Pengembangan kebijakan terkait moneter dan fiskal

137 perikanan tangkap tersebut, sehingga tidak terpengaruh oleh berbagai perubahan ekonomi dan keuangan yang terjadi di luar. Dalam model micro-macro link II yang dikembangkan dalam penelitian ini Gambar 33, kondisi fiskal dapat mempengaruhi beberapa hal yang terkait dengan pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Belitung. Kondisi moneter tidak mempunyai hubungan langsung terhadap pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Belitung. Moneter lebih mengarah pada pengaturan jumlah uang yang beredar, dan pelaku usaha perikanan tangkap di Kabupaten Belitung tidak peduli hal-hal seperti itu, begitu juga masyarakat setempat yang menjadi konsumen perikanan tangkap Kabupaten Belitung, sehingga tidak begitu berpengaruh dengan perubahan kebijakan pemerintah di bidang moneter. Tabel 17 menyajikan koefisien pengaruh langsung direct effect, pengaruh tidak langsung indirect effect, dan pengaruh total total effect dalam interaksi link kondisi fiskal. Tabel 17 Koefisien pengaruh langsung, tidak langsung, dan pengaruh total dalam interaksi link kondisi fiskal Komponen Direct Effects DE Indirect Effects IE Total Effects TE Trade Kebijakan_Nasional Ekonomi_Regional Babel Usaha_Perikanan_Belitung Fiskal Growth X3 X6 0.079 0.079 X5 0.301 0.301 Moneter Ser Base Res Base Wilayah Basis -0.073 -0.073 X1 X2 X4 Sumber: Hasil analisis model 2010 138 Berdasarkan Tabel 17, dalam lingkup makro, kebijakan fiskal Indonesia berpengaruh terhadap pertumbuhan market output X5, pertumbuhan market input X6, dan wilayah basis di Kabupaten Belitung, yaitu dengan koefisien pengaruh masing-masing 0,079 ; 0,301 ; dan -0,073. Oleh karena pengaruh tidak langsung tidak ada, maka pengaruh langsung tersebut menjadi pengaruh total kebijakan fiskal pada pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Belitung. Pengaruh kebijakan fiskal terhadap pertumbuhan market output X5, pertumbuhan market input X6 bersifat positif, sehingga menunjukkan bahwa kebijakan fiskal yang ada cenderung mendukung pemasaran produk perikanan Kabupaten Belitung baik dalam bentuk segar maupun olahan, dan juga pemasaran barang-barang kebutuhan produksi perikanan seperti pemasaran bahan alat tangkap, pendukung penangkapan, bahan bakar minyak, perbekalan melaut dan lainnya. Pengaruh kebijakan fiskal bersifat negatif terhadap wilayah basis, yang menunjukkan bahwa kebijakan fiskal yang mendiskreditkan kepentingan usaha perikanan yang berkembang dengan basis wilayah dan lokal di Kabupaten Belitung. Menurut Nikijuluw 2002 dan Fauzi 2005, kebijakan perikanan perlu mengayomi kepentingan utama perikanan yang ada di kawasan perikanan sehingga lebih membawa manfaat di lokasi. Tabel 18 menyajikan probabilitas pengaruh interaksi link kebijakan fiskal. Tabel 18 Probabilitas pengaruh interaksi link kondisi fiskal Link Estimate S.E. C.R. P Label X5 -- Fiskal 0.301 0.099 3.059 0.002 par-14 X6 -- Fiskal 0.079 0.134 0.591 0.555 par-15 Wilayah Basis -- Fiskal -0.073 0.026 -2.816 0.005 par-20 Berdasarkan Tabel 18, probabilitas pengaruh interaksi link kondisi fiskal terhadap pertumbuhan market output X5 dan wilayah basis bersifat signifikan P 0,05, sedangkan terhadap pertumbuhan market input X6 tidak signifikan P 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan fiskal yang diambil pemerintah sangat berpengaruh terhadap pemasaran produksi perikanan dan perkembangan usaha perikanan unggulan di wilayah basis. 139 Terkait dengan ini, maka Pemerintah Daerah perlu mengembangkan kebijakan yang menyelamatkan pemasaran produk perikanan daerah bila kondisi ekonomi dan keuangan global tidak stabil, seperti dengan mengurangi pajak dan retribusi perikanan sehingga nelayan dapat menjual produk perikanan tersebut dengan harga yang bersaing namun tetap mendapatkan keuntungan yang layak. Menurut Sen 1991, masyarakat kecil termasuk dari kalangan nelayan, umumnya tekun menjalankan suatu pekerjaan selama kebutuhan keluarganya layak. Bila hal ini dilakukan, maka kegiatan perikanan di Kabupaten Belitung akan berkembang pesat dan secara nyata menjadi andalan perekonomian kawasan. Nilai koefisien pengaruh 0,301 paling tinggi diantara 3 pengaruh lainnya menunjukkan kemungkinan tersebut. Secara khusus, pemerintah daerah juga perlu menyelamatkan tujuh usaha perikanan unggulan pancing tonda, payang, jaring insang hanyut JIH, sero, pukat pantai, bubu, dan trammel net yang ada pada wilayah basis misalnya dengan memudahkan pengurusan perijinan usaha dan pengurangan biaya administrasinya sehingga usaha perikanan unggulan tersebut dapat terus berkembang terutama pada kondisi ekonomi dan keuangan global yang terpuruk. Hal ini perlu dilaksanakan dengan serius oleh pemerintah daerah bila pembangunan perikanan tangkap dilakukan di lokasi. Perlindungan yang lemah pada usaha perikanan unggulan di wilayah basis dapat menjadi sumber demotivasi nelayan yang berakibat pada enggannya nelayan untuk melaut. Bila hal ini terjadi, tentu akan dapat menurunkan secara drastis kontribusi perikanan bagi pembangunan Kabupaten Belitung. Wilayah basis merupakan wilayah yang saat ini menjadi basis atau tempat berkumpulnya banyak nelayan untuk menjalankan usaha perikanan tangkap tertentu, bila mereka tidak dilindungi, maka dampaknya akan besar bagi perekenomian kawasan. Kebijakan yang melindungi usaha perikanan yang mereka jalankan menjadi hal penting dan perlu dilakukan segera, termasuk dalam mensiasati kondisi keuangan global yang tidak menentu.

7.2.3 Pengembangan kebijakan yang mendukung kebijakan nasional yang

sudah ada 140 Dalam kaitan dengan kebijakan nasional yang sudah ada, pengembangan kebijakan strategis terkait pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Belitung hendaklah seirama dan mendukung kebijakan nasional, seiring dengan era globalisasi yang telah mulai tampak mempengaruhi percepatan perkembangan teknologi, kecuali adanya kondisi khusus, misalnya adanya bencana alam, peperangan, konflik sosial, pemekaran daerah, dan lainnya. Pada kondisi khusus tersebut, kebijakan nasional tertentu bisa saja tidak diberlakukan untuk memberi ruang bagi penanganan yang lebih cepat dan tepat. Globalisasi menyebabkan kebijakan nasional yang diterapkan tidak dapat dibatasi hanya berlaku pada tataran tertentu saja, apalagi kalau kaitannya dengan ekonomi nasional, yang akan terintegrasi dalam ekonomi global. Persaingan nanti bukan lagi antar negara, melainkan antar unit ekonomi produksi karena dalam ekonomi global pengertian asal-muasal suatu produk akan menjadi kabur dan merupakan rangkaian unit-unit produksi yang mata rantai proses produksinya bisa saja berada di perbagai penjuru dunia. Ginandjar Kartasasmita, 1996 Kondisi yang disebutkan di atas merupakan kondisi ideal pelaksanaan suatu kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Namun demikian, menurut Saaty 1993 dan Kusumastanto 2003, kebijakan nasional bisa saja dikoreksi bila dianggap kurang relevan dengan perkembangan normal yang ada di suatu kawasan. Dalam pengelolaan sumberdaya laut secara berkesinambungan, perlu dirumuskan suatu kebijakan yang memihak kepada kepentingan masyarakat nelayan dengan asumsi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayan.Terlebih dalam pemanfaatan kawasan oleh berbagai pihak, yang sering menimbulkan konflik kepentingaan, sehingga masyarakat lokal harus menghadapi kenyataan pahit, karena tidak memiliki kuasa untuk menolak penetrasi kepentingan pemilik modal. Akibatnya, perubahan-perubahan struktural yang terjadi di kawasan, justru memarginalkan posisi sosial masyarakat nelayan setempat. Hal ini menjadi tanggung jawab semua pihak termasuk kalangan peneliti untuk memberikan masukan yang dibutuhkan. Mengenai kebijakan nasional yang ada hubunganya dengan pendapatan nasional, secara terus menerus akan terjadi fluktuasi pendapatan yang disebabkan oleh pergeseran permintaan dan penawaran jangka pendek, sehingga akan berpengaruh dengan penggunaan