Penyimpangan Minor Penyimpangan Mayor

transit 14 PT Mulia Sejahtera Mandiri memperoleh Sertifikat Kelayakan Pengolahan SKP dengan nilai kelayakan dasar “B”. Daftar penilaian sanitasi higiene tempat pembongkaran ikan transit dapat dilihat pada Lampiran 3. Sedangkan berdasarkan penilaian kelayakan dasar di unit pengolahan ikan tuna PT Makmur Jaya sejahtera, diketahui penyimpangan yang terjadi meliputi satu penyimpangan minor dan lima penyimpangan mayor, sehingga PT Makmur Jaya Sejahtera memperoleh SKP dengan nilai kelayakan dasar “A”. Daftar penilaian kelayakan dasar Unit Pengolahan Ikan UPI dapat dilihat pada Lampiran 4. Berdasarkan penilaian kelayakan dasar yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan DKP, PT Makmur Jaya Sejahtera juga memperoleh SKP dengan nilai kelayakan dasar “A” dengan No.274PPSKPPBIII807, yang dapat dilihat pada Lampiran 5. Sertifikat kelayakan pengolahan adalah sertifikat yang diberikan kepada unit pengolahan ikan UPI yang telah menerapkan Good Manufacturing Practices GMP, serta memenuhi persyaratan Sanitation Standard Operating Procedures SSOP dan Good Hygiene Practices GHP sesuai dengan standar dan regulasi dari otoritas kompeten. Hasil penilaian ketidaksesuaian atau penyimpangan yang terdapat di transit 14 PT Mulia Sejahtera Mandiri dan di unit pengolahan ikan tuna PT Makmur Jaya Sejahtera adalah sebagai berikut:

4.2.1 Penyimpangan Minor

Penyimpangan minor adalah penyimpangan yang apabila tidak dilakukan tindakan koreksi mempengaruhi mutu pangan DKP 2007 a . Berdasarkan hasil penilaian, tidak ditemukan penyimpangan minor di transit 14 PT Mulia Sejahtera Mandiri. Sedangkan di PT Makmur Jaya Sejahtera terdapat satu penyimpangan minor. Penyimpangan tersebut adalah peralatan masih ada yang tidak diberi tanda untuk setiap area kerja yang berbeda, seperti pisau, keranjang, pinset, sendok, bak stainless steel, dan talenan cutting board. Peralatan yang tidak diberi tanda memungkinkan untuk digunakan pada area kerja yang lain dan memungkinkan terjadinya kontaminasi silang. Menurut Marriott dan Gravani 2006, peralatan yang ada di industri pengolahan harus memiliki area kerja yang spesifik untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang.

4.2.2 Penyimpangan Mayor

Penyimpangan mayor adalah penyimpangan yang apabila tidak dilakukan tindakan koreksi akan mempengaruhi keamanan pangan DKP 2007 a . Berdasarkan hasil penilaian, terdapat dua penyimpangan mayor di transit 14 PT Mulia Sejahtera Mandiri. Penyimpangan-penyimpangan tersebut adalah: a. Tidak tersedia wadah limbah yang diberi penutup. Limbah tersebut berupa pembuangan daging ikan tuna hasil checker untuk penentuan kualitas mutu ikan tuna yang didaratkan serta limbah kotoran sisa pembersihan isi perut dan insang. Daging ikan hasil checker biasanya hanya ditempatkan di kantong plastik tanpa diberi penutup, sedangkan sisa isi perut dan insang ditempatkan di keranjang tanpa penutup. Penggunaan tutup wadah limbah bertujuan untuk mencegah datangnya serangga ke area transit. b. Toilet dan tempat cuci tangan terkadang tidak dilengkapi dengan sabun dan bahan pensuci hama. Sabun berfungsi untuk mengefektifkan proses sanitasi tangan pekerja yaitu sebagai desinfektan untuk membersihkan kotoran yang melekat pada tangan pekerja untuk mencegah kontaminasi silang pada produk. Penyimpangan mayor yang terdapat di unit pengolahan ikan tuna PT Makmur Jaya Sejahtera ada sebanyak lima penyimpangan. Penyimpangan- penyimpangan tersebut adalah: a. Lantai pada ruang penanganan dan pengolahan terbuat dari bahan yang kedap air, tidak beracun, tidak menyerap, dan tidak licin, namun pada beberapa bagian terdapat lantai yang retak dan tidak rata. Hal ini dapat menyebabkan akumulasi kotoran yang akhirnya dapat mengkontaminasi produk. Marriott dan Gravani 2006 menyatakan bahwa lantai pada industri pengolahan makanan harus kedap air, bebas dari retak dan celah, serta tahan terhadap bahan kimia. b. Dinding ruang penanganan dan pengolahan tidak bebas dari penonjolan, pipa dan kabel masih ada yang tidak ditutup dengan baik, misalnya pada ruang produksi fresh masih terdapat pipa saluran air dan kabel yang tidak tertanam dalam dinding. Hal ini dapat menimbulkan akumulasi kotoran yang memungkinkan terjadinya kontaminasi pada produk. Sebaiknya semua pipa dan kabel tertanam dengan baik di dalam dinding agar tidak menyebabkan akumulasi kotoran. Menurut Marriott dan Gravani 2006, dinding pada industri penolahan harus bebas dari retak dan celah, kedap air dan zat cair lainnya untuk mempermudah dan mengefektifan proses pembersihan. c. Pertemuan antara dinding dan lantai serta dinding dan dinding tidak mudah dibersihkan, karena masih membentuk sudut 90 o . Hal ini dapat menyebabkan akumulasi kotoran yang selanjutnya dapat menjadi sumber kontaminasi produk. Marriott dan Gravani 2006 menyatakan bahwa sudut pada pertemuan lantai dan dinding sebaiknya dibuat 45 o untuk mengurangi akumulasi kotoran. d. Tempat untuk ikan segar memungkinkan ikan tidak terlindung dari kontaminasi. Ikan yang baru diterima di perusahaan, kadang-kadang tidak langsung dimasukkan ke dalam bak penampungan ikan, namun diletakkan di lantai, hal ini dapat menyebabkan terjadinya kontaminasi kotoran dan bakteri yang ada di lantai ke tubuh ikan serta memungkinkan terjadinya peningkatatan suhu ikan yang berpotensi meningkatkan kadar histamin. Sebaiknya ikan yang baru diterima di perusahaan, langsung dimasukkan ke dalam bak penampungan ikan. Price et al. 1991 melaporkan bahwa pembentukan histamin akan terhambat pada suhu 0 o C atau lebih rendah. Menurut Taylor dan Alasalvar 2002, histamin tidak akan terbentuk bila ikan selalu disimpan dibawah suhu 5 o C. Oleh karena itu, Food and Drug Aministration FDA menetapkan batas kritis suhu untuk pertumbuhan histamin pada tubuh ikan yaitu 4,4 o C. e. Pembuatan fillet dan pemotongan tidak dilakukan di tempat yang berbeda dengan pembuangan kepala, namun masih dilakukan pada satu meja proses. Hal tersebut dapat menyebabkan kontaminasi bakteri yang berasal dari kepala atau kulit ikan. Sebaiknya proses pembuatan fillet dan pemotongan dilakukan pada meja proses yang terpisah dengan meja proses yang digunakan untuk pembuangan kepala untuk mencegah terjadinya kontaminasi pada produk yang diolah. Menurut Omura et al. 1978, bakteri pembentuk histamin secara alami terdapat pada otot, insang, dan isi perut ikan. Kemungkinan besar insang dan isi perut merupakan sumber bakteri ini karena jaringan otot ikan segar biasanya bebas dari mikroorganisme. Sumner et al. 2004 menambahkan bahwa bakteri ini akan menyebar ke seluruh bagian tubuh selama proses penanganan. Penyebaran bakteri biasanya terjadi pada saat proses pembuangan insang gilling dan penyiangan gutting.

4.2.3 Penyimpangan Serius