Pernyataan tersebut tidak memuaskan beberapa tokoh pemuda yang hadir, seperti utusan dari Jakarta  yang  dipimpin  oleh  Sukarni,  Harsono  Tjokroaminoto  dan  Chairul  Saleh.  Mereka
bertekad  untuk  menyiapkan  suatu  gerakan  pemuda  yang  lebih  radikal.  Untuk  itulah  pada tanggal  3  Juni  1945  diadakan  suatu  pertemuan  rahasia  di  Jakarta  untuk  membentuk  suatu
panitia  khusus  yang  diketuai  oleh  B.M.  Diah,  dengan  anggotanya  Sukarni,  Sudiro,  Sjarif
Thajeb,  Harsono  Tjokroaminoto,  Wikana,  Chairul  Saleh,  P.  Gultom,  Supeno  dan  Asmara Hadi.
Pertemuan  semacam  itu  diadakan  lagi  pada  tanggal  15  Juni  1945,  yang  menghasilkan pembentukan Gerakan Angkatan Baroe Indonesia. Dalam prakteknya kegiatan organisasi itu
banyak  dikendalikan  oleh  para  pemuda  dari  Asrama  Menteng  31.  Tujuan  dari  gerakan  itu, seperti  yang  tercantum  di  dalam  surat  kabar  Asia  Raja  pada  pertengahan  bulan  Juni  1945,
menunjukkan sifat gerakan yang lebih radikal sebagai berikut : 1.    mencapai persatuan kompak di antara seluruh golongan masyarakat Indonesia;
2.     menanamkan  semangat  revolusioner  massa  atas  dasar  kesadaran  mereka  sebagai  rakyat yang berdaulat;
3.    membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia; 4.     mempersatukan  Indonesia  bahu-membahu  dengan  Jepang,  tetapi  jika  perlu  gerakan  itu
bermaksud untuk mencapai kemerdekaan dengan kekuatannya sendiri.
Gerakan Rakyat Baroe
Gerakan  Rakyat  Baroe  dibentuk  berdasarkan  hasil  sidang  ke-8   Cuo  Sangi  In  yang mengusulkan  berdirinya  suatu  gerakan  untuk  mengobar-ngobarkan  semangat  cinta  kepada
tanah  air  dan  semangat  perang.  Pembentukan  badan  ini  diperkenankan  oleh  Saiko  Shikikan
yang  baru,  Letnan  Jenderal  Y.  Nagano  pada  tanggal  2  juli  1945.  Susunan  pengurus  pusat
organisasi  ini  terdiri  dari  80  orang.  Anggotanya  terdiri  atas  penduduk  asli  Indonesia  dan bangsa Jepang, golongan Cina, golongan Arab dan golongan peranakan Eropa. Tokoh-tokoh
pemuda  radikal  seperti  Chairul  Saleh,  Sukarni,  B.M.  Diah,  Asmara  Hadi,  Harsono Tjokroaminoto,  Wikana,  Sudiro,  Supeno,  Adam  Malik,  S.K.  Trimurti,  Sutomo  dan  Pandu
Kartawiguna diikutsertakan dalam organisasi tersebut.
Tujuan  pemerintah  Jepang  mengangkat  wakil-wakil  golongan  muda  di  dalam  organisasi  itu
adalah  agar  pemerintah  Jepang  dapat  mengawasi  kegiatan-kegiatan  mereka.  Sumobuco Mayor Jenderal Nishimura
menegaskan bahwa setiap pemuda yang tergabung di dalamnya harus tunduk sepenuhnya kepada Gunseikanbu pemerintah militer Jepang dan mereka harus
bekerja  dibawah  pengawasan  pejabat-pejabat  pemerintah.  Dengan  demikian  berarti kebebasan  bergerak  para  pemuda  dibatasi,  sehingga  timbullah  rasa  tidak  puas.  Oleh  karena
itulah, tatkala Gerakan Rakyat Baroe ini diresmikan pada tanggal 28 Juli 1945, tidak seorang pun pemuda radikal yang bersedia memduduki kursi yang telah disediakan. Sehingga nampak
semakin  tajam  perselisihan  paham  antara  golongan  tua  dan  golongan  muda  tentang  cara melaksanakan pembentukan negara Indonesia Merdeka.
D.   PEMBENTUKAN PPKI
Pada tanggal 7 Agustus 1945 BPUPKI dibubarkan. Sebagai gantinya pemerintah pendudukan Jepang membentuk  PPKI  Dokuritsu Junbi  Inkai. Sebanyak 21 anggota PPKI  yang terpilih
tidak hanya terbatas pada wakil-wakil dari Jawa yang berada di bawah pemerintahan Tentara Keenambelas,  tetapi  juga  dari  berbagai  pulau,  yaitu  :  12  wakil  dari  Jawa,  3  wakil  dari
Sumatera,  2  wakil  dari  Sulawesi,  seorang  dari  Kalimantan,  seorang  dari  Sunda  Kecil
Nusatenggara,  seorang  dari  Maluku  dan  seorang  lagi  dari  golongan  penduduk  Cina.  Ir. Sukarno
ditunjuk  sebagai  ketua  PPKI  dan  Drs.  Moh.  Hatta  ditunjuk  sebagai  wakil ketuanya. Sedangkan Mr. Ahmad Subardjo ditunjuk sebagai penasehatnya.
Kepada  para  anggota  PPKI,  Gunseikan  Mayor  Jenderal  Yamamoto  menegaskan  bahwa
para anggota PPKI tidak hanya dipilih oleh pejabat di lingkungan Tentara Keenambelas, akan
tetapi  oleh  Jenderal  Besar  Terauci  sendiri  yang  menjadi  penguasa  perang  tertinggi  di
seluruh Asia Tenggara. Dalam rangka pengangkatan itulah, Jenderal Besar Terauci memanggil tiga tokoh Pergerakan
Nasional,  yaitu  Ir.  Sukarno,  Drs.  Moh.  Hatta  dan  dr.  Radjiman  Wediodiningrat.  Pada
tanggal  9  Agustus  1945  mereka  berangkat  menuju  markas  besar  Terauci  di  Dalat,  Vietnam Selatan.  Dalam  pertemuan  di  Dalat  pada   tanggal  12  Agustus  1945  Jenderal  Besar  Terauci
menyampaikan kepada ketiga tokoh itu bahwa Pemerintah Kemaharajaan telah memutuskan untuk  memberikan  kemerdekaan  kepada  Indonesia.  Pelaksanaannya  dapat  dilakukan  segera
setelah  persiapannya  selesai  oleh  PPKI.  Wilayah  Indonesia  akan  meliputi  seluruh  bekas wilayah Hindia Belanda.
Ketika  ketiga  tokoh  itu  berangkat  kembali  menuju  Jakarta  pada  tanggal  14  Agustus  1945, Jepang  telah  dibom  atom  oleh  Sekutu  di  kota  Hirosima  dan  Nagasaki.  Bahkan  Uni  Soviet
mengingkari janjinya dan menyatakan perang terhadap Jepang seraya melakukan penyerbuan ke  Manchuria.  Dengan  demikian  dapat  diramalkan  bahwa  kekalahan  Jepang  akan  segera
terjadi. Keesokan harinya, pada tanggal 15 Agustus 1945 Sukarno-Hatta tiba kembali di tanah air.  Dengan  bangganya  Ir.  Sukarno  berkata  :  “Sewaktu-waktu  kita  dapat  merdeka;  soalnya
hanya  tergantung  kepada  saya  dan  kemauan  rakyat  memperbarui  tekadnya  meneruskan perang suci Dai Tao
ini. Kalau dahulu saya berkata „Sebelum jagung berbuah, Indonesia akan merdeka  :  sekarang  saya  dapat  memastikan  Indonesia  akan  merdeka,  sebelum  jagung
berbuah.”  Perkataan  itu  menunjukkan  bahwa  Ir.  Sukarno  pada  saat  itu  belum  mengetahui bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu.
E.    PERBEDAAN  PENDAPAT  ANTARA  GOLONGAN  TUA  DAN  GOLONGAN MUDA
Berita tentang kekalahan Jepang, diketahui oleh sebagian golongan muda melalui radio siaran luar negeri. Pada malam harinya Sutan syahrir menyampaikan berita itu kepada Moh. Hatta.
Syahrir  juga  menanyakan  mengenai  kemerdekaan  Indonesia  sehubungan  dengan  peristiwa tersebut. Moh. Hatta berjanji akan menanyakan hal itu kepada
Gunseikanbu .  Setelah  yakin  bahwa  Jepang  telah  menyerah  kepada  Sekutu,  Moh.  Hatta  mengambil
keputusan untuk segera mengundang anggota PPKI. Selanjutnya  golongan  muda  mengadakan  rapat  di  salah  satu  ruangan  Lembaga  Bakteriologi
di Jalan Pegangsaan Timur, Jakarta. Rapat dilaksanakan pada tanggal 15 agustus 1945, pukul
20.30 waktu  Jawa. Rapat  yang dipimpin oleh  Chairul Saleh itu menghasilkan  keputusan
“ kemerdekaan  Indonesia adalah hak dan soal rakyat Indonesia sendiri, tak dapat digantungkan
pada  orang  dan  negara  lain.  Segala  ikatan  dan  hubungan  dengan  janji  kemerdekaan  dari Jepang harus diputuskan dan sebaliknya diharapkan diadakan perundingan dengan golongan
muda agar mereka diikutsertakan dalam pernyataan proklamasi.”
Keputusan  rapat  itu  disampaikan  oleh  Wikana  dan  Darwis  pada  pukul  22.30  waktu  Jawa
kepada  Ir.  Sukarno  di  rumahnya,  Jl.  Pegangsaan  Timur  56,  Jakarta.   Kedua  utusan  tersebut
segera menyampaikan keputusan golongan muda agar Ir. Sukarno segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia tanpa menunggu hadiah dari Jepang. Tuntutan Wikana yang disertai
ancaman  bahwa  akan  terjadi  pertumpahan  darah  jika  Ir.  Sukarno  tidak  menyatakan proklamasi keesokan harinya telah menimbulkan ketegangan. Ir. Sukarno marah dan berkata
“Ini leher saya, seretlah saya ke pojok itu dan sudahilah nyawa saya malam ini juga, jangan menunggu  sampai  besok.  Saya  tidak  bisa  melepaskan  tanggungjawab  saya  sebagai  ketua
PPKI.   Karena  itu  saya  tanyakan  kepada  wakil- wakil  PPKI  besok”.   Ketegangan  itu  juga
disaksikan oleh golongan tua lainnya seperti : Drs. Moh. Hatta, dr. Buntaran, dr. Samsi, Mr. Ahmad Subardjo dan Iwa Kusumasumantri.
Dalam  diskusi  antara  Darwis  dan  Wikana ,  Moh.  Hatta  berkata,  “Dan  kami  pun  tak  dapat
ditarik-tarik  atau  didesak  supaya  mesti  juga  mengumumkan  proklamasi  itu.  Kecuali  jiak Saudara-saudara  memang  sudah  siap  dan  sanggup  memproklamasikan.  Cobalah  Saya  pun
ingin  melihat  kesanggupan  Saudara-saudara ”  Utusan  itu  pun  menjawab  “Kalau  begitu
pendirian  Saudara-saudara  berdua,  baiklah    Dan  kami  pemuda-pemuda  tidak  dapat menanggung  sesuatu,  jika  besok  siang  proklamasi  belum  juga  diumumkan.  Kami  pemuda-
pemuda akan bertindak dan menunjukkan kesanggupan yang saudara kehendaki itu”
F. PERISTIWA RENGANDENGKLOK
Kekalahan Jepang dalam Perang Pasifik semakin jelas dengan dijatuhkannya bom atom oleh Sekutu di kota Hiroshima pada tanggal 6 Agustus 1945 dan Nagasaki pada tanggal 9 Agustus
1945.  Akibat  peristiwa  tersebut,  kekuatan  Jepang  makin  lemah.  Kepastian  berita  kekalahan Jepang  terjawab  ketika  tanggal  15  Agustus  1945  dini  hari,  Sekutu  mengumumkan  bahwa
Jepang  sudah  menyerah  tanpa  syarat  dan  perang  telah  berakhir.  Berita  tersebut  diterima melalui siaran radio di Jakarta oleh para pemuda yang termasuk orang-orang Menteng Raya
31 seperti Chaerul Saleh, Abubakar Lubis, Wikana, dan lainnya. Penyerahan Jepang kepada Sekutu  menghadapkan para pemimpin  Indonesia  pada masalah  yang cukup berat.  Indonesia
mengalami  kekosongan  kekuasaan  vacuum  of  power.  Jepang  masih  tetap  berkuasa  atas Indonesia  meskipun  telah  menyerah,  sementara  pasukan  Sekutu  yang  akan  menggantikan
mereka  belum  datang.  Gunseikan  telah  mendapat  perintah-perintah  khusus  agar mempertahankan  status  quo  sampai  kedatangan  pasukan  Sekutu.  Adanya  kekosongan
kekuasaan  menyebabkan  munculnya  konflik  antara  golongan  muda  dan  golongan  tua mengenai  masalah  kemerdekaan  Indonesia.  Golongan  muda  menginginkan  agar  proklamasi
kemerdekaan  segera  dikumandangkan.  Mereka  itu  antara  lain  Sukarni,  B.M  Diah,  Yusuf Kunto,  Wikana,  Sayuti  Melik,  Adam  Malik,  dan  Chaerul  Saleh.  Sedangkan  golongan  tua
menginginkan proklamasi kemerdekaan harus dirapatkan dulu dengan anggota PPKI. Mereka adalah Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, Mr. Ahmad Subardjo, Mr. Moh. Yamin, Dr. Buntaran,
Dr.  Syamsi  dan  Mr.  Iwa  Kusumasumantri.  Golongan  muda  kemudian  mengadakan  rapat  di salah  satu  ruangan  Lembaga  Bakteriologi  di  Pegangsaan  Timur,  Jakarta  pada  tanggal  15
Agustus  1945  pukul  20.00  WIB.  Rapat  tersebut  dipimpin  oleh  Chaerul  Saleh  yang menghasilkan  keputusan  tuntutan-tuntutan  golongan  muda  yang  menegaskan  bahwa
kemerdekaan  Indonesia  adalah  hal  dan  soal  rakyat  Indonesia  sendiri,  tidak  dapat digantungkan  kepada  bangsa  lain.  Segala  ikatan,  hubungan  dan  janji  kemerdekaan  harus
diputus, dan sebaliknya perlu mengadakan perundingan dengan Ir. Soekarno dan Mohammad Hatta agar kelompok pemuda diikutsertakan dalam menyatakan proklamasi.
Langkah  selanjutnya  malam  itu  juga  sekitar  jam  22.00  WIB  Wikana  dan  Darwis  mewakili kelompok  muda  mendesak  Soekarno  agar  bersedia  melaksanakan  proklamasi  kemerdekaan
Indonesia secepatnya lepas dari Jepang. Ternyata usaha tersebut gagal. Soekarno tetap tidak mau  memproklamasikan  kemerdekaan.  Kuatnya  pendirian  Ir.  Soekarno  untuk  tidak
memproklamasikan kemerdekaan sebelum rapat PPKI menyebabkan golongan muda berpikir