Pengelolaan Perikanan Menurut Ketentuan Hukum Indonesia

17 dan kesempatan kerja, 4 meningkatkan ketersediaan dan konsumsi sumber protein ikan, 5 mengoptimalkan pengelolaan sumber daya ikan, 6 meningkatkan produktivitas, mutu, nilai tambah dan daya saing, 7 meningkatkan ketersediaan bahan baku untuk industri pengolahan ikan, 8 mencapai pemanfaatan sumber daya ikan, lahan pembudidayaan ikan, dan lingkungan sumber daya ikan secara optimal, serta 9 menjamin kelestarian sumber daya ikan, lahan pembudidayaan ikan dan tata ruang. Peraturan internasional yang berlaku seperti Code of Conduct Responsible Fisheries CCRF mengamanatkan kepada negara-negara di dunia untuk melakukan pemanfaatan sumber daya perikanan secara bertanggungjawab. Perlu disadari, bahwa sesungguhnya pengelolaan sumber daya ikan bukanlah mengatur sumber daya ikan semata, namun yang lebih penting adalah bagaimana mengantisipasi perilaku nelayan sehingga sejalan dengan kebijakan yang diterapkan. Bahwa pengelolaan perikanan dapat juga merupakan upaya yang dinamis, yaitu sesuai dengan perspektif para stakeholders yang senantiasa berkembang. Sebagai implikasi dari perkembangan perspektif tersebut, penyesuaian atau perubahan dapat terjadi pada tujuan, strategi dan kegiatan pengelolaan perikanan. Pada saat kekayaan alam dianggap sebagai milik rakyat maka muncul perhatian agar sumber daya perikanan memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat luas, tidak hanya para pelaku utama. Hal ini diwujudkan misalnya dalam bentuk retribusi, pajak, dan sebagainya. Oleh karena itu pengelolaan perikanan saat ini bertujuan untuk melestarikan sumber daya perikanan dan kondisi lingkungan, memaksimumkan manfaat ekonomi sumber daya perikanan, dan memastikan diterapkannya keadilan terhadap para pengguna yang telah memanfaatkan sumber daya alam milik umum tersebut. Dengan tujuan- tujuan tersebut, kegiatan perikanan diharapkan berkelanjutan sustainable. Sumber daya perikanan sangat sensitif terhadap tindakan manusia, sehingga harus dikelola dengan baik. Pendekatan apapun yang dilakukan manusia dalam memanfaatkan sumber daya perikanan, jika pemanfaatan dilakukan secara berlebihan, pada akhirnya sumber daya akan mengalami tekanan secara ekologi dan selanjutnya menurunkan kualitasnya. Sumber daya perikanan terdiri dari sumber daya ikan, sumber daya lingkungan dan segala jenis sumber daya buatan 18 manusia yang digunakan untuk memanfaatkan sumber daya, sehingga pengelolaan sumber daya perikanan itu mencakup penataan pemanfaatan sumber daya ikan, pengelolaan lingkungan dan pengelolaan kegiatan manusia. Kerjasama regional dalam pengelolaan perikanan akan semakin penting terutama dalam pengelolaan ikan di high seas atau perikanan samudra. Oleh karenanya keanggotaan Indonesia dalam Regional Fisheries Management Organization RFMO, baik di Samudra Pasifik maupun Samudra Hindia, merupakan keharusan. Demikian pula kerjasama regional dalam pemberantasan Illegal, Unregulated, and Unreported IUU fishing menjadi sangat penting. Inisiatif Indonesia bersama Australia dalam membentuk Regional Plan of Action RPOA merupakan model pertama FAO yang akan ditiru kawasan lain. Ke depan, jelas merupakan tantangan yang sangat besar bagi Indonesia. Komitmen dalam pengelolaan perikanan yang bertanggungjawab harus diwujudkan dengan mengendalikan perikanan tangkap untuk menjamin kelestarian sumber daya. Berbagai Wilayah Pengelolaan Perikanan sudah sangat padat, seperti Laut Jawa, Laut Arafura, Selat Karimata, atau Laut Sulawesi. Penambahan kapal harus dihindari, bila perlu malah harus dikurangi. Waktu penangkapan ikan serta peralatan yang digunakan harus diatur secara ketat. Itu semua harus didukung oleh pelaksanaan riset yang mengkaji kondisi atau stok sumber daya ikan. Upaya meningkatkan perikanan budidaya harus dilakukan secara signifikan. Pantai yang panjang dan iklim tropis yang hangat sepanjang tahun merupakan kelebihan komparatif yang tidak boleh diabaikan. Ketersediaan modal harus diperjuangkan, dengan tidak lupa tetap memperhatikan kelestarian lingkungan. Perdagangan produk ikan antar negara akan semakin ketat pengaturannya, karena FAO akan mengadopsi berbagai ketentuan fish trade, baik yang dikehendaki oleh negara pengimpor maupun kolaborasi dengan aturan WTO, serta ketentuan catch certification dan ecolabeling. Adapula yang sudah diketahui sangat luas mengenai food safety, seperti HACCP, traceability, Good Manufacturing Practice, ataupun Good Aquaculture Practice. 19

2.1.2 Pengelolaan Perikanan Indonesia Menurut Wilayah Pengelolaan Perairan WPP

Dalam upaya mencapai pemanfaatan secara optimal dan berkelanjutan dalam pengelolaan perikanan yang menjamin kelestarian sumber daya ikan dan lingkungan di seluruh Indonesia, Menteri Kelautan dan Perikanan mengeluarkan Peraturan Menteri Nomor PER.01MEN2009 tentang Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia WPP-RI. Peraturan ini sebagai penyempurnaan dan mengganti Keputusan Menteri Pertanian No.996KptsIK.21091999 tentang Potensi Sumber Daya Ikan dan Jumlah Tangkapan yang Diperbolehkan. Upaya ini adalah merupakan langkah maju dalam menerapkan ketentuan internasional Code of Conduct for Responsible Fisheries, atau Tatanan Pengelolaan Perikanan yang Bertanggungjawab atau Berkelanjutan. Sumber daya perikanan adalah termasuk sumber daya alam yang dapat diperbaharui renewable resources. Bila jumlah yang dieksploitasi lebih besar daripada kemampuan alami untuk kembali, maka sumber daya tersebut akan berkurang, bahkan bisa habis. Sederhananya, bila penangkapan ikan lebih banyak dibanding dengan kemampuan ikan memijah, maka wilayah laut tersebut akan miskin, dan kondisi ini dikenal sebagai kondisi tangkap lebih over fishing. Sehubungan dengan itu terdapat hitungan Total Allowable Catch jumlah tangkapan yang diperbolehkan dan Maximum Sustainable Yield jumlah ikan maksimum yang tersedia di lautan agar masih bisa lestari. Untuk menyempurnakan manajemen pemanfaatan perairan itulah maka dilakukan penentuan Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia WPP- RI di seluruh Indonesia dari 9 WPP menjadi 11 WPP, yakni merupakan wilayah pengelolaan perikanan untuk penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, konservasi, penelitian, dan pengembangan perikanan yang meliputi perairan pedalaman, perairan kepulauan, laut teritorial, zona tambahan, dan zona ekonomi eksklusif Indonesia. Kesebelas wilayah pengelolaan perikanan tersebut adalah: Kesatu, WPP-RI 571 meliputi perairan Selat Malaka dan Laut Andaman; Kedua, WPP-RI 572 meliputi perairan Samudra Hindia sebelah barat Sumatera dan Selat Sunda; Ketiga, WPP-RI 573 meliputi perairan Samudra Hindia sebelah selatan Jawa hingga sebelah selatan Nusa Tenggara, Laut Sawu, dan Laut Timor bagian barat; 20 Keempat, WPP-RI 711 meliputi perairan Selat Karimata, Laut Natuna, dan Laut China Selatan; Kelima, WPP-RI 712 meliputi perairan Laut Jawa; Keenam, WPP- RI 713 meliputi perairan Selat Makasar, Teluk Bone, Laut Flores, dan Laut Bali; Ketujuh, WPP-RI 714 meliputi perairan Laut Sulawesi dan sebelah utara Pulau Halmahera; Kedelapan, WPP-RI 715 meliputi perairan Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram dan Teluk Berau; Kesembilan, WPP-RI 716 meliputi perairan Laut Sulawesi dan sebelah utara pulau Halmahera; Kesepuluh, WPP-RI 717 meliputi perairan Teluk Cendrawasih dan Samudera Pasifik; Kesebelas, WPP-RI 718 meliputi perairan Laut Aru, Laut Arafuru, dan Laut Timor bagian timur. Setiap WPP pada prinsipnya memiliki karakteristik yang berbeda, dimana WPP di bagian timur umumnya memiliki potensi sumber daya ikan pelagis besar sehingga armada yang beroperasi relatif lebih besar dibandingkan di WPP bagian barat yang sebagian besar potensi sumber daya ikannya adalah jenis ikan pelagis kecil. Namun demikian, dilihat dari tingkat kepadatan nelayan, WPP bagian barat relatif lebih padat dibandingkan bagian timur sehingga di WPP bagian timur banyak terjadi kegiatan illegal fishing karena besarnya potensi sumber daya ikan yang dimiliki di wilayah tersebut. Oleh karena itu, WPP bagian timur sering disebut sebagai golden fishing ground, seperti Laut Arafura, Laut Sulawesi dan Samudra Pasifik. Nama perairan yang tidak disebut dalam pembagian WPP-RI diatas, tetapi berada di dalam suatu WPP-RI merupakan bagian dari WPP-RI tersebut. Sedangkan WPP-RI yang disebut dalam Peta WPP-RI dan Peta serta diskripsi masing-masing WPP-RI yang memuat kode, wilayah perairan, dan batas dari masing-masing wilayah pengelolaan. Secara khusus untuk kegiatan penangkapan ikan, dalam peraturan ini disebutkan bahwa penentuan daerah penangkapan dalam perizinan usaha perikanan tangkap agar menyesuaikan pada WPP-RI baru dalam kurun waktu paling lambat 3 tiga tahun. Penataan WPP hanya merupakan salah satu faktor essensial untuk menata sumber daya perairan. Langkah selanjutnya adalah tetap dilakukan pengkajian stok ikan pada setiap WPP. Atas dasar hasil kajian tersebut maka ditetapkan jenis alat tangkap dan jumlahnya yang dapat diizinkan, dan bila perlu waktu