Arah Pengembangan Usaha Ternak Ayam Buras di Indonesia

14

2.3. Arah Pengembangan Usaha Ternak Ayam Buras di Indonesia

Komoditi daging ayam buras memang merupakan salah satu komoditi yang terdiferensiasi, artinya komoditi tersebut memiliki permintaan yang spesifik. Namun, bukan berarti potensi pembudidayaannya hanya bertujuan untuk mendapatkan hasil yang spesifik dan melestarikan plasma nutfah. Ternak ayam buras yang telah menjadi akar dasar perekonomian bagi sebagian besar masyarakat pedesaan Indonesia ini dapat dikembangkan dengan berorientasi kepada produksi, sama halnya dengan pertumbuhan produksi yang terjadi pada komoditi ayam ras, baik ayam ras pedaging maupun petelur. Ilham, Sejati dan Yusdja 2003 menyebutkan bahwa populasi ayam ras pedaging yang tinggi di Pulau Jawa berhubungan dengan ketersediaan pasar yaitu kepadatan penduduk, ketersediaan modal, lahan, dan keterampilan. Hal ini menunjukkan bahwa besarnya potensi pengembangan ayam karena adanya permintaan dari jumlah penduduk yang cukup besar untuk Pulau Jawa. Kenyataan ini memberikan peluang bagi pengembangan ayam buras, mengingat semakin bertambahnya populasi penduduk di Pulau Jawa sebagai potensi permintaan daging dan telur ayam yang semakin meningkat. Upaya pengembangan ayam buras untuk memenuhi potensi permintaan daging dan telur ayam buras yang dilakukan pemerintah sejak tahun 1980, yaitu dengan menetapkan kebijakan melalui program INTAB Intensifikasi Ayam Buras dan dilaksanakan dengan pendekatan kelompok tani yang menerapkan Sapta Usaha meliputi teknologi bibit, pakan, kandang, kesehatan, manajemen, pasca panen dan pemasarannya. Bakrie et al 2003 menyebutkan bahwa pemeliharaan ayam buras pada kandang batere menghasilkan produksi telur yang lebih tinggi dibandingkan dengan produksi telur pada kandang umbaran terbatas. Sistem pemeliharaan untuk memproduksi telur konsumsi merupakan implementasi dari pemeliharaan ayam buras secara intensif. Pada sistem ini, ayam dipelihara pada kandang batere individu, sehingga produksi telur masing-masing ayam dapat diketahui. Kandang yang digunakan untuk pemeliharaan ayam buras untuk tujuan memproduksi telur konsumsi adalah kandang individu dengan ukuran 20 x 20 x 40 cm dengan posisi lantai miring agar telur yang diproduksi dapat keluar dari kandang. Di samping itu juga, peternak mengurangi lama 15 mengeram dengan mencampur ayam pejantan. Pada sistem kandang batere ini, teknologi seleksi ayam secara sederhana dengan mengeluarkan ayam-ayam yang produksinya rendah dan diganti dengan ayam baru yang diperkirakan mempunyai produktivitas tinggi, sehingga produktivitas telur secara keseluruhan dapat relatif seragam dan sesuai dengan yang diharapkan. Namun, permasalahan dalam pengembangan ayam buras terutama adalah penggunaan teknologi budidaya yang selama ini menghasilkan produktivitas rendah dan tidak diikuti dengan upaya perbaikan. Rohaeni 2005 menjelaskan beberapa cara untuk mengatasi permasalahan tersebut melalui peningkatan pembinaan teknis dengan adanya penyuluhan dan pengkajian atau penelitian, perbaikan sistem kelembagaan, peningkatan hubungan dengan lembaga penyedia permodalan, baik bank atau perusahaan swasta untuk bermitra, perbaikan teknologi dengan memperhatikan tiga faktor seperti breeding, feeding dan tatalaksana yang disesuaikan dengan kondisi lingkungan dan identifikasi dan optimalisasi bahan pakan lokal. Perbaikan pakan diarahkan dengan memperhatikan kandungan protein ransum dan efisiensi biaya pakan. Perbaikan pengendalian penyakit dapat mengurangi kematian ayam dan meningkatkan replacement sehingga mengurangi biaya bibit Gunawan 2005. Bakrie et al. 2003 menjelaskan bahwa proses pembibitan ayam telah diarahkan untuk mencapai kualitas ayam yang diinginkan yaitu untuk memproduksi telur konsumsi dalam jumlah tinggi, sehingga dilakukan persilangan dengan ayam ras petelur. Selain itu, upaya pembibitan ini didukung oleh sistem perkandangan ayam berupa batere individu, sehingga peternak lebih mengetahui induk yang produksinya menurun karena adanya proses manajemen seleksi. Proses pembibitan dilakukan dengan melakukan pencatatan data atau seleksi pada sistem perkandangan batere individu, karena dengan data yang diperoleh dari pemeliharaan di kandang batere individu merupakan data individu, sehingga pemilihan ternak yang akan dijadikan tetua pejantan dan induk untuk dikawinkan akan lebih teliti. Ketelitian ini akan menghasilkan peluang dihasilkannya keturunan yang sesuai dengan tujuan perbibitan. Perkawinan pada kandang batere individu dalam pembibitan ini menggunakan teknologi IB 16 Inseminasi Buatan dengan pertimbangan lebih efisien dan biaya yang relatif murah. Penampilan ayam buras saat ini mulai dikembangkan untuk memperoleh kesamaan sifat seperti ayam ras, terutama dalam tingkat pertumbuhan atau produksi telurnya. Bakrie, Suwandi dan Lotulung 2005 menggambarkan persilangan Ayam Arab jantan dengan ayam buras betina seperti ayam Kedu merah, Sentul dan Wareng atau Ayam Buras Hibrida Ayam Buras Super yang merupakan persilangan antara ayam buras jantan dengan ayam ras petelur atau ayam broiler dengan ayam buras betina dapat meningkatkan produksi telur konsumsi pada ayam buras. Hal ini juga diungkapkan oleh Juarini, Sumanto dan Zainuddin 2005, bahwa untuk meningkatkan produktivitas ayam lokal, maka bibit harus diseleksi sehingga harus ada pemeliharaan secara mantap yaitu persilangan antar ayam lokal yang menghasilkan peningkatan performans, dengan memperhatikan segi pemuliaan dan efisiensi biaya pakan. Kebutuhan telur konsumsi selain dipenuhi dari ayam buras, terutama sebagian besar diproduksi oleh ayam ras petelur. Pertumbuhan produksi ayam ras petelur yang cukup besar salah satunya dipengaruhi faktor harga jual hasil produksi ayam ras dan luas kandang ternak Nurwanti 2005. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nurwanti 2005 di Desa Sukamulya, Kecamatan Ciamis, faktor harga jual hasil produksi ternak memiliki pengaruh terbesar, yaitu sebesar 95 persen terhadap pengembangan usaha ternak tersebut. Harga jual yang dimaksudkan adalah harga jual yang dapat menutupi biaya operasionalnya dan cenderung stabil, dimana harga jual yang diamati pada objek peternak plasma adalah harga jual yang disepakati dengan pihak inti. Demikian juga dengan luas kandang ternak yang memiliki pengaruh sebesar 90 persen terhadap pengembangan usaha ternak ayam ras pedaging tersebut dapat dicapai pada skala efisiennya ketika peternak melakukan kerjasama dengan pihak inti. Hal ini terutama dikarenakan adanya penyediaan modal dalam pembuatan kandang tersebut. Fitriyani 2006 dan Kesuma 2006 yang mengkaji usaha ternak ayam ras pun mendukung alternatif pengembangan melalui peningkatan skala produksi. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa kesejahteraan peternak yang dilihat 17 melalui ukuran penerimaan atas total biaya yang dikeluarkan lebih baik pada peternak yang memiliki skala usaha besar dibandingkan dengan peternak berskala kecil. Kedua penelitian tersebut yang menggunakan pengambilan contoh secara purposive sampling rata-rata menyimpulkan bahwa semakin besar skala usaha yaitu semakin besar jumlah kepemilikan ayam, maka semakin besar pendapatan bersih dan semakin besar penerimaan yang dimiliki petani atas total biaya yang dikeluarkannya. Hal ini menunjukkan bahwa faktor yang penting dalam mempengaruhi pengembangan atau meningkatkan pendapatan dan kelayakan usaha ternak tersebut adalah skala usaha, baik dari pemeliharaan ayam maupun luas kandang pemeliharaannya. Menurut Gunawan dalam Hasbianto dan Suryana 2008 menyatakan bahwa skala pemeliharaan ayam buras yang menguntungkan adalah lebih dari 50 ekor setiap peternak. Pengembangan produksi dengan skala pemeliharaan besar tersebut diusahakan dengan meningkatkan luas kandang ternak melalui penyediaan modal dalam pembuatan kandang bagi peternak. Hal tersebut merupakan salah satu alternatif pengembangan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pertumbuhan hasil produksi ayam buras.

2.4. Pengaruh Kemitraan dalam Pengembangan Usaha Ternak Ayam