Kondisi pembiayaan usaha perikanan demersal, udang dan biota laut non ikan

100 46.719.250 karena diusahakan minimal dalam skala menengah. Gambar 30 menyajikan hasil simulasi kondisi pembiayaan cost dari usaha perikanan bubu dan jermal di Kabupaten Belitung. - 5,000,000 10,000,000 15,000,000 20,000,000 25,000,000 30,000,000 35,000,000 40,000,000 45,000,000 50,000,000 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Operasi Tahun Ke- P em b iayaan R p Bubu Jermal Gambar 30 Perilaku pembiayaan usaha perikanan bubu dan jermal selama tahun operasi Biaya investasi besar jermal lihat Gambar 30, lebih disebabkan oleh besarnya biaya pengadaan kayu gelondongan dan pemasangannya menjadi jermal. Disamping itu, ukuran jermal juga umumnya dibuat cukup besar disamping untuk memudahkan penangkapan, juga menjadi tempat untuk menjemur hasil tangkapan terutama dari jenis ikan teri dan cumi. Pada operasi tahun ke 1, biaya operasionalisasinya juga masih cukup tinggi, yaitu sekitar Rp. 11.123.631, karena masih perbaikan dan penambahan penyempurnaan dan kenyamanan operasi di jermal, misalnya pembenahan rumah jermal, lahan jemur dan lainnya. Meskipun dalam beberapa tahun dioperasikan, pembiayaan jermal dapat meningkat kembali karena ada bagian dari jermal yang kayunya mulai lapuk. Untuk bubu, mulai dari awal hingga akhir masa operasipenggunaannya tidak membutuhkan biaya besar. Pembiayaan bubu terkadang naik turun setiap tahunnya, karena umumnya bahan bubu yang terbuat dari bambu biasanya bertahan 1 sampai 2 tahun, sedangkan rangka induknya dapat tahan lebih lama. Di luar investasi, pembiayaan tertinggi bubu hanya sekitar Rp. 1.423.825 yang terjadi pada operasi tahun ke 1. Pembiayaan tersebut lebih disebabkan oleh pembenahan 101 beberapa bagian dari rangka bubu untuk kekuatan dan fleksibilitas dalam penggunaannya. Gambar 30 menyajikan hasil simulasi kondisi pembiayaan cost dari usaha perikanan pukat udang dan trammel net di Kabupaten Belitung. - 1,000,000 2,000,000 3,000,000 4,000,000 5,000,000 6,000,000 7,000,000 8,000,000 9,000,000 10,000,000 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Operasi Tahun Ke- P em b iayaan R p Pukat Udang Trammel Net Gambar 31 Perilaku pembiayaan usaha perikanan pukat udang dan trammel net selama tahun operasi Berdasarkan Gambar 31, usaha perikanan pukat udang dan trammel net membutuhkan biaya untuk investasi yang tidak begitu besar, yaitu masing-masing Rp. 8.898.905 dan Rp. 5.339.343. Hal ini karena skala pengusahaan pukat dan trammel net di Kabupaten Belitung tidak ada yang besar, dan umumnya dilakukan oleh beberapa orang dari anggota keluarga nelayan. Untuk pukat udang, biaya operasi secara berangsur turun hingga operasi tahun ke 5 dan 6. Hal ini memberi indikasi bahwa pukat udang tersebut dapat difungsikan secara optimal dan tidak banyak masalah. Namun pada tahun ke 7, 8, dan 9, biaya operasi tersebut meningkat kembali, karena digunakan untuk memperbaiki beberapa bagian dari pukat yang sudah banyak rusak. Tentu saja kondisi ini dapat menurunkan produktivitas pukat tersebut secara drastis. Untuk trammel net, perilaku pembiayaannya naik turun setiap dua tahun, namun tidak ada kenaikan yang signifikan pada tahun-tahun akhir operasi. Hal ini menunjukkan bahwa struktur trammel net yang dikembangkan nelayan Kabupaten Belitung umumnya lebih stabil dan lebih kuat daripada pukat udang, meskipun biaya investasi trammel net tersebut relatif lebih rendah. Kondisi ini tentu menjadi 102 masukan berarti bagi pemilihan jenis usaha perikanan tangkap dalam mendukung pembangunan perikanan terpadu di Kabupaten Belitung.

5.3 Kelayakan Usaha Perikanan Tangkap

5.3.1 Kelayakan usaha berdasarkan Net Present Value, Benefit-Cost Ratio,

dan Internal Rate Return Kelayakan pengembangan suatu usaha perikanan tangkap sangat tergantung pada hasil analisis usaha tersebut dari segi finansial keuangan, karena usaha perikanan tangkap merupakan usaha komersial, dimana banyak nelayan yang menggantungkan hidupnya pada usaha perikanan tangkap, sehingga layak tidaknya suatu usaha perikanan tangkap akan sangat bergantung pada manfaat yang bisa diberikan nelayan dan perekonomian masyarakat pesisir. Ada beberapa parameter penting yang digunakan dalam mengukur kelayakan suatu usaha perikanan tangkap sehingga dapat dikembangkan guna mendukung pengembangan perikanan tangkap terpadu, diantaranya adalah Net Present Value NPV, Benefit-Cost Ratio BC ratio, dan Internal Rate Return IRR. Tabel 5 menyajikan hasil analisis ketiga parameter keuangan tersebut pada tiga belas usaha perikanan tangkap yang dilakukan di Kabupaten Belitung. Tabel 5 Hasil analisis NPV, BC ratio, dan IRR usaha perikanan tangkap Usaha Perikanan Tangkap NPV BC Ratio IRR Std NPV 0 Std BC 1 Std IRR 6.25 Pancing Tonda Rp 114.276.710 1,79 70,34 Payang Rp 22.987.942 1,31 18,04 JIT Rp 46.999.345 0,70 -39,13 JIL Rp 22.318.194 0,59 0,00 JIH Rp 95.748.768 1,59 38,81 Sero Rp 384.913.697 2,35 76,60 Pukat Pantai Rp 94.694.920 1,09 12,60 Bagan Perahu Rp 1.306.998 0,95 4,57 Bagan Tancap Rp 12.761.958 0,56 -11,48 Bubu Rp 5.682.810 1,65 43,44 Jermal Rp 26.469.645 0,62 -9,00 Pukat Udang Rp 13.290.303 0,41 0,00 Trammel net Rp 2.691.128 1,27 15,17 103 Hasil analisis pendapatan dan pembiayaan pada bagian sebelumnya menjadi output utama dalam analisis NPV, BC ratio, dan IRR tersebut. Parameter NPV, BC ratio, dan IRR memberi sudut pandang berbeda dalam analisis, sehingga menopang satu sama lain untuk meningkatkan ketepatan analisis kelayakan. Berdasarkan Tabel 5, usaha perikanan pancing tonda, payang, jaring insang hanyut JIH, sero, pukat pantai, bubu, dan trammel net nilai NPV yang positif, yaitu masing-masing bernilai Rp. 114.276.710, Rp. 22.987.942, Rp.95.748.768, Rp.384.913.697, Rp.94.694.920, Rp.5.682.810, dan Rp. 2.691.128. Hasil analisis ini menunjukkan bahwa jika ketujuh usaha perikanan tangkap tersebut dikembangkan pada suku bunga yang berlaku 6,25 maka akan dapat memberikan pendapatan bersih sejumlah nilai tersebut kepada nelayan penggunanya selama masa pengoperasian, yaitu selama 9 tahun. Jaring insang tetap JIT, jaring insang lingkar JIL, bagan tancap, bagan perahu, jermal, dan pukat udang mempunyai nilai NPV yang negatif. Hal ini menunjukkan bahwa ke enam usaha perikanan tangkap ini membawa kerugian bagi nelayan bila terus dikembangkan. Kerugian tersebut mungkin tidak akan tampak selama pengoperasiannya karena nelayan masih dapat menghidupi keluarganya dari usaha perikanan tangkap tersebut, tetapi dalam jangka panjang akan berdampak jelas, misalnya nelayan tidak bisa membeli peralatan yang dibutuhkan untuk melaut, atau nelayan akan semakin sulit memperbaiki alat tangkap dan tidak bisa berinvestasi lagi untuk mengadakan alat tangkap yang baru. Pada Tabel 5, nilai NPV berbeda untuk setiap usaha perikanan tangkap selain karena skala pengusahaan yang berbeda-beda juga mungkin karena produktivitas dari usaha perikanan tangkap tersebut juga berbeda. Hasil analisis BC ratio dan IRR dapat meng cross check hal ini. Berdasarkan hasil analisis BC ratio, maka ketujuh alat tangkap yang NPV-nya positif dan mempunyai nilai BC ratio 1 mengindikasikan bahwa produktivitas semua usaha perikanan tangkap tersebut masih positif. Nilai BC ratio tertinggi dimiliki oleh usaha perikanan sero dengan nilai 2,35. Nilai 2,35 menunjukkan bahwa usaha perikanan tangkap sero dapat memberikan manfaat atau pendapatan berarti bagi nelayan penggunanya, yaitu 2,35 kali lebih besar daripada jumlah pembiayaan yang dikeluarkan selama