Analisis Eksternalitas Pendekatan Verstehen

Tabel 6. Proses Focus Group Discussion Langkah Deskripsi 1 Keseluruhan Globality Peserta mengenali bahwa mereka berbeda ↓ 2 Perbedaan Differentiation Selama sesi pemanasan, mereka mempelajari tingkatan perbedaan mereka ↓ 3 Integrasi sosial Social integration Selama pemanasan dan diskusi umum, mereka mempelajari bagaimana cara saling berhubungan sebagai kelompok ↓ 4 Cerminan reaksi Mirror reaction Ketika diskusi melanjut, peserta mempelajari apa yang dimiliki bersama-sama ↓ 5 Pemadatan Condensing Pada beberapa titik dalam diskusi, mereka mengembangkan suatu kesadaran kolektif ↓ 6 Pertukaran informasi Information exchange Akhirnya, kelompok mulai bertukar informasi dan penjelasan pada topik utama Sumber: Fern 2001 Untuk implementasi kebijakan pembangunan dilakukan FGD dengan melibatkan stakeholder yang terkait dengan resiliensi masyarakat terutama yang terkait dengan aspek lokal yaitu ekonomi, sumberdaya serta pengetahuan dan hubungannya Tabel 7. Pada FGD ini akan dirumuskan langkah-langkah strategis, faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan kebijakan, dan stakeholder yang terlibat dalam setiap proses pembangunan mulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga evaluasi. Tabel 7. Aspek Lokal dari Resiliensi No Apakah yang menyokong ke arah kesejahteraan? 1 Berhubungan dengan ekonomi: • Akses untuk penangkapan ikan • Ketrampilan untuk berbagai jenis perikanan • Keterampilan mata pencaharian lain • Memiliki modal danatau seorang pendukung • Mengetahuilah bagaimana caranya menyimpan uang 2 Berhubungan dengan sumberdaya: • Sumberdaya mangrove dan ikan yang berlimpah • Masyarakat dapat menjaga sumberdaya alamnya 3 Berhubungan dengan pengetahuan dan hubungan: • Pengetahuan dan kebijaksanaan • Dapat berhubungan atau berkomunikasi baik • Keberuntungan • Mampu menyesuaikan dan memecahkan masalah • Berkeinginan untuk berjuang dan berikhtiar Sumber: Marsche and Walker, 2003

2.9. Hasil Penelitian Terdahulu

Penelitian tentang Kawasan Segara Anakan banyak dilakukan oleh berbagai instansi dan perguruan tinggi. Kajian menunjukkan bahwa dinamika sistem alam di Segara Anakan berlangsung relatif cepat. Hal ini seiring dan merupakan penyebab utamanya adalah terjadinya proses sedimentasi. Besarnya aliran sedimen yang bermuara di Segara Anakan mencapai 5-10 juta m3tahun diantaranya mengendap di laguna ECI, 1994. Hal ini telah menyebabkan timbulnya daratan baru sejalan dengan penyusutan perairan, sehingga diperkirakan pada tahun 2000 luas laguna yang tersisa hanya 600 ha PWS Citanduy-Ciwulan, Ditjen Pengairan, 1995. Selanjutnya berdasarkan penelitian Taurusman 1999 laju sedimen di Laguna Segara Anakan pada musim hujan sebesar 131,08 kgm2hari sedimen dan 3,690 kgm2hari limbah organik. Hasil ini yang diperoleh dari penelitian lapangan hampir sama dengan menggunakan nilai prediksi berdasarkan model sedimentasi. Meskipun laju sedimentasi relatif tinggi, Segara Anakan tetap potensial sebagai kegiatan pertambakan. Salah satu penelitian menyimpulkan bahwa luas optimal tambak udang yang sesuai dengan daya dukung lingkungan Segara Anakan adalah 480 ha, yang terdiri dari 371,38 ha dengan teknologi tradisional plus 108,62 ha teknologi semi intensif dengan lokasi yang ideal adalah sepanjang sungai cibeureum 68,18 ha teknologi semi intensif sepanjang sungai pelindukan 80,70 ha teknologi tradisional plus dan 40,44 ha teknologi semi intensif, serta sungai kembang kuning 290,68 ha teknologi tradisional plus Taurusman, 1999. Koordinasi pengelolaan kawasan Segara Anakan dilaksanakan oleh BPKSA dengan alternatif pembiayaan dari potensi yang ada seperti aktivitas usaha budidaya udang di tambak Miftah, 2003. Hal ini didukung dengan hasil penelitian Kurniawanti 2005 yang menyebutkan bahwa secara umum kualitas lahan dan air di kawasan ini memenuhi syarat bagi kegiatan budidaya dengan melakukan kegiatan penjadwalan penebaran benih sampai pemanenan hasil. Kawasan Segara Anakan Sendiri berdasarkan karakteristik pemanfaatannya dapat digunakan untuk pertambakan, persawahan dan lahan mangrove A’in, 2009. Aktivitas-aktivitas tersebut dipengaruhi oleh pola hunian masyarakatnya sendiri yaitu pola mengelompok, pola menyebar dan pola memanjang Vidyabrata, 2002.