b. Manfaat yang hilang secara tidak langsung Dalam konteks ekosistem mangrove, nilai pakai tidak langsung
didefinisikan sebagai nilai fungsi ekosistem mangrove dalam mendukung atau melindungi aktivitas ekonomi atau sering disebut sebagai “jasa lingkungan”.
Sebagai contoh, fungsi ekosistem mangrove sebagai penahan gelombang secara teoritis akan melindungi kawasan pertanian, pemukiman dan kawasan
properti lainnya yang erada di belakang ekosistem ini Adrianto 2004. Nilai ini dapat diestimasi dengan menggunakan pendekatan
replacement cost damage avoided cost yang diaplikasikan untuk fungsi ekosistem mangrove sebagai penahan gelombang buffer zone dan
pengurangan pencemaran. Biaya rehabilitasi per hektar mangrove dapat digunakan sebagai proksi bagi replacement cost Adrianto 2005b.
IUV = Crm
2
X M
Dimana : IUV = Manfaat tidak langsung Cr
= biaya rehabilitasi mangrove per hektar atau m
2
M = luas hutan mangrove ha atau m
2
Estimasi manfaat ekosistem mangrove sebagai nursery ground, spawning ground dan feeding ground bagi biota perairan didekati dari hasil tangkapan
nelayan untuk ikan di wilayah laut sekitarnya. Menurut Adrianto 2004 teknik pengukuran untuk menilai manfaat tersebut adalah pendekatan produktivitas
productivity approach.
3.5. Organisasi Penulisan
Sistematika penulisan disertasi ini terdiri atas enam bab sebagai berikut, Pendahuluan, Tinjauan Pustaka, Gambaran Umum Lokasi Penelitian, Metode
Penelitian, Hasil dan Pembahasan, Kesimpulan dan Saran yang secara garis besar penjelasan isi dari setiap bab tersebut diuraikan lebih lanjut.
Bab I, Pendahuluan membahas latar balakang permasalahan sistem sosial-ekologis di Laguna Segara Anakan, khususnya masyarakat Kampung
Laut. Pada latar belakang tercermin kompleksitas permasalahan di Segara Anakan dan tingkat urgensi untuk menemukan alternatif mitigasi dan adaptasi
terhadap perubahan yang melingkunginya. Dari sini kemudian dirumuskan permasalahan spesifik yang perlu dikaji, disertai dengan tujuan, kegunaan dan
ruang lingkup kajian. Untuk merumuskan kajian secara rinci, disusun kerangka konseptual penelitian berdasarkan hasil studi kepustakaan. Sumber kepustakaan
yang penting dalam penyusunan bab tersebut berasal dari data-data BPKSA. Selain itu, beberapa hasil penelitian dan pustaka berupa buku, artkel dan karya
ilmiah digunakan dalam mendukung perumusan maslah dan kerangka konseptual pendekatan.
Bab II, Tinjauan Pustaka meliputi pemaparan hasil penelusuran melalui pustaka yang mendukung berbagai aspek dalam kajian secara lebih lengkap.
Bab tersebut terdiri atas topik kajian, yaitu yang berkaitan dengan kenyataan empiris di lapangan, baik data di Segara Anakan, nasional maupun internasional.
Kerangka teoritik terutama dimunculkan teori yang relevan dengan aspek perencanaan sosial dan partisipasi masyarakat dalam pemanfaatan ekosistem
laguna. Bab III, Metode Penelitian membahas secara rinci berbagai hal yang
berkaitan dengan metode dan pelaksanaan penelitian, waktu penelitian, metode pengumpulan dan analisis data, sampai dengan metode perumusan strategi
mitigasi dan adaptasi dalam menghadapi perubahan sistem sosial-ekologis. Penelitian ini menghasilkan model resiliensi masyarakat di laguna Segara
Anakan saat ini untuk kemudian menjadi titik tolak dalam penyusunan perencanaan pengelolaan laguna Segara Anakan berbasis masyarakat. Oleh
karena itu metode penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif.
Bab IV, Gambaran Umum Lokasi Penelitian membahas beberapa aspek yang berkaitan dengan penelitian, yang menjadi karakteristik dari wilayah
penelitian. Aspek ekologi dan aspek sosial-ekonomi serta sistem pemanfaatan saat ini, merupakan bagian dari bab tersebut termasuk karekteristik responden
dalam penelitian. Melalui kajian wilayah penelitian yang mencukupi, diharapkan dapat menjadi dasar dalam pembahasan yang lebih rinci dalam bab berikutnya
terutama hasil dan pembahasan. Bab V, Hasil dan Pembahasan menggambarkan secara komprehensif
penelitian ini dalam menjawab tujuan. Dimulai dengan model sistem SES yang ada di kawasan laguna Segara Anakan, kemudian analisis keberlanjutan mata
pencaharian masyarakatnya, analisis kerentanan, analisis resiliensi sosial- ekologis, analisis eksternalitas dan penyusunan model resiliensi masyarakat.
Bab VI, Kesimpulan dan Saran.
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Kawasan Segara Anakan merupakan wilayah laut segara yang terletak di antara Pulau Jawa dan Pulau Nusakambangan, dan secara administratif
termasuk dalam Kabupaten Cilacap, Propinsi Jawa Tengah. Kawasan ini terdiri atas daratan 11.940 ha, perairan rawa bakau 29.400 ha dan perairan rawa payau
4.000 ha.
4.1. Sistem Ekologi
4.1.1. Sistem Boundary
Secara geografis, kawasan Segara Anakan terletak pada koordinat 7 35’ -
7 50’ Lintang Selatan dan 108
45’ - 109 3’ Bujur Timur, yang dipengaruhi oleh
dua musim, yaitu musim hujan yang terjadi pada bulan November - April dan musim kemarau pada bulan Juli - September. Suhu rata-rata bulanan adalah
sekitar 26,70C dengan rata-rata sinar matahari 100 pada kisaran 8 jam yaitu pukul 08.00 – 16.00 LPPM, 1998; PKSPL-IPB, 1998. Kawasan Segara Anakan
terdiri dari perairan laguna, vegetasi hutan bakau mangrove dan pemukiman masyarakat Kampung Laut.
Segara Anakan merupakan laguna tempat bermuaranya beberapa sungai, yakni sungai Citanduy, Cikonde, Cibeureum, Ujung Alang, Kembang Kuning, dan
Donan. Sungai-sungai tersebut berasal dari dua DAS besar, yaitu DAS Citanduy dan DAS Segara Anakan. DAS Citanduy memiliki luas sekitar 350.000 ha, DAS
Segara Anakan memiliki luas 96.000 ha dengan sungai-sungai utamanya Cikonde, Cibeureum, dan Ujung Alang yang relatif pendek dan berhulu di
perbukitan rendah di sebelah utara Sidareja Napitupulu dan Ramu, 1982. Sungai Citanduy sebagai sungai terbesar dan menyumbang sekitar 80 debit
yang masuk ke laguna selain sungai lainnya. Segara Anakan merupakan suatu laguna yang dipengaruhi oleh dua massa
air yang berbeda, yaitu massa air laut yang berasal dari Samudra Hindia melalui kedua celah timur dan barat dan massa air tawar yang berasal dari sungai-
sungai yang bermuara ke laguna. Air laut yang masuk ke Segara Anakan pada waktu pasang bercampur dengan massa air tawar dari Sungai Citanduy,
kemudian didistribusikan ke laguna utama dan ke sungai-sungai dan ke kawasan hutan mangrove. Pada saat surut, air tawar dari Sungai Citanduy langsung
masuk ke Samudra Hindia melalui celah sebelah barat. Massa air beserta
partikel lumpur yang dikandungnya tertahan di sekitar celah sebelah barat selama air surut. Pada saat air pasang tinggi berikutnya, setelah terjadi
percampuran dengan massa air laut, massa air tersebut akan mengalami resirkulasi kembali ke Laguna PKSPL-IPB, 1999.
Kondisi alamiah semacam ini telah menyebabkan Segara Anakan menjadi suatu kawasan estuaria yang khas dimana proses-proses biofisik yang terjadi di
kawasan ini sekaligus juga dipengaruhi oleh tiga ekosistem utama yang berbeda namun saling berinteraksi, yaitu: ekosistem laut marine ecosystem, ekosistem
estuaria estuarine ecosystem dan ekosistem darat upland ecosystem. Perairan estuaria merupakan wilayah yang mendapat tekanan kerusakan
lingkungan yang besar terutama pencemaran, sebagai akibat dari berbagai jenis kegiatan manusia di daratan maupun di wilayah pesisir itu sendiri. Kondisi
perairan yang tercemar memperparah kualitas dan kuantitas dari sumberdaya perikanan di wilayah ini.
Kawasan Segara Anakan oleh Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional Bappenas ditetapkan sebagai salah satu kawasan pesisir dengan
perhatian khusus yang harus dipertahankan keasliannya karena laguna semi tertutup ini memiliki potensi ekologis yang unik, khas dan lengkap. Keunikan dan
kekhasannya terletak pada sebagian besar ekosistemnya yang didominasi oleh ekosistem mangrove yang merupakan terluas yang tersisa di Pulau Jawa.
Berbagai fungsi penting sekaligus melekat pada kawasan ini yaitu fungsi ekologis konservasi, ekonomis dan sosial. Secara ekologis kawasan ini merupakan
spawning ground dan nursery ground biota laut yang menentukan hasil tangkapan nelayan di selatan Jawa, sebagai penahan dan perangkap lumpur
dan penahan intrusi air laut dan penyangga keanekaragaman hayati berbagai satwa langka seperti burung dan ikan pesut Orchaella sp..
Segara Anakan yang terletak di Pantai Selatan Pulau Jawa adalah suatu laguna yang unik dengan ekosistem yang langka. Kawasan ini terletak di
perbatasan wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Cilacap, Propinsi Jawa Tengah dan Kabupaten Daerah Tingkat II Ciamis, Propinsi Jawa Barat. Posisinya
terlindung dari hempasan ombak Samudra Hindia oleh Pulau Nusakambangan namun tetap terhubung dengan samudera ini melalui dua kanal penghubung
yaitu kanal Timur Kembang Kuning dan kanal Barat Plawangan. Adanya kedua kanal penghubung ini menyebabkan Segara Anakan tetap terpengaruh
oleh gerakan pasang surut air laut di samping memperoleh pasokan air tawar dari sungai-sungai yang bermuara di perairan Segara Anakan.
4.1.2. Kondisi Iklim
Kawasan Laguna Segara Anakan dan sekitarnya dipengaruhi oleh dua musim yaitu musim hujan pada bulan Nopember sampai April yang membawa
pengaruh terhadap kelimpahan ikan, nelayan Kampung Laut menyebutnya sebagai musim timur atau musim panen ikan. Sedangkan musim kemarau
berlangsung dari bulan Juli sampai September adalah musim barat yang merupakan musim paceklik. Menurut klasifikasi iklim dari Smith-ferguson wilayah
laguna dan sekitarnya termasuk ke dalam tipe iklim A, dengan curah hujan rata- rata 3.444 mmtahun atau rata-rata 7 – 137 mmbulan pada musim kemarau dan
226,4 – 852 mmbulan pada musim hujan. Suhu rata-rata 26,7 C dengan
siraman sinar matahari sepanjang tahun yang kisaran per harinya rata-rata selama 8 jam pukul 08.00 – 16.00 WIB.
Pergerakan air di laguna dipengaruhi aliran sungai yang banyak bermuara di sana dan pengaruh pasang surut perairan Lautan Samudera Hindia dengan
tipe pasang surut campuran dengan dominasi semi diurnal yaitu dalam sehari terjadi 2 kali kejadian pasang dan 2 kali kejadian surut dengan kisaran fluktuasi
pasang surut 0,4 sampai 1,9 meter. Salinitas air berubah-ubah sesuai irama pasang surut dimana salinitas tertinggi mencapai 33,3 ppm yang terjadi pada
saat pasang tertinggi PKSPL-IPB, 1999.
4.1.3. Kondisi Morfologi
Morfologi laguna Segara Anakan dapat dilihat dari tiga ekosistem utama yang berbeda namun saling berinteraksi satu sama lain pada saat yang
bersamaan yaitu:
1. Ekosistem dan Sumberdaya Laut
Ekosistem laut yang mempengaruhi kawasan Segara Anakan adalah Perairan Samudera Hindia yang berada di sekitar pantai selatan Pulau Jawa
dan Pulau Nusakambangan. Ekosistem laut ini mempengaruhi estuaria Segara Anakan melalui dua kanal penghubung yaitu kanal timur Kembang
Kuning dan kanal barat Plawangan. Di bagian timur, wilayah perairan laut yang terhubung dengan estuaria Segara Anakan berada di wilayah pantai
Kota Cilacap yang seringkali sangat keruh airnya karena tercemar oleh