Formal pemerintahkekuasaan Pendidikan Kewarganegaraan 2 Kelas 11 Rima Yuliastuti Wijianto Budi Waluyo 2011

126 Pendidikan Kewarganegaraan XI Keadilan publik Semua kasus hukum di negeri ini bersangkutpaut dengan keadilan publik. Ketika seorang buruh disangka mencuri sandal jepit lalu ia dihukum, secara hukum legal formal barangkali benar bahwa ia harus dijatuhi hukuman karena mencuri. Namun pada saat yang sama hukum dinilai bersifat sangat tidak adil ketika ia begitu tegas menjatuhkan hukuman kepada pencuri kecil, namun membiarkan para pencuri besar lainnya berkeliaran tak tersentuh hukum. Begitu banyak masalah ketaatan hukum di negeri kita menyangkut rasa ketidakadilan ini. Dalam banyak kasus yang identik seperti ini dan menyangkut orang-orang kuat, kita memetik pelajaran utama. Kendatipun pejabat pemerintah menyatakan sebagai sesuatu yang absah menurut hukum, namun apakah keputusan yang demikian sudah dijiwai oleh semangat keadilan, transparansi, akuntabilitas dan seterusnya. Itulah yang mendasari publik seringkali mempertanyakan inti semua ini, yakni keadilan. Berikutnya tentu yang menjadi pertanyaan mendasar ialah bukan soal formal sah atau tidak sahnya, melainkan sejauh mana keputusan yang bersangkutan bisa dipertanggungjawabkan kepada publik berdasarkan suara-suara empati dan keadilan. Dan apakah juga bisa disangkal dalam konteks keadilan peraturan bahwa keputusan tersebut benar-benar tidak merugikan rakyat. Sebuah keputusan yang menyangkut hajat hidup orang banyak tidak bisa semata- mata hanya didasarkan pada rasionalisasi legal formal belaka. Tetapi keputusan yang tidak membawa persoalan di kemudian hari terkait dengan urusan adil dan tidak adil ini. Sungguh benar bahwa sebagai negara demokrasi kita harus bertindak untuk mengedepankan hukum dan peraturan. Namun dalam implementasi di lapangan, hukum yang diberlakukan secara terpisah dari moralitas keadilan sosial seringkali menegasikan suara hati itu sendiri. Ia akan menegasikan moralitas dan keadilan publik. Berbagai macam proyek pembangunan yang dijalankan oleh pemerintah dengan menggusur lahan-lahan rakyat kecil juga berhadapan dengan masalah sensitif seperti ini. Para pedagang kecil digusur dan dikucilkan atas nama keputusan pemerintah yang menyatakan demikian. Akibatnya keadilan yang tercipta bersifat timpang, ia lebih banyak berguna untuk membela mereka-mereka yang ‘kuat’ daripada yang ‘lemah’. Rakyat miskin tiada daya untuk menentang itu semua karena mereka terjebak dalam rasionalisasi penerapan peraturan yang diterapkan tanpa melihat situasi dan konteks moral serta pembelaannya terhadap kaum lemah yang sering ditindas dan dimanipulasi. Siapa yang diuntungkan dan dirugikan bukan hal penting lagi untuk diperbincangkan. Singkat kata, hal-hal seperti inilah yang membuat kita terus mengritik mengapa hukum selalu berpihak kepada yang kuat dan bersikap tidak adil kepada yang lemah. Keputusan menyangkut hajat hidup orang banyak harus melalui banyak pertimbangan. Sejauh mana ia diyakini akan menguntungkan negara dan memberi nilai tambah bagi masyarakat luas. Selain itu apakah kebijakan tersebut bisa dipertimbangkan secara moral bila diperkirakan yang diuntungkan hanya beberapa orang atau kelompok saja. Wawasan Hukum