Subsistem Kegiatan Usaha Perikanan

26 Menurut Dahuri 2003, kebijakan dan program yang berkaitan dengan upaya optimalisasi antara ketersediaan sumber daya stok ikan dengan tingkat penangkapan pada setiap wilayah penangkapan ikan fishing ground sangat penting, untuk dapat menjamin sistem usaha perikanan yang efisien atau menguntungkan profitable secara berkelanjutan. Apabila tingkat penangkapan ikan di suatu wilayah penangkapan melebihi potensi lestarinya maximum sustainable yield, MSY, maka akan terjadi fenomena penangkapan berlebih overfishing yang berakibat pada penurunan hasil tangkapan per satuan usaha catch per unit effort, yang pada gilirannya mengakibatkan penurunan pendapatan nelayan. Sebaiknya, jika tingkat penangkapan dibawah potensi lestari MSY atau MEY maximum economic yield, maka terjadi kondisi yang kurang optimal underutilization. Kondisi ini tidak baik atau sia-sia, karena ikan di laut pada waktunya kalau tidak ditangkap akan mati secara alamiah natural mortality. Untuk itu, perikanan masa depan Indonesia yang harus diwujudkan adalah sebuah sistem bisnis perikanan yang tangguh, yang dapat menghasilkan keuntungan secara berkelanjutan, sehingga dapat mensejahterakan para pelakunya, berkontribusi secara nyata bagi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan bangsa, dan mampu memelihara kelestarian sumber daya ikan serta lingkungannya.

2.2.2 Subsistem Pelabuhan Perikanan, Fungsionalitas dan Aksesibilitas

Terkait dengan lokasi dari sebuah pelabuhan perikanan yang merupakan pusat kegiatan industri perikanan, faktor geo-topografi merupakan aspek yang penting untuk diperhatikan. Aspek geo-topografi mempunyai pengaruh yang potensial terhadap kegiatan industri. Pengambilan keputusan untuk menentukan lokasi kegiatan industri mempunyai kerangka kerja yang prospektif, yaitu pemilihan lokasi yang strategis atau dengan kata lain lokasi tersebut memiliki pilihan-pilihan yang menguntungkan dari sejumlah akses yang ada. Semakin strategis suatu lokasi untuk kegiatan-kegiatan industri, berarti akan semakin besar peluang untuk meraih keuntungan. Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam menentukan lokasi industri yang strategis adalah bahan baku, modal, tenaga kerja, sumber energi, transportasi, komunikasi, pasar, teknologi, peraturan, iklim dan 27 ketersediaan sumber air. Faktor-faktor tersebut perlu diperhitungkan karena tidak semua unsur pendukung dapat tersedia dan mudah diperoleh disuatu lokasi. Oleh karenanya, lokasi yang ideal jarang ditemukan sehingga penempatan lokasi industri harus dipilih berada di antara lokasi-lokasi yang paling menguntungkan. Dalam ilmu perencanaan wilayah dan perkotaan, setiap tata guna lahan memiliki beberapa ciri dan persyaratan teknis yang harus dipenuhi dalam perencanaan dan perancangannya. Daerah pemukiman, industri, pertokoan fasilitas hiburan dan fasilitas sosial, semuanya memiliki beberapa persyaratan teknis dan non-teknis yang harus dipenuhi dalam menentukan lokasinya. Beberapa ciri teknis yang sering dipakai adalah kondisi morfologi datar, bukit, pegunungan, kesuburan tanah dan geologi. Akibatnya, lokasi kegiatan tersebar secara heterogen di dalam ruang yang ada yang menyebabkan perlu adanya pergerakan atau transportasi yang digunakan untuk proses pemenuhan kebutuhan. Transportasi merupakan satu kesatuan antara aspek alam iklim, morfologi, keadaan tanah dan struktur geologi dan aspek manusianya aktivitas ekonomi, politik dan teknologi. Alam sangat berpengaruh terhadap keberadaan jaringan transportasi, baik darat, laut maupun udara. Adanya transportasi memungkinkan hubungan antar daerah, hubungan antara daerah yang maju dan terbelakang, serta menimbulkan dampak sosial ekonomi penduduk dan penggunaan lahan Tamin, 2000. Contohnya adalah sebagian besar daerah Pantai Selatan Jawa yang secara geo-morfologi berada pada lokasi yang kurang strategis untuk kegiatan industri perikanan. Lokasi yang terisolir, dengan bentuk permukaan bumi yang berbukit- bukit dan berlereng terjal, infrastruktur jalan belum dibangun secara memadai, serta sarana transportasi yang kurang memadai merupakan faktor-faktor penghambat berkembangnya kegiatan industri perikanan di daerah Pantai Selatan Jawa. Biaya transportasi yang tinggi kurang mendukung bagi upaya untuk mendistribusikan ikan ke tempat-tempat tujuan pemasaran, dan berpotensi untuk meningkatkan biaya faktor-faktor produksi. Contohnya seperti di Cilacap yang memiliki morfologi relatif datar, sarana infrastruktur berupa jalan dan sarana transportasi telah terbangun dengan baik, dan hubungan dari Cilacap dengan