Rumusan Kebijakan Strategis Pembangunan Perikanan Tangkap

151 basis di empat wilayahkecamatan potensial di Kabupaten Belitung. Pengembangan perikanan seperti ini dapat berkembang pesat karena mempunyai kesesuaian wilayah dan mendapat dukungan penuh dari masyarakat nelayan sekitar sebagai pelaku utamanya. b. Pemerintah Daerah perlu mengembangkan kebijakan yang menyelamatkan pemasaran produk perikanan daerah, terutama bila kondisi ekonomi dan keuangan global tidak stabil. Hal ini dapat dilakukan antara lain dengan mengurangi pajak dan retribusi perikanan sehingga nelayan dapat menjual produk perikanan tersebut dengan harga yang bersaing namun tetap mendapatkan keuntungan yang layak. c. Perlu dilakukan penyelamatan terhadap usaha perikanan unggulan yang ada pada wilayah basis terutama pada kondisi ekonomi dan keuangan global yang terpuruk, sehingga dapat terus bertahan. Hal ini misalnya dengan memberi kemudahan pengurusan perijinan usaha dan pengurangan biaya administrasi usaha. Perlindungan yang lemah pada usaha perikanan unggulan dapat menurunkan secara drastis kontribusi perikanan bagi pembangunan di Kabupaten Belitung. Salah satu instrumen deteksi pengaruh kebijakan regional yang dapat digunakan untuk penyelamatan usaha perikanan adalah dengan pendekatan minimum requirement approach MRA sebagaimana dikemukakan oleh Fauzi 2010. Instrumen ini dapat melengkapi instrumen location quotion LQ yang telah dikemukakan sebelumnya dan biasa dikenal di ekonomi regional. Pada prinsipnya konsep MRA berhubungan dengan teori basis ekonomi economic base theory, karena salah satu output dari MRA adalah pengganda basis yang menunjukan koefisien basis ekonomi. Nilai tersebut dapat dijadikan dasar bagi pengambilan keputusan atau kebijakan disektor perikanan. d. Perlu dikembangkan kebijakan yang bersifat mengantisipasi kondisi kontroversial suatu kebijakan nasional bila diberlakukan di kawasan. Dalam lingkup regional, perlu ditetapkan langkah antisipasi terhadap kebijakan moneter yang kontroversial, sedangkan dalam lingkup mikro Kabupaten Belitung perlu diambil langkah antisipasi terhadap kebijakan fiskal yang dapat merugikan usaha perikanan tangkap yang dilakukan nelayan sekitar. 152 Dalam kaitan dengan trade perdagangan, Pemerintah Daerah juga perlu membuat kebijakan sektoral yang merupakan turunan dari kebijakan nasional terkait usaha ekonomi, sehingga pelaku trade perdagangan produk perikanan di kawasan mempunyai panduan dalam melaksanakan bisnis perikanan. Terhadap kebijakan nasional yang dianggap terlalu kaku, Pemerintah Daerah harus dapat memberi pemecahan yang tepat sesuai dengan kewenangannya sehingga kegiatan trade perdagangan tersebut dapat terus berjalan dan mendukung pembangunan perikanan tangkap Kabupaten Belitung dan regional Provinsi Bangka Belitung. e. Pemerintah Daerah perlu mengembangkan jalur-jalur perdagangan produk perikanan yang permanen dan jangka panjang, dimana Pemerintah Daerah harus mengambil peran lebih baik tidak hanya sebagai pengawas perdagangan produk, tetapi juga bisa membuat Memorandum of Understanding MoU atau kesepakatan perdagangan produk dengan pasar-pasar strategis seperti dengan Singapura, Batam, dan Jakarta. Hal ini penting agar semua usaha perikanan yang ada baik besar maupun kecil mempunyai kepastian pasar terhadap produk perikanan yang dihasilkannya. Pemerintah Daerah kemudian secara intensif mensosialisasikan standar dan ketentuan penanganan produk yang dipersyaratkan. Bila hal ini bisa dilakukan, maka potensi perikanan regional seperti dari Kabupaten Bangka Selatan, Kabupaten Belitung Timur dan lainnya dapat ditarik untuk memanfaatkan jalur perdagangan tersebut. f. Perlu diciptakannya kondisi yang kondusif untuk terlaksananya kegiatan pelayanan jasa di kawasan, baik jasa pelabuhan, transportasi udara, darat, dan laut, jasa komunikasi, dan jasa pelayanan lainnya. Dalam konteks ekonomi regional, hal ini dapat dilakukan dengan pemberian jaminan usaha kepada investor terutama yang berasal dari luar untuk menggerakkan aktivitas ekonomi kawasan terutama di sektor perikanan, mengembangkan produk berkualitas yang bisa dilepas ke pasar nasional dan global, meningkatkan intensitas perdagangan antar daerah dalam regional Provinsi Bangka Belitung, mengintensifkan kegiatan promosi potensi daerah terutama di sektor perikanan kepada masyarakat luas, dan lainnya. 153 g. Menciptakan iklim investasi yang kondusif dan mendorong investasi ramah sosial, terutama dalam soal stabilitas keamanan, kelengkapan infrastruktur, aturan birokrasi serta mudahnya untuk mendapatkan data dan informasi yang akurat, baik menyangkut data potensi produk, wilayah dan pasar, sehingga pihak investor tidaklah menjadi sulit untuk mengembangkan usahanya terutama di bidang perikanan. h. Dalam perencanaan pengembangan perikanan yang berkelanjutan ke depan, pemerintah daerah juga perlu mengamati indikator kapasitas perikanan melalui pengukuran pemanfaatan kapasitas Capacity Utilization=CU seperti yang dikemukakan Fauzi 2010. CU merupakan rasio antara output aktual observed output dengan output sesuai kapasitas capacity output. Jika rasionya lebih kecil dari satu CU1 menunjukkan terjadinya excess capacity kapasitas lebih, yaitu perbedaan antara ouput potensial maksimum dengan produksi aktual, sedangkan bila kebalikannya yaitu 1CU menunjukkan ouput yang dapat dihasilkan jika kapasitas eksistensi digunakan secara optimal. Dengan melakukan pengukuran capacity utilization CU, maka dapat ditentukan investasi yang tepat bagi pengembangan sektor perikanan. Selain itu daya dorong sektor perikanan perlu dikembangkan dengan memberikan insentif fiskal bagi sektor perikanan. 8 KESIMPULAN DAN SARAN 8.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan yang dilakukan dalam penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut, Stok sumberdaya ikan pelagis besar, ikan pelagis kecil, ikan demersal, udang dan biota laut non ikan masih memadai dalam mendukung pengembangan perikanan terpadu di Kabupaten Belitung, yang ditunjukkan oleh nilai MSY yang cukup tinggi dengan tingkat pemanfaatan yang masih di bawah 100 . Nilai MSY dan tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan Kabupaten Belitung adalah 50099,16 ton dan 19,91 untuk ikan pelagis besar, 7237,78 ton dan 77,56 untuk ikan pelagis kecil, 10671,05 ton dan 49,58 untuk ikan demersal, serta 2102,80 ton dan 38,34 untuk udang dan biota laut non ikan. Jenis usaha perikanan tangkap yang layak dan dapat dijadikan unggulan di Kabupaten Belitung adalah pancing tonda, payang, jaring insang hanyut JIH, sero, pukat pantai, bubu, dan trammel net. Ketujuh jenis usaha perikanan tangkap tersebut mempunyai nilai NPV, BC ratio, IRR, ROI, dan PP yang sesuai dengan standar yang dipersyaratkan. Hasil analisis kewilayahan menunjukkan Kecamatan Sijuk dapat menjadi wilayah basis pengembangan usaha perikanan pancing tonda, sero, dan bubu, Kecamatan Tanjung Pandan menjadi wilayah basis pengembangan usaha perikanan payang dan jaring insang hanyut JIH, Kecamatan Badau menjadi wilayah basis pengembangan usaha perikanan trammel net, dan Kecamatan Membalong menjadi wilayah basis pengembangan pukat pantai. Di wilayah basisnya, usaha perikanan pancing tonda, sero, bubu, payang dan jaring insang hanyut JIH, trammel net, dan pukat pantai mempunyai nilai LQ masing-masing 2,49, 1,32, 1,61, 1,88, 184, 2,83, dan 5,40, sedangkan nilai pertumbuhan tenaga kerja masing-masing 165 orangtahun, 140 orangtahun, 176 orangtahun, 173 orangtahun, 182 orangtahun, 77 orangtahun, dan 31 orangtahun. Beberapa kebijakan strategis yang dianggap perlu bagi pembangunan perikanan tangkap terpadu sebagai trade-off ekonomi yang tepat di kawasan 156 adalah: 1 kebijakan teknis pengembangan perikanan berdasarkan wilayah basis, 2 kebijakan penyelamatan pemasaran produk perikanan daerah dan usaha perikanan unggulan terutama bila kondisi ekonomi dan keuangan global tidak stabil, 3 kebijakan antisipasi kondisi kontroversial suatu kebijakan nasional bila diberlakukan di kawasan, 4 kebijakan pengembangan jalur-jalur perdagangan produk perikanan yang permanen dan jangka panjang, dimana Pemerintah Daerah mengambil peran aktif sebagai pengawas dan penggagas kesepakatan perdagangan dengan pasar-pasar strategis, dan 5 Kebijakan yang menjamin terciptanya kondisi kondusif kegiatan pelayanan jasa yang mendukung pembangunan perikanan baik jasa pelabuhan, transportasi udara, darat, dan laut, jasa komunikasi, dan jasa pelayanan lainnya.

8.2 Saran

Beberapa hal yang dapat disarankan terkait penelitian ini adalah : 1. Stok sumberdaya ikan yang ada perlu dibakukan oleh Pemerintah Daerah agar dapat dijadikan rujukan teknis dalam setiap upaya pemanfaatan di perairan Kabupaten Belitung. 2. Dalam mengembangkan sektor perikanan di daerah, hendaknya memperhatikan keterkaitan dengan aspek makro yakni kebijakan fiskal dan moneter serta keterkaitan dengan regional development 3. Tujuh usaha perikanan tangkap yang layak dan unggulan hendaknya dijadikan sebagai sasaran utama pembangunan perikanan, dan wilayah basisnya hendaknya sesuai dengan lokasi pilot project pembangunan tersebut, sehingga mendapat dukungan penuh dari masyarakat dan bertahan lama. 4. Supaya dapat diaplikasikan secara nyata, kebijakan strategis pembangunan perikanan tangkap terpadu, harus memperhatikan ketersediaan sumber daya dan dinamika usaha yang terjadi di daerah. 5. Penelitian lanjutan diharapkan menjelaskan aspek kewilayahan berdasarkan kondisi biofisik perairan, dengan memperhatikan pula variable lainnya seperti kegiatan ekonomi penunjang dan pesaing yang ada. DAFTAR PUSTAKA Aarset, B. and S. Jakobsen. 2009. Political regulation and radical institutional change: The case of aquaculture in Norway. Marine Policy 33:280– 287 Andrianto, L. 2006. Agenda Makro Revitalisasi Perikanan yang Berkelanjutan. Inovasi 612:23-29. Ayodhyoa, A.U. 1981. Metode Penangkapan Ikan. Yayasan Dewi Sri. Bogor, hal 97. Aziz, K.A. 1989. Pendugaan Stok Populasi Ikan Tropis. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. Institut Pertanian Bogor. Bogor, hal 251. Bahari, R. 1989. Peran Koperasi Perikanan dalam Pengembangan Perikanan Rakyat. Prosiding Temu Karya Ilmiah Perikanan Rakyat. Jakarta, 18 – 19 Desember 1989. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertaninan. Jakarta, hal 3 dan 7. Barus, H.R., Badrudin dan N. Naamin. 1991. Prosiding Forum II Perikanan, Sukabumi, 18 – 21 Juni 1991. Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta, hal 27. Brady, M.and W. Staffan. 2009. Fixing problems in fisheries - integrating ITQs, CBM and MPAs in management. Marine Policy:258–263 Charles, A.T., 2001, Suistainable Fishery Systems, Canada, Blackwell Science Ltd:370. Clark, C.W., 1985, Bioeconomic Modelling and Fisheries Management, Canada, John Wiley and Sons:399-407. Cochrane, K. L. 2002. A Fishery Manager’s Guidebook. Management Measures and Their Application. Senior Fishery Resources Officer. Fishery Resources Division, FAO Fisheries Department. Rome. 231p. Crosoer, D., L.v. Sittert and S. Ponte. 2006. The integration of South African fisheries into the global economy: Past, present and future. Marine Policy 30:8–29 Dahuri, R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut: Aset Pembangunan Berkelanjutan Indonesia. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 411 hal.