Keteladanan yang guru berikan dengan ikut berdoa bersama peserta didik sebelum dan seudah pelajaran ini
memenuhi unsur yang ke dua yaitu melatih ibadat sesuai dengan yang disampaikan oleh Stark dan Glock Mohamad Mustari, 2014: 3 bahwa terdapat
lima unsur yang dapat mengembangkan manusia menjadi religius. Pada keteladaan ini guru mengembangkan moral feeling siswa. Pemberian
keteladanan yang guru berikan ketika berdoa sebelum dan sesudah pelajaran akan mengasah emosi siswa untuk turut serta berdoa ketika sebelum dan sesudah
pelajaran. Sehingga ketika siswa melihat guru berdoa sikap siswa akan mencontohnya.
190
2 Guru Memberikan Contoh Sikap Berdoa yang Khusyuk
Keteladaan yang guru berikan saat berdoa dengan sikap yang khusyuk yaitu dengan duduk, tangan sedekap di atas meja, kepala menunduk pandangan ke
bawah atau ke depan. Strategi ini sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Novan Ardy Wiyani
2013: 223 bahwa bentuk kegiatan yang dapat dilakukan guru dan tenaga kependidikan melalui pembiasaan keteladanan adalah guru menjadi model yang
baik dalam berdoa dengan khusyuk dan dalam Bahasa Indonesia sehingga dimengerti anak. Saat berdoa sudah seharusnya guru menunjukkan sikap berdoa
yang khusyuk. Pemberian keteladanan dengan sikap yang khusyuk saat berdoa ini masuk ke dalam unsur yang kedua dalam mengembangkan religius anak yaitu
melatih ibadat sesuai dengan pendapat Stark dan Glock Mohamad Mustari, 2014: 3 bahwa terdapat lima unsur yang dapat mengembangkan manusia menjadi
religius. Guru sebagai substitusi orang tua di sekolah sudah semestinya menjadi panutan bagi siswa. Pada kegiatan ini guru mengembangkan moral feeling siswa
Thomas Lickona, 2013: 85-188 yang berkaitan dengan emosi seseorang dalam mersakan apa yang terjadi di sekitarnya dan moral action. Moral feeling sesuai
dengan tahap ngrasa sebagaimana yang diungkapkan oleh K.H. Dewantara Dwi Siswoyo, 2012: 124.
Tahap internalisasi yang dicapai siswa yaitu moral feeling dan moral action. Moral feeling ditunjukkan ketika guru memberikan keteladnan sikap berdoa yang
khusyuk, sikap siswa akan mencontohnya. Moral action ditunjukkan dengan perilaku siswa ketika berdoa dengan sikap yang khusyuk yaitu duduk tangan
191 sedekap di atas meja dan kepala menunduk. Sehingga ketika siswa melihat sikap
berdoa yang khusyuk pada guru secara langsung, akan membuat siswa untuk tergerak hatinya mencontoh sikap berdoa yang khusyuk tersebut.
3 Guru Berperan Aktif dalam Kegiatan Tadarus dan Hafalan Surat
Pendek
Keteladanan yang guru berikan dalam kegiatan tadarus dan hafalan surat pendek dilaksanakan pada hari Jumat pagi. Saat kegiatan tadarus guru ikut
membaca surat bersama siswa dan ikut untuk memandu dan membimbing. Setelah kegiatan tadarus terkadang guru juga akan menjelaskan isi dari salah satu surat
yang dibaca siswa saat tadarus. Strategi pemberian keteladanan guru ikut serta dalam kegiatan hafalan surat
pendek memenuhi salah satu syarat yang harus diperhatikan oleh guru dalam keteladanan nilai sebagaimana yang diungkapkan Darmiyati Zuchdi 2015: 35.
Guru atau orang tua harus berperan sebagai model yang baik bagi murid-murid atau anak-anaknya. Dengan ikut serta dalam pelaksanaan hafalan surat pendek
guru telah memenuhi syarat tersebut sebagai contoh melaksanakan ibadah yang baik.
Dengan ikut berperan serta dalam kegiatan tadarus ini guru telah mencapai unsur kedua dalam mengembangkan religius anak yaitu melatih ibadat
sebagaimana yang diungkapkan oleh Strak dan Glock Mohamad Mustari, 2014: 3. Tahap internalisasi karakter religius yang dilalui siswa adalah moral action
yaitu wujud nyata dari moral knowing dan moral feeling Thomas Lickona, 2013: 85-100. Moral action ini sesuai dengan tahap internalisasi nglakoni sebagaimana
yang diungkapkan oleh K.H. Dewantara Dwi Siswoyo, 2012: 124.
192 Dengan guru ikut serta dalam kegiatan tadarus, siswa mencontoh yang guru
lakukan dan ikut untuk membaca tadarus yang dilaksanakan setiap hari Jumat pagi. Dengan demikian siswa mencapai tahap moral action yang diwujudkan
dengan perilaku ikut serta membaca surat-surat Al-Quran.
4 Guru dan Karyawan Sekolah menjadi Contoh yang Baik dalam Kegiatan
Sholat Dhuha dan Zuhur Berjamaah
Pemberian keteladanan guru dan karyawan sekolah menjadi contoh yang baik dalam pelaksanaan sholat dhuha berjamaah dan zuhur berjamaah di mushola
sekolah dilaksanakan dengan baik. Saat sholat berjamaah di mushola salah satu guru laki-laki akan menjadi imam sholat dan membimbing siswa berdoa setelah
selesai sholat. Selain itu, pemberian keteladanan juga guru berikan dengan mengucapkan salam ketika bertemu dengan orang lain, masuk kelas dengan kaki
kanan sambil ucap basmallah, makan dengan tangan kanan, dan memakai pakaian yang menutup aurat.
Strategi ini sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Novan Ardy Wiyani 2013: 223 bahwa pembiasaan keteldanan yang dapat diterapkan di SD oleh guru
dan tenaga kependidikan adalah melakukan shalat zuhur berjamaah sesuai dengan jadwal yang sudah ditentukan. Selain memberikan keteldanan dalam mengikuti
sholat zuhur berjamaah, guru juga sudah semestinya memberikan keteladanan dalam pelaksanaan sholat dhuha berjamaah.
Bentuk keteladanan ini masuk ke dalam unsur yang kedua yaitu melatih ibadat dengan ditunjukkan guru mengikuti pelaksanaan sholat dhuha dan zuhur
berjamaah dan unsur yang kelima dalam yaitu aktualisasi dari doktrin agama yang dihayati oleh seseorang berupa sikap, ucapan dan perilaku atau tindakan
193 ditunjukkan oleh sikap guru dengan mengucapkan salam ketiga masuk kelas dan
ketika bersalaman dengan siswa, saat makan dengan tangan kanan dan sambil duduk, berbicara sopan dengan siapa pun, serta masuk kelas dengan kaki kanan
sambil mengucapkan basmallah. Siswa telah melalui tahap internalisasi karakter religius moral feeling
Thomas Lickona, 2013: 85-188 yang berkaitan dengan emosi seseorang dalam mersakan apa yang terjadi di sekitarnya. Moral feeling sesuai dengan tahap
ngrasa sebagaimana yang diungkapkan oleh K.H. Dewantara Dwi Siswoyo, 2012: 124. Sehingga ketika siswa melihat guru dan karyawan melaksanakan
ibadah sholat dhuha dan zuhur berjamaah secara langsung, maka akan membuat siswa untuk tergerak hatinya ikut melaksanakan ibadah sholat berjamaah.
d. Pengkondisian Lingkungan