Kondisi armada dan daerah penangkapan ikan di Kabupaten

68 Daerah penangkapan ikan di Kabupaten Belitung, sesuai dengan daerah penelitian terdapat di empat kecamatan yang tersebar di pesisir barat pulau Belitung, yaitu Kecamatan Sijuk, Kecamatan Tanjung Pandan, Kecamatan Badau dan Kecamatan Membalong. Perairan tempat penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan menyebar sampai ke pulau-pulau kecil yang terdapat di sekitar kecamatan-kecamatan itu, sehingga dalam melakukan penelitian, tidak dapat dilakukan spesifikasi secara detail asal muasal nelayan, karena mereka melakukan penangkapan ikan lebih diarahkan insting mereka sebagai nelayan tradisional dengan mempergunakan armada penangkapan yang mereka miliki. Pada Gambar 7 disajikan peta daerah penangkapan ikan yang terdapat di daerah penelitian. Di Kecamatan Sijuk lebih banyak dipakai alat tangkap ikan yang terdiri dari panjing tonda, sero dan bubu, sedangkan di Kecamatan Tanjung Pandan banyak digunakan payang, jaring insang hanyut JIH, sementara itu di Kecamatan Badau nelayan banyak mempergunakan trammel net dan di Kecamatan Membalong nelayan lebih senang mempergunakan pukat pantai dengan sistem arisan dan berkelompok. Dalam melakukan penangkapan ikan, nelayan mempergunakan bermacam-macam armada untuk menangkap ikan dan dilengkapi dengan alat tangkap ikan yang mereka miliki. Secara garis besar, armada penangkapan yang digunakan dalam kegiatan penangkapan ikan dapat dibagi dalam tiga kategori besar, yaitu armadaperahu tanpa motor, armadaperahu motor tempel, dan armadaperahu motor. Armadaperahu motor termasuk yang paling banyak dioperasikan di Kabupaten Belitung, yaitu rata-rata 1976 unit setiap tahunnya Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Belitung, 2008. Gambar 8 menyajikan jumlah armada penangkapan ikan yang dioperasikan selama periode 2000 – 2009 di Kabupaten Belitung, baik untuk armadaperahu tanpa motor, armadaperahu motor tempel, maupun armadaperahu motor. 69 500 1000 1500 2000 2500 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Tahun J u m la h A rm a d a P e ra h u u n it Perahu Tanpa Motor Perahu Motor Tempel Perahu Motor Gambar 8 Jumlah armada penangkapan yang dioperasikan selama periode tahun 2000 – 2009 di Kabupaten Belitung Berdasarkan Gambar 8, jumlah armadaperahu motor yang beroperasi setiap tahunnya di perairan Kabupaten Belitung di atas 1000 unit. Operasi armadaperahu motor dengan jumlah tertinggi terjadi pada tahun 2005 yaitu sekitar 2225 unit, sedangkan yang paling rendah terjadi pada tahun 2000, yaitu hanya 1637 unit. Banyaknya jumlah armada yang beroperasi pada tahun 2005 diduga karena kegiatan usaha perikanan berkembang dengan baik dan hasil tangkapannya meningkat, sehingga mendorong pertumbuhan jumlah armada penangkapan yang dibutuhkan. Jumlah armada penangkapan yang tinggi ini di tahun 2005 juga terjadi pada jenis armadaperahu tanpa motor dan armadaperahu motor tempel. Pada tahun 2005, armadaperahu tanpa motor dan armadaperahu motor tempel di Kabupaten Belitung masing-masing mencapai 530 unit dan 56 unit. Jumlah yang rendah pada awal periode tahun 2000-2001 untuk ketiga kategori armada penangkapan memberi indikasi belum berkembangnya secara maksimal usaha perikanan tangkap di lokasi. Hal ini bisa disebabkan oleh rendahnya pembinaan di kalangan nelayan, nilai produk perikanan yang rendah, perkembangan isu perikanan yang krusial di lokasi dan lainnya. Gambar 9 menyajikan kondisi jumlah armadaperahu tanpa motor dari jenis jukung dan perahu papan kecil selama periode tahun 2000 – 2009 di Kabupaten Belitung. t ri p 70 100 200 300 400 500 600 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Tahun J u m la h A rm a d a P e ra h u u n it Jukung Perahu Papan Kecil Gambar 9 Jumlah armadaperahu tanpa motor dari jenis jukung dan perahu papan kecil selama periode tahun 2000 – 2009 di Kabupaten Belitung Armadaperahu tanpa motor yang beroperasi di Kabupaten Belitung umumnya dari jenis jukung dan perahu papan kecil, sedangkan untuk perahu papan ukuran sedang dan besar tidak ada Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Belitung, 2008 dan Ditjen Perikanan Tangkap, 2009. Untuk perahu ukuran kecil, pada tahun 2002-2005 pernah tidak dioperasikan, namun pada tahun 2006-2009 berkembang lagi dengan jumlah yang signifikan, yaitu mencapai 441 unit pada tahun 2006. Hal ini diduga karena pola penangkapan yang berubahbelum stabil di lokasi sehingga memberi peluang untuk tumbuh dan tenggelamnya sarana pendukung penangkapan yang digunakan. Pada tahun 2002- 2005 jukung berkembang baik di Kabupaten Belitung, namun turun kembali pada tahun 2006 – 2009 seiring dengan bertambahnya perahu papan kecil. Melihat kondisi seperti ini, diduga jukung dan perahu papan kecil mempunyai fungsi yang relatif sama, sehingga dapat disubstitusikan dalam mendukung kegiatan perikanan tangkap di lokasi. Dalam kaitan dengan armadaperahu motor, armada yang beroperasi di Kabupaten Belitung berukuran maksimum 20 – 30 GT Gross Tonnes. Gambar 10 menyajikan kondisi jumlah armadaperahu motor dari ukuran 5 GT, 5-10 GT, 10-20 GT, dan 20-30 GT selama periode tahun 2000 – 2009 di Kabupaten Belitung. t ri p 71 500 1000 1500 2000 2500 1998 2000 2002 2004 2006 2008 2010 Tahun J u m la h A rm a d a P e ra h u u n it 5 GT 5-10 GT 10-20 GT 20-30 GT Gambar 10 Jumlah armadaperahu motor dari ukuran 5 GT, 5-10 GT, 10-20 GT, dan 20-30 GT selama periode 2000 – 2009 di Kabupaten Belitung Berdasarkan Gambar 10, diketahui bahwa sebagian besar armadaperahu motor yang beroperasi di Kabupaten Belitung mempunyai ukuran 5 GT. Hal ini sekaligus memberi penegasan bahwa dominasi perahu motor dalam kegiatan perikanan tangkap di Kabupaten Belitung sebagian besar merupakan kontribusi armada 5 GT ke bawah. Armadaperahu motor dengan ukuran 10-20 GT paling banyak kedua di Kabupaten Belitung. Armada dengan ukuran ini banyak digunakan dalam operasi alat tangkap skala menengah seperti pancing tonda dan jaring insang.

4.2. Perkembangan Nelayan

Kemajuan sektor perikanan sangat tergantung terhadap kondisi nelayan. Bagaimana kebijakan pembangunan ekonomi kelautan yang akan dikembangkan, tidak bisa melepaskan diri dari tersedianya nelayan. Untuk itu perlu sejumlah agenda untuk pemberdayaan nelayan. Arif Satria, 2004 Pertama, perlu diupayakan skim kredit lunak dan teknologi untuk meningkatkan produktifitas nelayan, sehingga nelayan mampu menjadi tuan rumah di lautnya sendiri. Kedua,memacu peningkatan kualitas SDM nelayan, tidak saja pengetahuan, tetapi juga ketrampilan serta kesehatan baik fisik maupun mental. Ketiga, mengembangkan institusi ekonomi di masyarakat nelayan, untuk menciptakan tr ip 72 ketahanan ekonomi menghadapi dinamika perubahan luar. Keempat, memperkuat jaringan nelayan untuk membangun kerjasama dan saling pengertian antar masyarakat nelayan, khususnya dalam hal pemanfaatan sumber daya. Hal ini mengingat bahwa kegiatan perikanan adalah lintas wilayah administratif. Jaringan ini diarahkan untuk terintegrasi dalam pengelolaan sumber daya, agar tidak terjadi konflik antar nelayan. Secara umum, nelayan di Kabupaten Belitung terbagi dalam tiga kategori, yaitu nelayan tetap, nelayan sambilan, dan nelayan sambilan tambahan. Nelayan yang bekerja tetap merupakan nelayan yang menjadikan kegiatan penangkapan ikan sebagai sumber penghasilan utama bagi keluarganya. Nelayan sambilan merupakan nelayan yang sebenarnya punya pekerjaan tetap, namun bila tidak ada kesibukan di pekerjaan tetap, mereka akan ikut secara serius bekerja pada kegiatan penangkapan ikan. Di Kabupaten Belitung, pekerjaan tetap dari nelayan sambilan ini biasanya bertani, berkebun atau buruh di perusahaan swasta. Nelayan sambilan merupakan nelayan yang sudah punya pekerjaan tetap dan pekerjaan sambilan bila ada waktu luang, namun bila pekerjaan tetap dan pekerjaan sambilan sedang off, mereka akan melakukan kegiatan penangkapan ikan Pramono, 2005. Atau mereka juga bisa merupakan remaja yang menyempatkan diri ikut menangkap ikan pada saat libur sekolah yang tidak digunakan untuk bermain. Di Kabupaten Belitung, nelayan sambilan tambahan ini biasanya dari kalangan pedagang di pasar, petani yang mempunyai usaha sambilan di rumah, dan kalangan remaja. Nelayan tersebut dapat mengikuti usaha perikanan tangkap yang berbeda- beda dari waktu ke waktu, tergantung pada peluang yang ada. Misalnya nelayan sero, kadang juga mengikuti usaha perikanan jaring insang hanyut JIH bila kondisi arus laut kurang baik dan migrasi ikan yang ditangkap sero tidak begitu banyak. Nelayan Kabupaten Belitung punya kebiasaan selalu mengikutkan anak, saudara dan teman dekat pada usaha perikanan tangkap yang mereka jalankan bila mereka membutuhkan pekerjaan. Hal ini tentu memberi dampak sosial yang baik karena dapat meminimalisasi pengangguran dan konflik sosial lainnya. Tabel 3 menyajikan komposisi jumlah nelayan yang bekerja tetap, sambilan, dan sambilan tambahan periode tahun 2000 – 2009 di Kabupaten Belitung.