Pengelolaan Perikanan di Kabupaten Belitung

22 di wilayah laut di luar 12 mil dan di dalam perairan 12 mil yang menyangkut hak spesifik serta berhubungan dengan internasional. Pada PP Nomor 25 Tahun 2000 Pasal 3 Ayat 2 dijelaskan mengenai wewenang Pemerintah Pusat yang didesentralisasikan kepada Pemerintah Daerah, yang meliputi: 1 Penataan dan pengelolaan perairan laut provinsi; 2 eksplorasi dan eksploitasi, konservasi dan pengelolaan kekayaan laut sebatas wilayah laut kewenangan provinsi; 3 Konservasi dan pengelolaan plasma nutfah, spesifik lokasi dan suaka perikanan di wilayah laut kewenangan provinsi; 4 Pelayanan ijin usaha pembudidayaan dan penangkapan ikan pada perairan laut di wilayah laut kewenangan provinsi; dan 5 Pengawasan pemanfaatan sumber daya ikan di wilayah laut provinsi. Kabupaten Belitung telah lama dikenal sebagai daerah penghasil timah. Dalam pemerintahan Republik Indonesia, timah pernah menjadi primadona ekspor. Hasil galian tambang yang 95 persen dijual ke pasar Amerika dan Eropa ini, menyumbang devisa bagi negara bersama hasil tambang lainnya seperti minyak, gas bumi, dan aluminium. Namun, mulai tahun 1985 harga pasaran timah dunia terus merosot. Masa kejayaan timah lambat laun memudar. Keadaan ini memaksa PT Timah, badan usaha milik negara yang bergerak dalam industri pertambangan timah di Indonesia mengadakan restrukturisasi. Salah satu tindakan yang dilakukan perusahaan ini adalah membubarkan Unit Penambangan Timah Belitung UPT-Bel pada 29 April 1991. Kabupaten Belitung juga merupakan kabupaten kepulauan dengan 189 pulau besar dan kecil yang mengelilinginya. Wilayah seluas 34.496 km persegi ini terdiri dari 4.800 km persegi luas daratan dan 29.606 km persegi luas perairan. Kabupaten yang beribu kota Tanjung Pandan ini sebelumnya merupakan bagian dari Provinsi Sumatera Selatan. Namun, sejak UU pembentukan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang ditetapkan 21 November 2000, kabupaten berpenduduk sekitar 204.000 jiwa ini, bersama Kabupaten Bangka dan Kota Pangkal Pinang menjadi bagian provinsi ke-31 itu. Kabupaten Belitung memang beruntung, karena dikaruniai setumpuk potensi sumber daya alam. Misalnya selain timah, terdapat juga 85 juta ton kaolin, pasir kuarsa, pasir bangunan, dan tanah liat. Kekayaan alam lainnya adalah 23 perikanan dan tanaman perkebunan di sektor pertanian, seperti lada dan kelapa sawit. Potensi sumber daya perikanan tangkap di Kabupaten Belitung mencapai 500.000 tontahun, sedangkan perikanan budidaya adalah 1,3 juta tontahun seperti tampak pada Tabel 1. Ada sebanyak 15.686 rumah tangga nelayan menggantungkan hidup dari hasil laut di perairan ini. Selain kaya akan jenis ikan pelagis seperti ikan tenggiri, kakap dan ekor kuning, perairan wilayah ini juga memiliki jenis ikan demersal seperti ikan pari. Keberadaan ikan ini serta lokasi perairan yang bersifat terbuka, karena berhadapan langsung dengan Laut Cina Selatan sehingga menyebabkan nelayan asing tergiur diam-diam mengeruk isi perairan kabupaten ini. Tabel 1 Potensi Perikanan Tangkap dan Budidaya di Kabupaten Belitung tahun 2007 No. Uraian Luas Areal Potensi Produksi TonTahun Nilai Ekonomi x Rp. 1000 1. 2. Perikanan Tangkap Perikanan Budidaya 65.301 KM 2 170.691 Ha 123.202 903 1.061.621.838 19.661.816 J U M L A H - 124.105 1.081.283.654 Sumber: Kajiskan 2007

2.2 Pembentukan Sistem Pengembangan Perikanan

Upaya pengelolaan terhadap sumber daya perikanan haruslah dilakukan secara terpadu dan berkelanjutan. Sistem perikanan mencakup tiga subsistem utama, yaitu 1 sumber daya ikan dan lingkungannya, 2 sumber daya manusia beserta kegiatannya, dan 3 manajemen perikanan. Sumber daya ikan dan lingkungannya meliputi tiga komponen utama, yaitu ikan, ekosistem dan lingkungan biofisik. Sumber daya manusia terdiri dari empat komponen utama, yaitu nelayan dengan kegiatan produksi ikan, kegiatan pasca panen, distribusi, pemasaran dan konsumen, rumah tangga nelayan dan masyarakat perikanan, serta kondisi sosial, ekonomi dan budaya. Subsistem manajemen perikanan meliputi tiga komponen utama, yaitu perencanaan dan kebijakan perikanan, pengelolaan 24 perikanan, pengembangan dan penelitian. Sistem perikanan bersifat dinamis, komponen-komponennya mengalami perubahan sepanjang waktu Charles, 2001. Sistem yang akan dibentuk untuk mengoptimalkan pengelolaan sumber daya perikanan semestinya tidak hanya didekati dari satu arah saja, agar sistem yang terbentuk dapat obyektif sehingga akan melahirkan pemecahan masalah yang optimal dan tepat sasaran. Eriyanto 1999 mengemukakan bahwa pengkajian dengan menggunakan metode pendekatan sistem mencakup berbagai tahapan, yaitu analisis sistem, pemodelan sistem, implementasi sistem dan operasi sistem. Tahap analisis sistem pada dasarnya adalah upaya untuk dapat memahami kinerja dan tingkah laku sistem, identifikasi faktor-faktor penting yang akan mempengaruhi kinerja sistem, identifikasi permasalahan dan solusi yang mungkin. Analisis sistem mencakup enam tahapan, yaitu analisis kebutuhan, identifikasi sistem, formulasi masalah, pembentukan alternatif sistem, determinasi dari realitas fisik, sosial dan politik, serta penentuan kelayakan ekonomi dan finansial. Pemodelan sistem meliputi beberapa tahapan, yaitu seleksi konsep, rekayasa model, implementasi komputer, validasi model, analisis sensitivitas, analisis stabilitas dan aplikasi model. Sistem dikembangkan untuk mendukung fungsi-fungsi operasi, manajemen dan pengambilan keputusan. Pengembangan sistem berangkat dari suatu kebutuhan untuk memecahkan masalah-masalah yang terjadi. Untuk memecahkan masalah perlu disusun kerangka dalam bentuk tahapan-tahapan sebagai wadah berpikir dan bertindak, sehingga pemecahan masalah dapat lebih terarah. Tahapan utama siklus pengembangan sistem terdiri dari tahapan perencanaan sistem, analisis sistem, desain sistem, seleksi sistem, implementasi sistem dan perawatan sistem Simatupang, 1995. Hal penting dalam perikanan berkelanjutan sustainability fishery adalah tidak terbatas hanya pada penentuan jumlah tangkapan dan ketersediaan stok ikan, melainkan juga mencakup keseluruhan aspek perikanan. Keseluruhan aspek perikanan tersebut mulai dari ekosistem, struktur sosial dan ekonomi, hingga masyarakat perikanan dan lembaga pengelolaan perikanan. Keberlanjutan secara ekologi terkait dengan keberlanjutan penangkapan dan perlindungan terhadap sumber daya. Keberlanjutan secara sosial ekonomi, terkait dengan manfaat makro