Pekalongan. Tanah timbul yang menempel ke pantai Pulau Nusakambangan menjadi titik-titik perrebutan utama karena kesuburannya dan karena posisinya
yang tinggi sehingga terlindung dari pasang dan banjir. Degradasi lingkungan terjadi begitu cepat pada periode tersebut,
menimbulkan berbagai komplikasi tambahan pada masalah-masalak sosial- ekonomi. Pengurangan luasan mangrove secara signifikan berdampak pada
ekologi dan kehidupan sosial masyarakat Kampung Laut. Dampak lingkungan yang terjadi adalah penurunan stok ikan,penurunan kemampuan kawasan untuk
menghadapi tekanan alam. Secara sosial ekonomi, pendapatan nelayan juga menurun. Meskipun lahan pertanian tersedia lebih banyak, kesempatan ini tidak
dapat dimaksimalkan karena ketiadaan ketrampilan yang mamadai untuk memanfaatkannya.di sisi lain, pendatang menikmati kesempatan dengan
memanfaatkan keberadaan tanah-tanah timbul yang makin meluas.Potensi konflik menjadi semakin nyata karena perkembangan tersebut.
Pertambakan yang dipraktekkan oleh para pendatang berhasil. Hal ini mendorong masyarakat Kampung Laut untuk mengadopsi teknologi budidaya.
Namun demikian, mereka tidak berhasil karena mereka melakukannya pada lahan-lahan yang baru terbentuk. Tidak hanya penduduk desa, para tahanan
Nusakambangan juga ikut mengikuti perkembangan tersebut. Menurut data desa Ujung Alang, total areal pertambakan pada saat itu mencapai 187 hektar.
Kemudian, diperoleh hasil bahwa pada saatnya pertambakan-pertambakan tersebut juga gagal, terutama karena sistem irigasi yang buruk dan system
hidrologi yang kurang baik di Segara Anakan, serta adanya penjarahan yang puncaknya terjadi pada tahun 1998. Secara diagramatik kejadian sosial dan
ekologis yang terjadi pada periode ini dapat dilihat pada Gambar 74 berikut ini.
Gambar 74. Interaksi kejadian ekologis dengan sosial pada periode tahun 1996 - 2000
5.1.4.5. Periode Tahun 2001 - Sekarang
Pada periode tahun 2001 sampai dengan saat ini sedimentasi terus berlanjut, dimana terjadi penambahan daratan seluas 631 ha dan penyempitan
laguna seluas 366 ha. Pada periode ini, pengerukan laguna dilaksanakan untuk mengurangi sedimentasi. Antara tahun 2000 dan 2005, tiga kali Segara Anakan
dikeruk, yaitu di titik Plawangan, selatan Desa Karanganyar, dan dekat muara. Meskipun hasil pengerukan seperti tidak menunjukkan hasil yang nyata.
Plawangan yang merupakan gerbang pertemuan sungai dengan laut selatan bahkan kini nyaris tertutup sedimentasi.
Pembuangan hasil pengerukan kemudian dikirim ke lokasi-lokasi lain termasuk Klaces. Petani yang tanahnya dipergunakan untuk membuang hasil
pengerukan memperoleh kompensasi untuk tanaman-tanaman ekonomis, misalnya pohon kelapa. Seiring dilakukannya pengerukan, air laguna menjadi
keruh, sehingga menghalangi nelayan untuk melakukan kegiatan melaut. Untuk alasan ini, kompensasi juga diberikan kepada nelayan. Secara diagramatik
kejadian sosial dan ekologis yang terjadi pada periode ini dapat dilihat pada Gambar 75 berikut ini.
Masalah sosek semakin kompleks
Produksi perikanan terus menurun
Pemukiman baru: 5 ha
Usaha tambak udang bangkrut
Penambahan lahan: + 631 ha
Badan air menyusut:: 594 ha
Sedimentasi semakin cepat
Gambar 75. Interaksi kejadian ekologis dengan sosial pada periode tahun 2001 – sekarang
Secara umum, berdasarkan hasil analisis sejarah dalam penelitian ini menunjukkan bahwa penyesuaian-penyesuaian sosial terjadi untuk merespon
perkembangan dinamika ekologi. Jenis-jenis dan struktur pencaharian juga berkembang. Sementara itu, visi masyarakat juga mengalami perubahan;
sebagian di antara mereka bertransformasi dari ‘manusia maritim’ ke ‘manusia terestrial’. Penelitian ini menunjukkan indikasi yang kuat bahwa perubahan-
perubahan dalam konteks sosial mulai berdampak pada aspek-aspek ekologi; produktivitas perikanan menurun, sementara itu output terrestrial juga belum
cukup signifikan. Dalam analisis ini juga dapat dilihat bagaimana siklus adaptif yang terjadi di
Segara Anakan. Siklus adaptif yang dimaksud adalah siklus pembaruan adaptif adalah sebuah model heuristic, yang dihasilkan dari observasi terhadap dinamika
ekosistem pada empat fase perkembangan yang diarahkan oleh kejadian dan proses diskontinu dalam pengelolaan sumberdaya di kawasan laguna Segara
Anakan. Siklus ini merupakan gambaran dari beberapa periode, yaitu periode perubahan eksponensial eksploitasi atau fase r, periode pertumbuhan statis
dan kaku konservasi atau fase K, periode pengaturan ulang dan kehancuran pelepasan atau fase
Ω, serta periode reorganisasi dan pembaruan fase α. Praktek pengelolaan tradisional sumberdaya perikanan di laguna Segara Anakan
Pengerukan laguna
Produksi perikanan terus menurun
Pemukiman baru bertambah
Usaha tambak udang tradisional berkembang
Penambahan lahan: + 631 ha
Badan air menyusut: 366 ha
Sedimentasi terus berlanjut
Konflik tanah timbul