Pengelolaan Perikanan Indonesia Menurut Wilayah Pengelolaan Perairan WPP

20 Keempat, WPP-RI 711 meliputi perairan Selat Karimata, Laut Natuna, dan Laut China Selatan; Kelima, WPP-RI 712 meliputi perairan Laut Jawa; Keenam, WPP- RI 713 meliputi perairan Selat Makasar, Teluk Bone, Laut Flores, dan Laut Bali; Ketujuh, WPP-RI 714 meliputi perairan Laut Sulawesi dan sebelah utara Pulau Halmahera; Kedelapan, WPP-RI 715 meliputi perairan Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram dan Teluk Berau; Kesembilan, WPP-RI 716 meliputi perairan Laut Sulawesi dan sebelah utara pulau Halmahera; Kesepuluh, WPP-RI 717 meliputi perairan Teluk Cendrawasih dan Samudera Pasifik; Kesebelas, WPP-RI 718 meliputi perairan Laut Aru, Laut Arafuru, dan Laut Timor bagian timur. Setiap WPP pada prinsipnya memiliki karakteristik yang berbeda, dimana WPP di bagian timur umumnya memiliki potensi sumber daya ikan pelagis besar sehingga armada yang beroperasi relatif lebih besar dibandingkan di WPP bagian barat yang sebagian besar potensi sumber daya ikannya adalah jenis ikan pelagis kecil. Namun demikian, dilihat dari tingkat kepadatan nelayan, WPP bagian barat relatif lebih padat dibandingkan bagian timur sehingga di WPP bagian timur banyak terjadi kegiatan illegal fishing karena besarnya potensi sumber daya ikan yang dimiliki di wilayah tersebut. Oleh karena itu, WPP bagian timur sering disebut sebagai golden fishing ground, seperti Laut Arafura, Laut Sulawesi dan Samudra Pasifik. Nama perairan yang tidak disebut dalam pembagian WPP-RI diatas, tetapi berada di dalam suatu WPP-RI merupakan bagian dari WPP-RI tersebut. Sedangkan WPP-RI yang disebut dalam Peta WPP-RI dan Peta serta diskripsi masing-masing WPP-RI yang memuat kode, wilayah perairan, dan batas dari masing-masing wilayah pengelolaan. Secara khusus untuk kegiatan penangkapan ikan, dalam peraturan ini disebutkan bahwa penentuan daerah penangkapan dalam perizinan usaha perikanan tangkap agar menyesuaikan pada WPP-RI baru dalam kurun waktu paling lambat 3 tiga tahun. Penataan WPP hanya merupakan salah satu faktor essensial untuk menata sumber daya perairan. Langkah selanjutnya adalah tetap dilakukan pengkajian stok ikan pada setiap WPP. Atas dasar hasil kajian tersebut maka ditetapkan jenis alat tangkap dan jumlahnya yang dapat diizinkan, dan bila perlu waktu 21 penangkapan yang dialokasikan, atau waktu yang dilarang untuk dilakukan penangkapan ikan open and close system. Manajemen penangkapan ikan tersebut pada beberapa WPP sudah sangat mendesak untuk dilaksanakan karena indikasi dan fakta lebih tangkap telah nyata terdeteksi. Penerapan kebijakan ini tentu tidak sederhana, karena kenyataan yang ada tidak mudah mengalihkan mata pencaharian nelayan tradisional yang sudah terlanjur banyak. Pemindahan lokasi nelayan juga menghadapi masalah kultural, sosial, dan pemasaran. Di beberapa negara telah dilakukan pembelian terhadap kapal nelayan oleh pemerintah guna dimoratorium, untuk melakukan solusi kelestarian sumber daya perairan. Yang pasti Code of Conduct for Responsible Fisheries harus kita wujudkan, paling tidak secara bertahap, guna kesejahteraan nelayan dan bangsa kita, baik saat ini maupun pada masa yang akan datang.

2.1.3 Pengelolaan Perikanan di Kabupaten Belitung

Adanya UU Nomor 12 Tahun 2008 mengenai Pemerintah Daerah, kewenangan yang ada di Pemerintah Pusat diharapkan dapat terdistribusi atau didesentralisasikan kepada pemerintah daerah. Kewenangan pemerintah daerah di wilayah kelautan sebagaimana disebutkan pada Pasal 18, meliputi: 1 Eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan pengelolaan kekayaan laut; 2 Pengaturan administratif; 3 Pengaturan tata ruang; 4 Penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh daerah atau yang dilimpahkan kewenangannya oleh pemerintah; 5 Ikut serta dalam pemeliharaan keamanan; dan 6 Ikut serta dalam pertahanan kedaulatan negara. Sedangkan pada Peraturan Pemerintah PP Nomor 25 Tahun 2000 Pasal 2 Ayat 2 dinyatakan bahwa kewenangan Pemerintah Pusat mencakup: 1 Penetapan kebijakan dan pengaturan eksplorasi, konservasi, pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam perairan di luar perairan 12 mil, termasuk perairan nusantara dan dasar lautnya serta ZEE Indonesia dan landas kontinen; 2 Penetapan kebijakan dan pengaturan pengelolaan dan pemanfaatan benda berharga dari kapal tenggelam di luar perairan 12 mil; 3 Penetapan kebijakan dan pengaturan batas-batas maritim yang meliputi batas-batas daerah otonom di laut dan batas-batas ketentuan hukum laut internasional; 4 Penetapan standar pengelolaan pasir, pantai dan pulau-pulau kecil; dan 5 Penegakan hukum 22 di wilayah laut di luar 12 mil dan di dalam perairan 12 mil yang menyangkut hak spesifik serta berhubungan dengan internasional. Pada PP Nomor 25 Tahun 2000 Pasal 3 Ayat 2 dijelaskan mengenai wewenang Pemerintah Pusat yang didesentralisasikan kepada Pemerintah Daerah, yang meliputi: 1 Penataan dan pengelolaan perairan laut provinsi; 2 eksplorasi dan eksploitasi, konservasi dan pengelolaan kekayaan laut sebatas wilayah laut kewenangan provinsi; 3 Konservasi dan pengelolaan plasma nutfah, spesifik lokasi dan suaka perikanan di wilayah laut kewenangan provinsi; 4 Pelayanan ijin usaha pembudidayaan dan penangkapan ikan pada perairan laut di wilayah laut kewenangan provinsi; dan 5 Pengawasan pemanfaatan sumber daya ikan di wilayah laut provinsi. Kabupaten Belitung telah lama dikenal sebagai daerah penghasil timah. Dalam pemerintahan Republik Indonesia, timah pernah menjadi primadona ekspor. Hasil galian tambang yang 95 persen dijual ke pasar Amerika dan Eropa ini, menyumbang devisa bagi negara bersama hasil tambang lainnya seperti minyak, gas bumi, dan aluminium. Namun, mulai tahun 1985 harga pasaran timah dunia terus merosot. Masa kejayaan timah lambat laun memudar. Keadaan ini memaksa PT Timah, badan usaha milik negara yang bergerak dalam industri pertambangan timah di Indonesia mengadakan restrukturisasi. Salah satu tindakan yang dilakukan perusahaan ini adalah membubarkan Unit Penambangan Timah Belitung UPT-Bel pada 29 April 1991. Kabupaten Belitung juga merupakan kabupaten kepulauan dengan 189 pulau besar dan kecil yang mengelilinginya. Wilayah seluas 34.496 km persegi ini terdiri dari 4.800 km persegi luas daratan dan 29.606 km persegi luas perairan. Kabupaten yang beribu kota Tanjung Pandan ini sebelumnya merupakan bagian dari Provinsi Sumatera Selatan. Namun, sejak UU pembentukan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang ditetapkan 21 November 2000, kabupaten berpenduduk sekitar 204.000 jiwa ini, bersama Kabupaten Bangka dan Kota Pangkal Pinang menjadi bagian provinsi ke-31 itu. Kabupaten Belitung memang beruntung, karena dikaruniai setumpuk potensi sumber daya alam. Misalnya selain timah, terdapat juga 85 juta ton kaolin, pasir kuarsa, pasir bangunan, dan tanah liat. Kekayaan alam lainnya adalah