Bidang agama dan sosial budaya Bidang hukum
121
Bab 3
Keterbukaan dan Keadilan
Wawasan Kebhinekaan Wawasan Kebhinekaan
Bermusyawarah Bermusyawarah
dan Nepotisme adalah pejabat negara yang menjalankan fungsi
eksekutif, legislatif, atau yudikatif, dan pejabat lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Terangkan secara lisan makna undang-undang di atas terkait dengan asas keterbukaan di negara Indonesia. Gunakan kalimat yang runtut dan komunikatif
agar teman-teman di kelas dapat memahami hasil interpretasi Anda terhadap undang-undang tersebut.
1. Bentuklah siswa di kelas Anda menjadi beberapa kelompok. 2. Setiap kelompok membuat satu makalah mengenai ketidaktransparan
pemerintah pada masa orde lama, masa orde baru, dan masa reformasi sekarang ini.
3. Gunakan referensi sebanyak mungkin untuk mendukung isi makalah kelompok Anda.
4. Presentasikan makalah tersebut di depan kelas sebagai ajang diskusi. 5. Guru akan mengevaluasi dan menilai hasil kerja kelompok Anda.
Feminisme
Feminisme tokohnya disebut feminis adalah sebuah gerakan perempuan yang menuntut emansipasi atau kesamaan dan keadilan hak dengan pria.
Feminisme sebagai filsafat dan gerakan dapat dilacak dalam sejarah kelahirannya dengan kelahiran Era Pencerahan di Eropa yang dipelopori oleh Lady Mary Wortley
Montagu dan Marquis de Condorcet. Perkumpulan masyarakat ilmiah untuk perempuan pertama kali didirikan di Middelburg, sebuah kota di selatan Belanda pada tahun 1785.
Menjelang abad 19 feminisme lahir menjadi gerakan yang cukup mendapatkan perhatian dari para perempuan kulit putih di Eropa. Perempuan di negara-negara penjajah Eropa
memperjuangkan apa yang mereka sebut sebagai universal sisterhood.
Kata feminisme dikreasikan pertama kali oleh aktivis sosialis utopis, Charles Fourier, pada tahun 1837. Pergerakan center Eropa ini berpindah ke Amerika dan berkembang
122
Pendidikan Kewarganegaraan XI pesat sejak publikasi John Stuart Mill, The Subjection of Women 1869. Perjuangan mereka
menandai kelahiran feminisme gelombang pertama. Pada awalnya gerakan ini memang diperlukan pada masa itu, di mana ada masa-masa
pemasungan terhadap kebebasan perempuan. Sejarah dunia menunjukkan bahwa secara umum kaum perempuan feminim merasa dirugikan dalam semua bidang dan
dinomorduakan oleh kaum laki-laki maskulin, khususnya dalam masyarakat yang patriarki sifatnya. Dalam bidang-bidang sosial, pekerjaan, pendidikan, dan lebih-lebih politik, hak-
hak kaum ini biasanya memang lebih inferior ketimbang apa yang dapat dinikmati oleh laki-laki. Apalagi masyarakat tradisional yang berorientasi agraris cenderung menempatkan
kaum laki-laki di depan di luar rumah dan kaum perempuan di rumah. Situasi ini mulai mengalami perubahan ketika datangnya era Liberalisme di Eropa dan terjadinya Revolusi
Perancis di abad XVIII yang gemanya kemudian melanda Amerika Serikat dan seluruh dunia.
Suasana demikian diperparah dengan adanya fundamentalisme agama yang cenderung melakukan opresi terhadap kaum perempuan. Di lingkungan agama Kristen pun ada praktik-
praktik dan khotbah-khotbah yang menunjang situasi demikian. Hal ini terlihat dalam fakta bahwa banyak gereja menolak adanya pendeta perempuan bahkan tua-tua jemaat
pun hanya dapat dijabat oleh pria. Banyak khotbah-khotbah mimbar menempatkan perempuan sebagai mahluk yang harus ´tunduk kepada suami´.
Dari latar belakang demikianlah di Eropa berkembang gerakan untuk ´menaikkan derajat kaum perempuan´ tetapi gaungnya kurang keras. Barulah setelah di Amerika Serikat terjadi
revolusi sosial dan politik, perhatian terhadap hak-hak kaum perempuan mulai mencuat. Di tahun 1792, Mary Wollstonecraft membuat karya tulis berjudul Vindication of the
Right of Woman yang isinya dapat dikatakan meletakkan dasar prinsip-prinsip feminisme
di kemudian hari. Pada tahun 1830-1840, sejalan terhadap pemberantasan praktik perbudakan, hak-hak kaum perempuan mulai diperhatikan. Contohnya, jam kerja dan gaji
kaum ini mulai diperbaiki dan mereka diberi kesempatan ikut dalam pendidikan dan diberi hak pilih, sesuatu yang selama ini hanya dinikmati oleh kaum laki-laki.
Secara umum pada gelombang pertama dan kedua hal-hal berikut ini yang menjadi momentum perjuangannya: gender inequality, hak-hak perempuan, hak reproduksi, hak
berpolitik, peran gender, identitas gende,r dan seksualitas. Gerakan feminisme adalah gerakan pembebasan perempuan dari: rasisme, stereotyping, seksisme, penindasan
perempuan, dan phalogosentrisme.
Setelah berakhirnya perang dunia kedua, ditandai dengan lahirnya negara-negara baru yang terbebas dari penjajah Eropa, lahirlah feminisme gelombang kedua pada tahun
1960. Puncaknya adalah dengan diikutsertakannya perempuan dalam hak suara parlemen. Pada tahun ini merupakan awal bagi perempuan mendapatkan hak pilih dan selanjutnya
ikut mendiami ranah politik kenegaraan.
Dalam gelombang kedua ini dipelopori oleh para feminis Perancis, seperti Helene Cixous seorang Yahudi kelahiran Aljazair yang kemudian menetap di Perancis dan Julia
Kristeva seorang Bulgaria yang kemudian menetap di Perancis, bersamaan dengan kelahiran dekonstruksionis, Derrida. Dalam The Laugh of the Medusa, Cixous mengkritik
logosentrisme yang banyak didominasi oleh nilai-nilai maskulin. Sebagai bukan white- Anglo-American-Feminist, dia menolak esensialisme yang sedang marak di Amerika pada
123
Bab 3
Keterbukaan dan Keadilan waktu itu. Julia Kristeva memiliki pengaruh kuat dalam wacana pos-strukturalis yang
sangat dipengaruhi oleh Foucault dan Derrida. Secara lebih spesifik, banyak feminis-individualis kulit putih, meskipun tidak semua,
mengarahkan obyek penelitiannya pada perempuan-perempuan dunia ketiga, meliputi Afrika, Asia, dan Amerika Selatan. Dalam berbagai penelitian tersebut, telah terjadi pretensi
universalisme perempuan sebelum memasuki konteks relasi sosial, agama, ras, dan budaya. Misalnya saja, Spivak membongkar tiga teks karya sastra Barat yang identik dengan tidak
adanya kesadaran sejarah kolonialisme. Sedangkan Mohanty membongkar beberapa peneliti feminis barat yang menjebak perempuan sebagai objek. Adapun Bell Hooks
mengkritik teori feminisme Amerika sebagai sekedar kebangkitan anglo-white-american- feminism karena tidak mampu mengakomodir kehadiran black-female dalam kelahirannya.
Banyak kasus menempatkan perempuan dunia ketiga dalam konteks “all women”, dengan apropriasi bahwa semua perempuan adalah sama. Dalam beberapa karya sastra,
novelis perempuan kulit putih yang ikut dalam perjuangan feminisme masih terdapat lubang hitam, yaitu tidak adanya representasi perempuan budak dari tanah jajahan sebagai subjek.
Penggambaran pejuang feminisme adalah yang masih mempertahankan posisi budak sebagai yang mengasuh bayi dan budak pembantu di rumah-rumah kulit putih.
Perempuan dunia ketiga tenggelam sebagai subaltern yang tidak memiliki politik agensi selama sebelum dan sesudah perang dunia kedua. Selama sebelum PD II, banyak pejuang
tanah terjajah Eropa yang lebih mementingkan kemerdekaan bagi laki-laki saja. Terbukti kebangkitan semua negara terjajah dipimpin oleh elit nasionalis dari kalangan pendidikan,
politik, dan militer, yang kesemuanya adalah laki-laki. Pada era itu kelahiran feminisme gelombang kedua mengalami puncaknya. Sebaliknya, perempuan dunia ketiga masih dalam
kelompok yang bisu.
Dengan keberhasilan gelombang kedua ini, perempuan dunia pertama melihat bahwa mereka perlu menyelamatkan perempuan-perempuan dunia ketiga, dengan asumsi bahwa
semua perempuan adalah sama. Dengan asumsi ini, perempuan dunia ketiga menjadi objek analisis yang dipisah dari sejarah kolonialisasi, rasisme, seksisme, dan relasi sosial.
Sumber:
www.wikipedia.com
Umpan Balik
Menurut Anda, masih adakah ketidakadilan yang terjadi dari segi gender, ras, suku, atau agama di negara Indonesia? Apabila memang masih ada, coba Anda menggali latar
belakangnya mengapa ketidakadilan tersebut masih terjadi. Setelah itu, ungkapkan pendapat, saran, dan solusi Anda terhadap peristiwa tersebut. Susunlah dalam bentuk
karangan minimal lima halaman. Gunakan referensi yang sesuai untuk mendukung tulisan Anda
124
Pendidikan Kewarganegaraan XI
C C
C C
C..... Upa Upa
Upa Upa
Upay y
y y
ya Me a Me
a Me a Me
a Mewujudk wujudk
wujudk wujudk
wujudkan K an K
an K an K
an Keterb eterb
eterb eterb
eterbuk uk
uk uk
ukaan dan K aan dan K
aan dan K aan dan K
aan dan Keadilan di eadilan di
eadilan di eadilan di
eadilan di Indonesia
Indonesia Indonesia
Indonesia Indonesia
Prinsip keterbukaan dan keadilan dalam segala hal sebenarnya akan mendorong terwujudnya suatu kehidupan masyarakat yang madani civil society di negara
Indonesia. Oleh karena itu, masyarakat Indonesia dituntut apresiasi dan partisipasinya secara aktif dalam rangka untuk mewujudkan prinsip-prinsip keterbukaan dan keadilan.
Di dalam iklim demokrasi saat ini, sikap terbuka penting untuk dilaksanakan. Sikap terbuka ini akan mendukung proses demokratisasi di Indonesia. Dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara, sikap terbuka harus dilaksanakan oleh setiap warga negara, termasuk oleh pemerintah. Hal ini penting agar keterbukaan tidak hanya terjadi di
lingkungan masyarakat tetapi lebih jauh lagi keterbukaan harus juga berjalan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Setiap penyelenggaraan pemerintahan harus dilakukan
secara terbuka dan dapat dipantau oleh warga negara. Dengan dilakukannya hal ini, maka kemungkinan terjadinya penyimpangan-penyimpangan dalam penyelenggaraan
negara dapat diperkecil.
Sikap terbuka adalah sikap untuk bersedia memberitahukan dan sikap untuk bersedia menerima pengetahuan atau informasi dari pihak lain. Sikap terbuka ini dapat
ditunjukkan dengan dukungan pemerintah terhadap kebebasan pers. Dengan adanya kebebasan pers diharapkan akses informasi warga negara terhadap penyelenggaraan
pemerintahan dapat dilakukan lebih mudah. Oleh karena itu setiap pengambilan keputusan yang diambil oleh pemerintah dapat dipantau terus oleh warga negara. Di
sisi lain, pers sendiri diharapkan dapat memberikan informasi yang aktual dan tepat kepada warga negara. Namun demikian, dalam
memberikan informasi kepada warga negara, sikap netral harus dimiliki oleh pers. Pers diharapkan tidak
menjadi alat bagi pemerintah untuk mempertahankan kekuasaannya.
Adapun ketidakadilan dapat menciptakan kecemburuan, pertentangan, kesenjangan, dan
disintegrasi bangsa Indonesia. Dalam kehidupan berbangsa, ketidakadilan dapat menimbulkan
perilaku anarkis dan pertikaian antargolongan. Pertikaian ini dapat menyebabkan perpecahan
wilayah di Indonesia. Sedangkan dalam kehidupan bernegara, perbuatan tidak adil dapat menyebabkan
negara mengalami hambatan dalam menjalankan roda pemerintahan, sehingga mengalami
keterpurukan dan berdampak pada penderitaan rakyat. Dengan demikian, keadilan adalah
persyaratan bagi terwujudnya persatuan dan kesatuan bangsa serta keutuhan negara Indonesia.
Sumber: www
.google.com
Gambar 3.8
Ketidakadilan akan menimbulkan kesenjangan sosial yang dapat
memicu disintegrasi bangsa.
125
Bab 3
Keterbukaan dan Keadilan
Pada akhirnya diperlukan upaya yang konkret dan tepat untuk menghindari ketidaktransparanan dan ketidakadilan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Upaya-upaya tersebut antara lain sebagai berikut.