Perubahan Fisik Daging Ikan Warna daging segar ditentukan oleh perbandingan tiga bentuk utama Kemunduran Mutu Ikan

Tabel 2. Persyaratan mutu dan keamanan pangan tuna loin beku SNI 01-4104.1-2006 Jenis Uji Satuan Persyaratan Mutu a. Organoleptik angka 1-9 Minimal 7 b. Cemaran Mikroba: - ALT - Escherichia coli - Salmonella - Vibrio cholerae kolonigram APMgram APMgram APMgram Maksimal 5,0 × 10 5 Maksimal 2 Negatif Negatif a. Cemaran Kimia: - Raksa Hg - Timbal Pb - Histamin - Kadmium mgkg mgkg mgkg mgkg Maksimal 1 Maksimal 0,4 Maksimal 100 Maksimal 0,5 d. Fisika - Suhu pusat o C Maksimal -18 e. Parasit ekor Maksimal 0 Sumber: Badan Standardisasi Nasional Indonesia 2006 a Apabila diperlukan Keterangan: ALT : Angka Lempeng Total APM : Angka Paling Memungkinkan

2.4 Perubahan Fisik Daging Ikan Warna daging segar ditentukan oleh perbandingan tiga bentuk utama

myoglobin, yaitu oxymyoglobin, metmyoglobin, dan reduced myoglobin. Ketika ikan mati, oksigen tidak tersedia pada jaringan daging, oleh karena itu terjadi perubahan oxymyoglobin menjadi myoglobin. Pada tahap ini juga terjadi perubahan pH, temperatur, tekanan osmotik, dan potensial oksidasi-reduksi Eskin 1990. Myoglobin merupakan protein larut air yang mengikat oksigen untuk metabolisme aerobik dalam otot. Myoglobin terdiri atas protein dan cincin porphyrin non protein dengan pusat ion besi Fe 2+ . Ion besi yang teroksidasi dapat mengubah warna daging menjadi merah cerah. Selain itu, air H 2 O, karbon monoksida CO, oksigen O 2 , dan nitric oxide NO juga dapat terikat dengan ion besi sehingga warna daging berubah Boles dan Ronald 2007. Pembentukan oxymyoglobin terjadi karena adanya ikatan antara oksigen dan grup heme dari myoglobin, proses ini disebut oxygenation yang serupa dengan pembentukan pigmen merah pada daging, dan dibawah tekanan oksigen yang rendah maka akan terbentuk metmyoglobin Eskin 1990. Perubahan myoglobin menjadi metmyoglobin berlangsung cepat. Sama halnya dengan reaksi pembentukan warna coklat pada metmyoglobin yang dapat terjadi dengan mudah, namun tidak demikian dengan reaksi kebalikannya yang sulit terjadi Boles dan Ronald 2007. Pembentukan metmyoglobin terjadi pada kondisi temperatur tinggi dan pH rendah, serta dipengaruhi oleh sinar ultraviolet dan bakteri aerobik Seideman et al. 1984 dalam Eskin 1990. Giddings 1977 dalam Eskin 1990 menambahkan bahwa pembentukan metmyoglobin diiringi dengan hilangnya elektron pada molekul besi Fe yang menyebabkan perubahan ferrous Fe 2+ menjadi ferric Fe 3+ . Perubahan myoglobin pada daging segar dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3. Perubahan myoglobin pada daging segar Eskin 1990

2.5 Kemunduran Mutu Ikan

Kemunduran mutu ikan dapat diketahui dari perubahan fisik, kimia, dan enzimatis. Perubahan fisik ikan merupakan indikasi yang paling mudah untuk mengetahui tingkat kesegaran ikan, yaitu dengan melihat warna daging, apabila ikan berwarna merah segar maka mutu ikan masih baik Eskin 1990. Setelah ikan mati, berbagai proses perubahan fisik, kimia-biokimia dan mikrobiologi terjadi dengan cepat. Semua proses perubahan ini akhirnya mengarah pada pembusukan. Tahap-tahap kemunduran kesegaran ikan adalah hiperaemia, rigor mortis, autolisis, dan pembusukan oleh bakteri Eskin 1990. Proses yang terjadi di setiap tahap kemunduran mutu ikan berturut-turut adalah sebagai berikut: a. Hiperaemia pre rigor Tahap hiperaemia secara biokimia ditandai dengan menurunnya kadar Adenosin Tri Phosphat ATP dan kreatin fosfat seperti halnya pada reaksi aktif glikolisis serta lendir yang terlepas dari kelenjar-kelenjarnya di dalam kulit ikan. Pelepasan lendir dari kelenjar lendir ini merupakan reaksi alami ikan terhadap keadaan yang tidak menyenangkan. Jumlah lendir yang terlepas dan menyelimuti tubuh ikan dapat sangat banyak hingga mencapai 1,2-5 dari berat tubuhnya Eskin 1990. b. Rigor mortis Perubahan selanjutnya, ikan memasuki tahap rigor mortis. Tingkat rigor ditandai dengan mengejangnya tubuh ikan yang merupakan hasil perubahan- perubahan biokimia yang kompleks di dalam otot ikan. Tubuh ikan yang mengejang berhubungan dengan terbentuknya actomyosin yang berlangsung lambat pada tahap awal dan menjadi cepat pada tahap selanjutnya Zaitsev et al. 1969. Tingkat rigor ini berlangsung sekitar 1 sampai 12 jam sesaat setelah ikan mati. Pada umumnya ikan mempunyai proses rigor yang pendek, kira-kira 1 sampai 7 jam setelah ikan mati. Lamanya tingkat rigor dipengaruhi oleh kandungan glikogen dalam tubuh ikan dan temperatur lingkungan Zaitsev et al. 1969. Kandungan glikogen yang tinggi menunda datangnya proses rigor sehingga menghasilkan produksi daging dengan kualitas tinggi dan pH rendah. Pencapaian pH serendah mungkin dalam jaringan ikan merupakan hal yang penting karena dapat mencegah pertumbuhan bakteri dan untuk memperoleh warna daging yang diinginkan Eskin 1990. Pada fase rigor mortis, pH tubuh ikan menurun menjadi 6,2-6,6 dari pH mula-mula 6,9-7,2. Tinggi rendahnya pH awal ikan sangat tergantung pada jumlah glikogen yang ada dan kekuatan penyangga buffering power pada daging ikan. Kekuatan penyangga pada daging ikan disebabkan oleh protein, asam laktat, asam fosfat, tri metil amin oksida TMAO dan basa-basa menguap. Proses rigor mortis dikehendaki selama mungkin karena proses ini dapat menghambat proses penurunan mutu oleh aksi mikroba. Semakin singkat proses rigor mortis maka ikan semakin cepat membusuk Food and Agriculture Organization FAO 1995. c. Autolisis Indikasi awal proses pembusukan ikan adalah terjadinya kehilangan karakteristik dari bau dan rasa ikan, yang berkaitan dengan degradasi secara autolisis. Autolisis adalah proses penguraian protein dan lemak oleh enzim protease dan lipase yang terdapat di dalam daging ikan. Salah satu ciri-ciri terjadinya perubahan secara autolisis adalah dihasilkannya amoniak sebagai hasil akhir pada jaringan tubuh. Penguraian protein dan lemak dalam autolisis menyebabkan perubahan rasa, tekstur, dan penampakan ikan FAO 1995. Autolisis dimulai bersamaan dengan penurunan pH. Mula-mula protein terpecah menjadi molekul-molekul makro yang menyebabkan peningkatan dehidrasi lalu pecah lagi menjadi polipeptida, pepton, dan akhirnya menjadi asam amino. Disamping asam amino, autolisis juga menghasilkan sejumlah kecil pirimidin dan purin, basa yang dibebaskan pada waktu pemecahan asam nukleat. Bersamaan dengan itu, hidrolisis lemak menghasilkan asam lemak bebas dan gliserol. Autolisis akan merubah struktur daging sehingga kekenyalan menurun Zaitsev et al. 1969. Autolisis tidak dapat dihentikan walaupun dalam suhu yang sangat rendah. Biasanya proses autolisis akan selalu diikuti dengan meningkatnya jumlah bakteri. Semua hasil penguraian enzim selama proses autolisis merupakan media yang sangat cocok untuk pertumbuhan bakteri dan mikroba lainnya FAO 1995. d. Pembusukan oleh bakteri Setelah fase rigor mortis berakhir dan pembusukan bakteri berlangsung maka pH daging akan naik mendekati netral hingga 7,5-8,0 atau lebih tinggi jika proses pembusukan sangat parah. Tingkat keparahan pembusukan disebabkan oleh kadar senyawa-senyawa yang bersifat basa. Pada kondisi ini, pH ikan akan naik dengan perlahan-lahan dan dengan semakin banyaknya senyawa basa yang terbentuk akan semakin mempercepat kenaikan pH ikan FAO 1995. Jumlah bakteri pada tahap ini sudah cukup tinggi akibat perkembangbiakan yang terjadi pada tahap-tahap sebelumnya. Kegiatan bakteri pembusuk dimulai pada saat yang hampir bersamaan dengan autolisis dan kemudian berjalan sejajar Eskin 1990. Proses perubahan yang terjadi pada ikan setelah mati ditunjukkan pada Gambar 4. Gambar 4. Proses perubahan yang terjadi pada ikan setelah mati Lawrie 1985 dalam Eskin 1990 Oksidasi lemak ketengikan Ikan mati Sirkulasi darah terhenti Sistem syaraf Hormon terhenti Suplai vitamin, antioksidan, dll terhenti Suplai oksigen terhenti Keseimbangan osmotik rusak Akumulasi bakteri Potensial redoks menurun Respirasi terhenti glikogen CO 2 Glikolisis terjadi glikogen asam laktat Penguraian fosfat berenergi tinggi Penurunan pH Penurunan suhu Permulaan rigor mortis Denaturasi protein Pembebasan dan pengaktifan katepsin Protein melepaskan Ca 2+ mengikat K + Pemadatan lemak Akumulasi, metabolit, pemicu flavor, dll Perubahan warna Penguraian Protein Pertumbuhan bakteri Kecepatan penguraian zat-zat dalam tubuh ikan tergantung dari sifat daging ikan. Ikan yang banyak mengandung histidin akan cenderung lebih cepat rusak dibandingkan ikan yang tidak banyak mengandung histidin. Disamping senyawa protein dan senyawa Non Protein Nitrogen NPN, bakteri juga dapat menguraikan lemak, yaitu hidrolisis trigliserida dan oksidasi lemak yang menghasilkan peroksida, aldehid, dan keton. Penguraian lemak lebih lambat jika dibandingkan dengan penguraian protein dan senyawa Non Protein Nitrogen NPN. Perubahan yang paling umum dari senyawa Non Protein Nitrogen NPN adalah perubahan TMAO menjadi TMA, dekarboksilasi histidin menjadi histamin, serta dekomposisi urea menghasilkan amonia Zaitsev et al. 1969.

2.6 Histamin