Risk characterization karakterisasi risiko

jika dibandingkan dengan standar kadar histamin yang ditetapkan oleh FDA, Uni Eropa, atau Jepang. Oleh karena itu, ikan tuna segar dan produk tuna loin beku tersebut masih aman dan layak untuk dikonsumsi.

4.3.4 Risk characterization karakterisasi risiko

Risk characterization merupakan proses penentuan secara kualitatif dan atau kuantitatif yang mencakup ketidakpastian, kemungkinan kejadian dan keparahan dari potensi yang merugikan kesehatan yang diketahui atau dikenal dalam suatu populasi yang ditentukan berdasarkan hazard identification, exposure assessment, dan hazard characterization Sumner et al. 2004. Penentuan ranking atau tingkat risiko ini dilakukan dengan analisis secara semikuantitatif menggunakan model perhitungan risk ranger Ross dan Sumner 2002. Prinsip analisis semikuantitatif ini adalah mengubah data kualitatif menjadi data kuantitatif. Kisaran ranking risiko dari yang terendah hingga yang tertinggi digambarkan dengan nilai 0-100, ranking 0 berarti bahaya histamin tidak menyebabkan risiko terhadap seluruh populasi hingga ranking 100 yang berarti bahaya histamin dapat menimbulkan risiko kematian pada seluruh populasi. Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa ikan tuna segar yang didaratkan di transit sebagian langsung diekspor ke Jepang sebagai produk tuna segar dan sebagian lagi diolah di perusahaan pengolahan sebagai produk tuna loin beku, dalam hal ini di PT Makmur Jaya Sejahtera, untuk selanjutnya di ekspor ke Amerika Serikat. Oleh karena itu, analisis penentuan ranking risiko dilakukan terhadap negara Jepang dan Amerika Serikat. Proses penentuan ranking risiko bahaya histamin di negara Jepang dan Amerika Serikat dapat dilihat pada Tabel 7 dan 8. Tabel 7. Penilaian risiko secara semi kuantitatif dari bahaya histamin pada ikan tuna segar bagi penduduk Jepang No. Kriteria risiko dan keterangannya A. Tingkat keparahan dan populasi yang dapat terkena 1. Tingkat keparahan dari bahaya Ringan mild 2. Persentase populasi yang dapat terkena bahaya histamin 100 dari populasi seluruh populasi dapat terkena bahaya histamin

B. Kemungkinan terkena dari makanan

3. Frekuensi konsumsi produk Setiap minggu weekly 4. Proporsi populasi yang yang mengkonsumsi produk Sebagian besar 75 populasi 5. Ukuran populasi yang dapat mengkonsumsi Jepang 127.630.000 jiwa

C. Kemungkinan dari makanan yang terdapat dosis yang dapat membahayakan

6. Peluang kontaminasi pada awal proses penanganan 1 dalam frekuensi yang sangat kecil 7. Pengaruh proses penanganan Meningkatkan jumlah histamin sebanyak 46 8. Potensi terkontaminasi setelah proses penanganan Tidak ada 9. Efektivitas kontrol setelah proses penanganan Terkontrol dengan baik 10. Besar kenaikan kadar histamin yang dapat menyebabkan keracunan pada rata-rata konsumen dari jumlah kadar histamin pada akhir proses 68 kali kenaikan kadar histamin 11. Pengaruh preparasi pemasakan sebelum dikonsumsi Proses pemasakan tidak dapat mengurangi kandungan histamin Kemungkinan terjadinya penyakit per hari per konsumen yang dapat terkena bahaya 9,64 x 10 -6 Prediksi total populasi yang dapat terkena bahaya 337.000 jiwa dari total penduduk Jepang yaitu 127.630.000 jiwa Ranking risiko 0 – 100 Tinggi 54 Berdasarkan Tabel 7 diatas dapat diketahui bahwa perkiraan ranking risiko bahaya histamin untuk penduduk Jepang tergolong dalam kategori tinggi dengan nilai ranking risiko 54. Dari total penduduk Jepang pada bulan April tahun 2009 yaitu 127.630.000 jiwa, perkiraan jumlah penduduk yang dapat terkena bahaya histamin adalah 337.000 jiwa. Perkiraan risiko tersebut berdasarkan sejumlah asumsi, yaitu: 1. Tingkat keparahan dari bahaya histamin adalah ringan. 2. Persentase jumlah populasi yang dapat terkena bahaya histamin adalah keseluruhan jumlah populasi di negara Jepang. 3. Frekuensi konsumsi produk adalah setiap minggu berdasarkan informasi rata-rata tingkat konsumsi ikan dan produk perikanan oleh masyarakat Jepang tahun 2003 hingga 2005 yaitu 63,2 kg per kapita tahun. 4. Jumlah penduduk yang mengkonsumsi ikan tuna segar adalah sebagian besar penduduk Jepang 75 dari total populasi. 5. Jumlah penduduk Jepang adalah sebanyak 127.630.000 jiwa pada bulan April tahun 2009. 6. Peluang kontaminasi pada bahan baku adalah 1 berdasarkan pengamatan bahwa penerapan rantai dingin selalu dilakukan setelah ikan ditangkap untuk mencegah peningkatan kadar histamin. 7. Proses penanganan mempengaruhi kenaikan jumlah kadar histamin 46 ikan tuna segar dengan kualitas mutu A memiliki rata-rata kadar histamin 2,02 ppm dan ikan tuna segar dengan kualitas mutu B memiliki rata-rata kadar histamin 2,94 ppm. 8. Tidak ada potensi kontaminasi pada produk akhir. 9. Efektifitas kontrol pada produk akhir terkontrol dengan baik dalam arti dapat dipercaya dan efektif. 10. Besar kenaikan kadar histamin pada ikan tuna dengan kualitas mutu B yang dapat menyebabkan keracunan pada rata-rata konsumen adalah 68 kali. Diketahui rata-rata kadar histamin ikan tuna dengan kualitas mutu B adalah 2,94 ppm, sedangkan kadar histamin yang dapat menyebabkan bahaya bagi konsumen Jepang adalah 200 ppm 20 mg100 gram. Hal ini berarti kenaikan sebesar 68 kali dari kadar histamin pada ikan tuna dengan kualitas mutu B dapat membahayakan konsumen. 11. Proses pengolahan tidak dapat memberikan pengaruh berkurangnya bahaya yang ditimbulkan dari histamin, karena bahaya histamin tidak dapat dihilangkan dengan berbagai proses pengolahan, namun peningkatan kadar histamin dapat ditekan. Tabel 8. Penilaian risiko secara semi kuantitatif dari bahaya histamin pada produk tuna loin beku bagi penduduk Amerika Serikat No. Kriteria risiko dan keterangannya A. Tingkat keparahan dan populasi yang dapat terkena 1. Tingkat keparahan dari bahaya Ringan mild 2. Persentase populasi yang dapat terkena bahaya histamin 100 dari populasi seluruh populasi dapat terkena bahaya histamin

B. Kemungkinan terkena dari makanan

3. Frekuensi konsumsi produk Setiap bulan monthly 4. Proporsi populasi yang yang mengkonsumsi produk Sangat sedikit 5 5. Ukuran populasi yang dapat mengkonsumsi Amerika Serikat 306.221.000 jiwa

C. Kemungkinan dari makanan yang terdapat dosis yang dapat membahayakan

6. Peluang kontaminasi pada awal proses pengolahan 1 dalam frekuensi yang sangat kecil 7. Pengaruh proses pengolahan Meningkatkan jumlah histamin sebanyak 30 . 8. Potensi terkontaminasi setelah proses pengolahan Tidak ada 9. Efektivitas kontrol setelah pasca proses pengolahan Terkontrol dengan baik 10. Besar kenaikan kadar histamin yang dapat menyebabkan keracunan pada rata-rata konsumen dari jumlah kadar histamin pada akhir proses 123 kali kenaikan kadar histamin 11. Pengaruh preparasi pemasakan sebelum dikonsumsi Proses pemasakan tidak dapat mengurangi kandungan histamin. Kemungkinan terjadinya penyakit per hari per konsumen yang dapat terkena bahaya 8,02 x 10 -7 Prediksi total yang dapat terkena bahaya dalam populasi 4420 jiwa dari total penduduk Amerika Serikat yaitu 306.221.000 Ranking risiko 0 – 100 Sedang 46 Berdasarkan Tabel 8 dapat diketahui bahwa perkiraan ranking risiko bahaya histamin untuk penduduk Amerika Serikat tergolong dalam kategori sedang dengan nilai ranking risiko 46. Dari total penduduk Amerika Serikat pada bulan April tahun 2009 yaitu 306.221.000 jiwa, perkiraan jumlah penduduk yang dapat terkena bahaya histamin adalah 4420 jiwa. Perkiraan risiko tersebut berdasarkan sejumlah asumsi, yaitu: 1. Tingkat keparahan dari bahaya adalah ringan. 2. Persentase jumlah populasi yang dapat terkena bahaya histamin adalah keseluruhan jumlah populasi di negara Amerika Serikat. 3. Frekuensi konsumsi produk satu bulan sekali berdasarkan informasi konsumsi seafood frozen dan canned oleh masyarakat Amerika Serikat tahun 2007 yaitu sebesar 9,95 kg per kapitatahun. 4. Jumlah penduduk yang mengkonsumsi tuna adalah 5 dari total populasi. 5. Jumlah penduduk Amerika Serikat adalah sebanyak 306.221.000 jiwa pada bulan April tahun 2009. 6. Peluang kontaminasi pada bahan baku adalah 1 berdasarkan pengamatan yang selalu menerapkan rantai dingin setelah ikan ditangkap. 7. Proses pengolahan mempengaruhi kenaikan jumlah kadar histamin 30 rata-rata kadar histamin ikan tuna pada awal proses pengolahan adalah 3,13 ppm dan pada produk akhir tuna loin beku adalah 4,05 ppm. 8. Tidak ada potensi kontaminasi pada produk akhir. 9. Efektifitas kontrol pada produk akhir terkontrol dengan baik dalam arti dapat dipercaya dan efektif. 10. Besar kenaikan kadar histamin pada produk akhir tuna loin beku yang dapat menyebabkan keracunan pada rata-rata konsumen adalah 123 kali. Diketahui rata-rata kadar histamin pada produk akhir tuna loin beku adalah 4,05 ppm, sedangkan kadar histamin yang dapat menyebabkan bahaya bagi konsumen adalah 500 ppm 50 mg100 gram FDA 2002, hal ini berarti kenaikan sebesar 123 kali dari kadar histamin pada produk akhir tuna loin beku dapat membahayakan konsumen. 11. Proses pengolahan tidak dapat memberikan pengaruh berkurangnya bahaya yang ditimbulkan dari histamin, karena bahaya histamin tidak dapat dihilangkan dengan berbagai proses pengolahan, namun peningkatan kadar histamin dapat ditekan. Hasil yang diperoleh dari penilaian risiko risk assesment perlu didiskusikan untuk dijadikan dasar pada risk management. Risk management bertujuan untuk mengelola risiko yang telah ditemukan dalam proses risk assessment. Menurut Sumner et al. 2004, risk management dimaksudkan untuk mempertimbangkan hasil analisis bahaya dan faktor lain yang relevan dalam hubungannya dengan perlindungan konsumen dan promosi perdagangan jika diperlukan, serta memilih upaya pencegahan yang sesuai. Agar lebih efektif, pelaksanaan risk management dilakukan secara berurutan dengan risk communication. WHO 1998 menyatakan bahwa risk communication merupakan proses interaksi berupa diskusi dan pertukaran informasi antara pihak-pihak yang terkait pelaksanaan pengawasan keamanan pangan untuk memastikan pelaksanaan kebijakan dan konsep keamanan bahan pangan berjalan dengan baik dan benar.

4.4 Tahap sintesis hasil pengkajian penilaian risiko risk assessment kadar

histamin Berdasarkan hasil pengujian kadar histamin pada ikan tuna segar dengan berbagai kualitas mutu serta ikan tuna selama proses pengolahan tuna loin beku maka dapat diketahui bahwa kadar histamin sampel ikan tuna tersebut masih dibawah level toksik yaitu sebesar 50 mg100 g atau 500 ppm untuk tujuan ekspor Amerika Serikat FDA 2002 dan 20 mg100 g atau 200 ppm untuk tujuan ekspor Jepang, sehingga ikan dan produk tuna tersebut masih aman untuk dikonsumsi. Hasil penentuan kategori risiko risk ranking kadar histamin menunjukkan bahwa nilai ranking risiko bahaya histamin pada ikan tuna segar di transit untuk penduduk Jepang adalah 54, sehingga dapat disimpulkan bahwa peluang probability risiko histamin pada ikan tuna segar tergolong dalam kategori tinggi high dengan tingkat keparahan severity bahaya histamin tersebut adalah automatic yaitu bahaya histamin tersebut dapat secara otomatis terjadi apabila aspek penanganan ikan tuna segar tidak menerapkan rantai dingin serta tidak memperhatikan aspek sanitasi dan higiene. Faktor kritis yang mendukung terjadinya peningkatan kadar histamin selama proses pembongkaran ikan tuna di transit adalah waktu tunggu ikan tuna di transit 14 yang cukup lama sebelum ikan tuna diangkut ke PT Makmur Jaya Sejahtera yaitu sekitar 20-30 menit Lampiran 22 tanpa dilakukan pemberian es pada ikan tuna tersebut serta kurangnya kesadaran para pekerja di transit untuk menerapkan aspek higiene dalam bekerja, misalnya masih ada beberapa pekerja yang merokok pada waktu bekerja, hal ini dapat mengurangi kualitas mutu ikan tuna.