3. Muh. Yamin 4. Mr. Ahmad Subardjo
5. Mr. A.A. Maramis 6. Abdulkadir Muzakkir
7. K.H. Wachid Hasyim 8. K.H. Agus Salim
9. Abikusno Tjokrosujoso. Musyawarah dari Panitia Sembilan ini kemudian menghasilkan suatu rumusan yang
menggambarkan maksud dan tujuan pembentukan Negara Indonesia Merdeka. Oleh
Muh.Yamin rumusan itu diberi nama Jakarta Charter atau Piagam Jakarta. Rumusan draft
dasar negara Indonesia Merdeka itu adalah : 1. Ke-
Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan Syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya; 2. menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab;
3. Persatuan Indonesia; 4. dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan; 5. serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pada tanggal 10 Juli 1945 dibahas Rencana Undang-undang Dasar, termasuk soal pembukaan atau preambule-nya oleh sebuah Panitia Perancang Undang-undang Dasar yang diketuai
oleh Ir. Sukarno dan beranggotakan 21 orang. Pada tanggal 11 Juli 1945, Panitia Perancang
Undang-undang Dasar dengan suara bulat menyetujui isi preambule pembukaan yang diambil dari Piagam Jakarta.
Selanjutnya panitia tersebut membentuk Panitia Kecil Perancang Undang-undang Dasar yang
diketuai Prof. Dr. Mr. Supomo dengan anggotanya Mr. Wongsonegoro, Mr. Ahmad
Subardjo, Mr. A.A. Maramis, Mr. R.P. Singgih, H. Agus Salim dan Sukiman. Hasil perumusan panitia kecil ini kemudian disempurnakan bahasanya oleh Panitia Penghalus Bahasa yang
terdiri dari Husein Djajadiningrat, Agus Salim dan Supomo. Persidangan kedua BPUPKI dilaksanakan pada tanggal 14 Juli 1945 dalam rangka menerima
laporan Panitia Perancang Undang-undang Dasar. Ir. Sukarno selaku ketua panitia melaporkan tiga hasil, yaitu :
1. Pernyataan Indonesia Merdeka; 2. Pembukaan Undang-undang Dasar;
3. Undang-undang Dasar batang tubuh;
C. AKTIVITAS GOLONGAN MUDA Angkatan Moeda Indonesia dan Gerakan Angkatan Baroe Indonesia
Sebelum BPUPKI dibentuk di Bandung pada tanggal 16 Mei 1945 telah diadakan Kongres Pemuda Seluruh Jawa yang diprakarsai Angkatan Moeda Indonesia. Organisasi itu
sebenarnya dibentuk atas inisitaif Jepang pada pertengahan 1944, akan tetapi kemudian berkembang menjadi suatu pergerakan pemuda yang anti-Jepang. Kongres pemuda itu
dihadiri oleh lebih 100 utusan pemuda, pelajar dan mahasiswa seluruh Jawa diantaranya Djamal Ali, Chairul Saleh, Anwar Tjokroaminoto, Harsono Tjokroaminoto serta sejumlah
mahasiswa Ika Daigaku Jakarta. Kongres menghimbau para pemuda di Jawa hendaknya bersatu dan mempersiapkan diri untuk melaksanakan proklamasi kemerdekaan yang bukan
hadiah Jepang. Setelah tiga hari berlangsung kongres akhirnya memutuskan dua buah resolusi, yaitu:
1. semua golongan Indonesia, terutama golongan pemuda dipersatukan dan dibulatkan dibawah satu pimpinan nasional.
2. dipercepatnya pelaksanaan pernyataan kemerdekaan Indonesia. Walaupun demikian kongres pun akhirnya menyatakan dukungan sepenuhnya dan kerjasama erat dengan Jepang
dalam usaha mencapai kemerdekaan.
Pernyataan tersebut tidak memuaskan beberapa tokoh pemuda yang hadir, seperti utusan dari Jakarta yang dipimpin oleh Sukarni, Harsono Tjokroaminoto dan Chairul Saleh. Mereka
bertekad untuk menyiapkan suatu gerakan pemuda yang lebih radikal. Untuk itulah pada tanggal 3 Juni 1945 diadakan suatu pertemuan rahasia di Jakarta untuk membentuk suatu
panitia khusus yang diketuai oleh B.M. Diah, dengan anggotanya Sukarni, Sudiro, Sjarif
Thajeb, Harsono Tjokroaminoto, Wikana, Chairul Saleh, P. Gultom, Supeno dan Asmara Hadi.
Pertemuan semacam itu diadakan lagi pada tanggal 15 Juni 1945, yang menghasilkan pembentukan Gerakan Angkatan Baroe Indonesia. Dalam prakteknya kegiatan organisasi itu
banyak dikendalikan oleh para pemuda dari Asrama Menteng 31. Tujuan dari gerakan itu, seperti yang tercantum di dalam surat kabar Asia Raja pada pertengahan bulan Juni 1945,
menunjukkan sifat gerakan yang lebih radikal sebagai berikut : 1. mencapai persatuan kompak di antara seluruh golongan masyarakat Indonesia;
2. menanamkan semangat revolusioner massa atas dasar kesadaran mereka sebagai rakyat yang berdaulat;
3. membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia; 4. mempersatukan Indonesia bahu-membahu dengan Jepang, tetapi jika perlu gerakan itu
bermaksud untuk mencapai kemerdekaan dengan kekuatannya sendiri.
Gerakan Rakyat Baroe
Gerakan Rakyat Baroe dibentuk berdasarkan hasil sidang ke-8 Cuo Sangi In yang mengusulkan berdirinya suatu gerakan untuk mengobar-ngobarkan semangat cinta kepada
tanah air dan semangat perang. Pembentukan badan ini diperkenankan oleh Saiko Shikikan
yang baru, Letnan Jenderal Y. Nagano pada tanggal 2 juli 1945. Susunan pengurus pusat
organisasi ini terdiri dari 80 orang. Anggotanya terdiri atas penduduk asli Indonesia dan bangsa Jepang, golongan Cina, golongan Arab dan golongan peranakan Eropa. Tokoh-tokoh
pemuda radikal seperti Chairul Saleh, Sukarni, B.M. Diah, Asmara Hadi, Harsono Tjokroaminoto, Wikana, Sudiro, Supeno, Adam Malik, S.K. Trimurti, Sutomo dan Pandu
Kartawiguna diikutsertakan dalam organisasi tersebut.
Tujuan pemerintah Jepang mengangkat wakil-wakil golongan muda di dalam organisasi itu
adalah agar pemerintah Jepang dapat mengawasi kegiatan-kegiatan mereka. Sumobuco Mayor Jenderal Nishimura
menegaskan bahwa setiap pemuda yang tergabung di dalamnya harus tunduk sepenuhnya kepada Gunseikanbu pemerintah militer Jepang dan mereka harus
bekerja dibawah pengawasan pejabat-pejabat pemerintah. Dengan demikian berarti kebebasan bergerak para pemuda dibatasi, sehingga timbullah rasa tidak puas. Oleh karena
itulah, tatkala Gerakan Rakyat Baroe ini diresmikan pada tanggal 28 Juli 1945, tidak seorang pun pemuda radikal yang bersedia memduduki kursi yang telah disediakan. Sehingga nampak
semakin tajam perselisihan paham antara golongan tua dan golongan muda tentang cara melaksanakan pembentukan negara Indonesia Merdeka.
D. PEMBENTUKAN PPKI
Pada tanggal 7 Agustus 1945 BPUPKI dibubarkan. Sebagai gantinya pemerintah pendudukan Jepang membentuk PPKI Dokuritsu Junbi Inkai. Sebanyak 21 anggota PPKI yang terpilih
tidak hanya terbatas pada wakil-wakil dari Jawa yang berada di bawah pemerintahan Tentara Keenambelas, tetapi juga dari berbagai pulau, yaitu : 12 wakil dari Jawa, 3 wakil dari
Sumatera, 2 wakil dari Sulawesi, seorang dari Kalimantan, seorang dari Sunda Kecil
Nusatenggara, seorang dari Maluku dan seorang lagi dari golongan penduduk Cina. Ir. Sukarno
ditunjuk sebagai ketua PPKI dan Drs. Moh. Hatta ditunjuk sebagai wakil ketuanya. Sedangkan Mr. Ahmad Subardjo ditunjuk sebagai penasehatnya.
Kepada para anggota PPKI, Gunseikan Mayor Jenderal Yamamoto menegaskan bahwa
para anggota PPKI tidak hanya dipilih oleh pejabat di lingkungan Tentara Keenambelas, akan
tetapi oleh Jenderal Besar Terauci sendiri yang menjadi penguasa perang tertinggi di
seluruh Asia Tenggara. Dalam rangka pengangkatan itulah, Jenderal Besar Terauci memanggil tiga tokoh Pergerakan
Nasional, yaitu Ir. Sukarno, Drs. Moh. Hatta dan dr. Radjiman Wediodiningrat. Pada
tanggal 9 Agustus 1945 mereka berangkat menuju markas besar Terauci di Dalat, Vietnam Selatan. Dalam pertemuan di Dalat pada tanggal 12 Agustus 1945 Jenderal Besar Terauci
menyampaikan kepada ketiga tokoh itu bahwa Pemerintah Kemaharajaan telah memutuskan untuk memberikan kemerdekaan kepada Indonesia. Pelaksanaannya dapat dilakukan segera
setelah persiapannya selesai oleh PPKI. Wilayah Indonesia akan meliputi seluruh bekas wilayah Hindia Belanda.
Ketika ketiga tokoh itu berangkat kembali menuju Jakarta pada tanggal 14 Agustus 1945, Jepang telah dibom atom oleh Sekutu di kota Hirosima dan Nagasaki. Bahkan Uni Soviet
mengingkari janjinya dan menyatakan perang terhadap Jepang seraya melakukan penyerbuan ke Manchuria. Dengan demikian dapat diramalkan bahwa kekalahan Jepang akan segera
terjadi. Keesokan harinya, pada tanggal 15 Agustus 1945 Sukarno-Hatta tiba kembali di tanah air. Dengan bangganya Ir. Sukarno berkata : “Sewaktu-waktu kita dapat merdeka; soalnya
hanya tergantung kepada saya dan kemauan rakyat memperbarui tekadnya meneruskan perang suci Dai Tao
ini. Kalau dahulu saya berkata „Sebelum jagung berbuah, Indonesia akan merdeka : sekarang saya dapat memastikan Indonesia akan merdeka, sebelum jagung
berbuah.” Perkataan itu menunjukkan bahwa Ir. Sukarno pada saat itu belum mengetahui bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu.
E. PERBEDAAN PENDAPAT ANTARA GOLONGAN TUA DAN GOLONGAN MUDA
Berita tentang kekalahan Jepang, diketahui oleh sebagian golongan muda melalui radio siaran luar negeri. Pada malam harinya Sutan syahrir menyampaikan berita itu kepada Moh. Hatta.
Syahrir juga menanyakan mengenai kemerdekaan Indonesia sehubungan dengan peristiwa tersebut. Moh. Hatta berjanji akan menanyakan hal itu kepada
Gunseikanbu . Setelah yakin bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu, Moh. Hatta mengambil
keputusan untuk segera mengundang anggota PPKI. Selanjutnya golongan muda mengadakan rapat di salah satu ruangan Lembaga Bakteriologi
di Jalan Pegangsaan Timur, Jakarta. Rapat dilaksanakan pada tanggal 15 agustus 1945, pukul
20.30 waktu Jawa. Rapat yang dipimpin oleh Chairul Saleh itu menghasilkan keputusan
“ kemerdekaan Indonesia adalah hak dan soal rakyat Indonesia sendiri, tak dapat digantungkan
pada orang dan negara lain. Segala ikatan dan hubungan dengan janji kemerdekaan dari Jepang harus diputuskan dan sebaliknya diharapkan diadakan perundingan dengan golongan
muda agar mereka diikutsertakan dalam pernyataan proklamasi.”
Keputusan rapat itu disampaikan oleh Wikana dan Darwis pada pukul 22.30 waktu Jawa
kepada Ir. Sukarno di rumahnya, Jl. Pegangsaan Timur 56, Jakarta. Kedua utusan tersebut
segera menyampaikan keputusan golongan muda agar Ir. Sukarno segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia tanpa menunggu hadiah dari Jepang. Tuntutan Wikana yang disertai
ancaman bahwa akan terjadi pertumpahan darah jika Ir. Sukarno tidak menyatakan proklamasi keesokan harinya telah menimbulkan ketegangan. Ir. Sukarno marah dan berkata
“Ini leher saya, seretlah saya ke pojok itu dan sudahilah nyawa saya malam ini juga, jangan menunggu sampai besok. Saya tidak bisa melepaskan tanggungjawab saya sebagai ketua
PPKI. Karena itu saya tanyakan kepada wakil- wakil PPKI besok”. Ketegangan itu juga
disaksikan oleh golongan tua lainnya seperti : Drs. Moh. Hatta, dr. Buntaran, dr. Samsi, Mr. Ahmad Subardjo dan Iwa Kusumasumantri.
Dalam diskusi antara Darwis dan Wikana , Moh. Hatta berkata, “Dan kami pun tak dapat
ditarik-tarik atau didesak supaya mesti juga mengumumkan proklamasi itu. Kecuali jiak Saudara-saudara memang sudah siap dan sanggup memproklamasikan. Cobalah Saya pun
ingin melihat kesanggupan Saudara-saudara ” Utusan itu pun menjawab “Kalau begitu
pendirian Saudara-saudara berdua, baiklah Dan kami pemuda-pemuda tidak dapat menanggung sesuatu, jika besok siang proklamasi belum juga diumumkan. Kami pemuda-
pemuda akan bertindak dan menunjukkan kesanggupan yang saudara kehendaki itu”
F. PERISTIWA RENGANDENGKLOK
Kekalahan Jepang dalam Perang Pasifik semakin jelas dengan dijatuhkannya bom atom oleh Sekutu di kota Hiroshima pada tanggal 6 Agustus 1945 dan Nagasaki pada tanggal 9 Agustus
1945. Akibat peristiwa tersebut, kekuatan Jepang makin lemah. Kepastian berita kekalahan Jepang terjawab ketika tanggal 15 Agustus 1945 dini hari, Sekutu mengumumkan bahwa
Jepang sudah menyerah tanpa syarat dan perang telah berakhir. Berita tersebut diterima melalui siaran radio di Jakarta oleh para pemuda yang termasuk orang-orang Menteng Raya
31 seperti Chaerul Saleh, Abubakar Lubis, Wikana, dan lainnya. Penyerahan Jepang kepada Sekutu menghadapkan para pemimpin Indonesia pada masalah yang cukup berat. Indonesia
mengalami kekosongan kekuasaan vacuum of power. Jepang masih tetap berkuasa atas Indonesia meskipun telah menyerah, sementara pasukan Sekutu yang akan menggantikan
mereka belum datang. Gunseikan telah mendapat perintah-perintah khusus agar mempertahankan status quo sampai kedatangan pasukan Sekutu. Adanya kekosongan
kekuasaan menyebabkan munculnya konflik antara golongan muda dan golongan tua mengenai masalah kemerdekaan Indonesia. Golongan muda menginginkan agar proklamasi
kemerdekaan segera dikumandangkan. Mereka itu antara lain Sukarni, B.M Diah, Yusuf Kunto, Wikana, Sayuti Melik, Adam Malik, dan Chaerul Saleh. Sedangkan golongan tua
menginginkan proklamasi kemerdekaan harus dirapatkan dulu dengan anggota PPKI. Mereka adalah Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, Mr. Ahmad Subardjo, Mr. Moh. Yamin, Dr. Buntaran,
Dr. Syamsi dan Mr. Iwa Kusumasumantri. Golongan muda kemudian mengadakan rapat di salah satu ruangan Lembaga Bakteriologi di Pegangsaan Timur, Jakarta pada tanggal 15
Agustus 1945 pukul 20.00 WIB. Rapat tersebut dipimpin oleh Chaerul Saleh yang menghasilkan keputusan tuntutan-tuntutan golongan muda yang menegaskan bahwa
kemerdekaan Indonesia adalah hal dan soal rakyat Indonesia sendiri, tidak dapat digantungkan kepada bangsa lain. Segala ikatan, hubungan dan janji kemerdekaan harus
diputus, dan sebaliknya perlu mengadakan perundingan dengan Ir. Soekarno dan Mohammad Hatta agar kelompok pemuda diikutsertakan dalam menyatakan proklamasi.
Langkah selanjutnya malam itu juga sekitar jam 22.00 WIB Wikana dan Darwis mewakili kelompok muda mendesak Soekarno agar bersedia melaksanakan proklamasi kemerdekaan
Indonesia secepatnya lepas dari Jepang. Ternyata usaha tersebut gagal. Soekarno tetap tidak mau memproklamasikan kemerdekaan. Kuatnya pendirian Ir. Soekarno untuk tidak
memproklamasikan kemerdekaan sebelum rapat PPKI menyebabkan golongan muda berpikir
bahwa golongan tua mendapat pengaruh dari Jepang. Selanjutnya golongan muda mengadakan rapat di Jalan Cikini 71 Jakarta pada pukul 24.00 WIB menjelang tanggal 16
Agustus 1945. Pukul 04.00 dinihari, tanggal 16 Agustus 1945, Soekarno dan Hatta oleh sekelompok pemuda
dibawa ke Rengasdengklok. Aksi “penculikan” itu sangat mengecewakan Bung Karno, sebagaimana dikemukakan Lasmidjah Hardi 1984:60. Bung Karno marah dan kecewa,
terutama karena para pemuda tidak mau mendengarkan pertimbangannya yang sehat. Mereka menganggap perbuatannya itu sebagai tindakan patriotik. Namun, melihat keadaan dan situasi
yang panas, Bung Karno tidak mempunyai pilihan lain, kecuali mengikuti kehendak para pemuda untuk dibawa ke tempat yang mereka tentukan. Fatmawati istrinya, dan Guntur yang
pada waktu itu belum berumur satu tahun, ia ikut sertakan. Tujuan para pemuda mengamankan Soekarno Hatta Ke Rengasdengklok antara lain:
- Agar kedua tokoh tua itu tidak terpengaruh Jepang - Mendesak keduanya untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia dan terlepas dari
segala ikatan Jepang Rengasdengklok kota kecil dekat Karawang dipilih oleh para pemuda untuk mengamankan
Soekarno-Hatta dengan perhitungan militer; antara anggota PETA Pembela Tanah Air Daidan Purwakarta dengan Daidan Jakarta telah terjalin hubungan erat sejak mereka
mengadakan latihan bersama-sama. Di samping itu, Rengasdengklok letaknya terpencil sekitar 15 km. dari Kedunggede Karawang. Dengan demikian, deteksi dengan mudah
dilakukan terhadap setiap gerakan tentara Jepang yang mendekati Rengasdengklok, baik yang datang dari arah Jakarta maupun dari arah Bandung atau Jawa Tengah.
Sehari penuh, Soekarno dan Hatta berada di Rengasdengklok. Maksud para pemuda untuk menekan mereka, supaya segera melaksanakan Proklamasi Kemerdekaan terlepas dari segala
kaitan dengan Jepang, rupa-rupanya tidak membuahkan hasil. Agaknya keduanya memiliki wibawa yang cukup besar. Para pemuda yang membawanya ke Rengasdengklok, segan untuk
melakukan penekanan terhadap keduanya. Sukarni dan kawan-kawannya, hanya dapat mendesak Soekarno-Hatta untuk menyatakan proklamasi secepatnya seperti yang telah
direncanakan oleh para pemuda di Jakarta . Akan tetapi, Soekarno-Hatta tidak mau didesak
begitu saja. Keduanya, tetap berpegang teguh pada perhitungan dan rencana mereka sendiri. Di sebuah pondok bambu berbentuk panggung di tengah persawahan Rengasdengklok, siang
itu terjadi perdebatan panas; ” Revolusi berada di tangan kami sekarang dan kami memerintahkan Bung, kalau Bung tidak memulai revolusi
malam ini, lalu …”. ” Lalu apa ?” teriak Bung Karno sambil beranjak dari kursinya, dengan kemarahan yang menyala-nyala.
Semua terkejut, tidak seorang pun yang bergerak atau berbicara. Waktu suasana tenang kembali. Setelah Bung Karno duduk. Dengan suara rendah ia mulai
berbicara; ” Yang paling penting di dalam peperangan dan revolusi adalah saatnya yang tepat. Di Saigon, saya sudah merencanakan seluruh pekerjaan ini untuk dijalankan tanggal 17 “. ”
Mengapa justru diambil tanggal 17, mengapa tidak sekarang sa ja, atau tanggal 16 ?” tanya
Sukarni. ” Saya seorang yang percaya pada mistik”. Saya tidak dapat menerangkan dengan pertimbangan akal, mengapa tanggal 17 lebih memberi harapan kepadaku. Akan tetapi saya
merasakan di dalam kalbuku, bahwa itu adalah saat yang baik. Angka 17 adalah angka suci. Pertama-tama kita sedang berada dalam bulan suci Ramadhan, waktu kita semua berpuasa,
ini berarti saat yang paling suci bagi kita. tanggal 17 besok hari Jumat, hari Jumat itu Jumat legi, Jumat yang berbahagia, Jumat suci. Al-
Qur’an diturunkan tanggal 17, orang Islam sembahyang 17 rakaat, oleh karena itu kesucian angka 17 bukanlah buatan manusia “.
Demikianlah antara lain dialog antara Bung Karno dengan para pemuda di Rengasdengklok sebagaimana ditulis Lasmidjah Hardi 1984:61.
Sementara itu, di Jakarta, antara Mr. Ahmad Soebardjo dari golongan tua dengan Wikana dari golongan muda membicarakan kemerdekaan yang harus dilaksanakan di Jakarta . Laksamana
Tadashi Maeda, bersedia untuk menjamin keselamatan mereka selama berada di rumahnya. Berdasarkan kesepakatan itu, Jusuf Kunto dari pihak pemuda, hari itu juga mengantar Ahmad
Soebardjo bersama sekretaris pribadinya, Sudiro, ke Rengasdengklok untuk menjemput Soekarno dan Hatta. Rombongan penjemput tiba di Rengasdengklok sekitar pukul 17.00.
Ahmad Soebardjo memberikan jaminan, bahwa Proklamasi Kemerdekaan akan diumumkan pada tanggal 17 Agustus 1945, selambat-lambatnya pukul 12.00. Dengan jaminan itu,
komandan kompi PETA setempat, Cudanco Soebeno, bersedia melepaskan Soekarno dan Hatta kembali ke Jakarta Marwati Djoened Poesponegoro, ed. 1984:82-83.