Profesionalitas Akuntabilitas Mengutamakan potensi masyarakat setempat
111
Bab 3
Keterbukaan dan Keadilan
Gelora Nasionalisme
Untuk melaksanakan hal-hal tersebut di atas, maka telah dirancang 13 pokok-pokok program kerja, yaitu sebagai berikut.
1. Program aksi bidang pendidikan 2. Program aksi bidang kesehatan
3. Program aksi bidang penanggulangan kemiskinan 4. Program aksi penciptaan lapangan kerja
5. Program aksi pembangunan infrastuktur dasar 6. Program aksi ketahanan pangan
7. Program aksi ketahanan dan kemandirian energi 8. Program aksi perbaikan dan pelaksanaan tata kelola pemerintahan yang baik
9. Program aksi penegakan pilar demokrasi 10. Program aksi penegakan hukum
11. Program aksi pembangunan yang inklusif dan berkeadilan 12. Program aksi bidang lingkungan hidup
13. Program aksi pengembangan kebudayaan
Sumber:
www.yahoo.com Diambil seperlunya
Umpan Balik
Menurut Anda, apakah misi dan program pasangan SBY-Boediono di atas sudah mewadahi kepentingan dasar rakyat di Indonesia? Lalu, dalam pemerintahan kedua
pasangan di atas yang tergolong masih pendek sampai tahun 2010 ini, sudah adakah misi dan program tersebut yang dirasakan manfaatnya secara langsung oleh rakyat Indonesia?
Coba Anda tunjukkan buktinya.
1. Coba Anda simak peristiwa di bawah ini.
Kini Tutup Mata Dewi Keadilan Sudah Terbuka
Dewi Keadilan dalam mitologi Romawi digambarkan dengan seorang perempuan yang membawa pedang, mata tertutup kain, dan memegang timbangan. Itu gambaran
penegakan hukum yang keras seharusnya diterapkan dengan adil dan tanpa pandang bulu atau tebang pilih.
Akan tetapi, penggambaran itu sulit ditemukan dalam praktik penegakan hukum di Indonesia. Hal itu setidaknya terungkap dalam diskusi bertema ”Karut-Marut Hukum,
Orang Lemah Jadi Korban” yang digelar Forum Kajian Sosial Kemasyarakatan FKSK di Jakarta, Kamis 252. Berbagai kepentingan, baik politik, bisnis, kekuasaan, atau
112
Pendidikan Kewarganegaraan XI uang, pada akhirnya ikut menentukan proses hukum dan upaya mendapatkan keadilan.
Status seseorang ikut berpengaruh dalam penanganan kasus hukum. Dalam diskusi itu, pengacara mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi KPK
Antasari Azhar, Ari Yusuf Amir, mengaku setengah frustrasi dengan lembaga penegakan hukum, khususnya peradilan. ”Lembaga penegakan hukum sudah rusak.
Mau teriak, ke mana? Namun, kondisi sekarang makin menjadi-jadi,” katanya. Ari mencontohkan, Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum pernah menemukan
sel tahanan terpidana kasus suap Artalyta Suryani alias Ayin yang mewah. Apakah setelah temuan itu tak ada praktik jual beli kamar sel di rumah tahanan atau lembaga
pemasyarakatan? ”Dua minggu setelah itu, penempatan kamar atau beli kamar masih saja terjadi,” katanya.
Dari kasus itu terlihat keadilan mudah dibeli. Perlakuan khusus terhadap orang yang terkena kasus hukum tetap dapat diberikan. Penerapan hukum pada akhirnya
melihat status sosial seseorang. Ibarat tutup mata Dewi Keadilan sudah terbuka. Kasus hukum sering kali juga sarat berbagai kepentingan politik. Mantan Menteri
Kelautan dan Perikanan, Rokhmin Dahuri, yang tampil sebagai pembicara, mengakui ada kepentingan politik di balik kasus hukum yang dialaminya. ”Ada beberapa mantan
menteri kabinet era Megawati Soekarnoputri yang terkena kasus hukum,” katanya. Kepentingan politis dalam kasus hukum juga terlihat dalam kasus Bank Century.
Secara hukum, KPK terkesan lambat mengusut kasus ini. Di sisi lain, secara politis, Pansus DPR tentang Hak Angket Bank Century, dengan berbagai kepentingan parpol
terus mengusut kasus itu siang dan malam, menggelinding bagaikan bola salju. Penegakan hukum yang karut-marut, tebang pilih, dan tidak konsisten pada
akhirnya semakin membuat masyarakat apatis. Sikap apatis juga diungkapkan seorang peserta diskusi.
Lalu, bagaimana memperbaiki sistem dan lembaga penegakan hukum, dari kepolisian, kejaksaan, sampai pengadilan? Memang, tidak mudah.
Jawaban yang cukup liberal diungkapkan advokat Wirawan Adnan. Ia mengusulkan adanya outsourcing mengambil dari luar sumber daya manusia aparat
penegak hukum. ”Untuk memperbaiki sumber daya manusia aparat penegak hukum dan sistem penegakan hukum diperlukan outsourcing aparat penegak hukum dari
luar negeri,” katanya lagi.
Dengan orang asing yang menjadi penegak hukum, diharapkan mereka tak lagi melihat status orang. Itu artinya, mata Dewi Keadilan seharusnya tetap tertutup.
Sumber:
Kompas, 1 Maret 2010
2. Setelah Anda menyimak peristiwa di atas, sebagai generasi muda yang berjiwa nasionalis, tentu ada rasa sedih, gusar, marah, dan muak terhadap penerapan keadilan
di negara kita, bukan? Ternyata, di negara Indonesia, makna keadilan yang hakiki sudah dipelintir dengan berbagai kepentingan bisnis, politik, dan sebagainya. Nah,
cobalah untuk menuangkan atau mentransfer perasaan Anda tersebut ke dalam bentuk karya cipta sesuai bakat atau kegemaran Anda. Misalnya saja, Anda dapat
mengapresiasi peristiwa tersebut dalam bentuk teks pidato, puisi, cerita pendek, syair lagu, lukisan, dan sebagainya.
113
Bab 3
Keterbukaan dan Keadilan 3. Tunjukkan hasil karya Anda di depan kelas sehingga teman-teman dapat memberikan
apresiasi. Misalnya, pidatokan teks pidato yang Anda tulis, pamerkan lukisan Anda, atau nyanyikan syair lagu yang Anda buat, dan seterusnya.
3 . 3 .
3 . 3 .
3 . Da mpa k P Da mpa k P
Da mpa k P Da mpa k P
Da mpa k Pe ny e ny
e ny e ny
e nye le ng e le ng
e le ng e le ng
e le ngg g
g g
ga r a r
a r a r
a ra a n P a a n P
a a n P a a n P
a a n Pe me r inta ha n y e me r inta ha n y
e me r inta ha n y e me r inta ha n y
e me r inta ha n ya ng T a ng T
a ng T a ng T
a ng Tida k ida k
ida k ida k
ida k T
T T
T Trrrrr a nsp a r
a nsp a r a nsp a r
a nsp a r a nsp a r a n
a n a n
a n a n
Penyelenggaraan negara yang tidak transparan berarti ketidaksediaan para pejabat negara untuk memberitahukan hal-hal publik kepada masyarakat luas.
Informasi, keterangan, dan kebijakan yang seharusnya diketahui oleh masyarakat luas tidak tersebarkan dan hanya diketahui terbatas di lingkungan pejabat negara.
Akibatnya rakyat tidak mengetahui apa yang terjadi dan apa yang mesti dilakukan untuk berpartisipasi dalam bernegara. Ketidakterbukaan atau ketertutupan dapat
menimbulkan prasangka yang tidak baik dalam hidup berbangsa dan bernegara. Selain itu ketidakterbukaan menandakan bahwa pemerintah selaku penyelenggara
negara tidak berani bertanggungjawab atas apa saja yang telah dan akan dilakukan kepada rakyatnya.
Penyelenggaraan negara yang tidak transparan dapat merenggangkan hubungan antara pemerintah dan rakyat. Akibat hubungan yang tidak baik ini
akan dapat menimbulkan krisis kepercayaan, yaitu rakyat makin tidak percaya kepada pemerintah. Hal ini mengakibatkan kesulitan untuk menciptakan partisipasi
dan dukungan masyarakat dalam pembangunan, sehingga melemahkan persatuan dan proses kemajuan bangsa.
Bertolak dari pengertian di atas, maka kita dapat mengenali suatu pemerintahan yang tidak transparan dari ciri-ciri berikut ini.
a. Pada tingkat sistemik, sistem politiknya cenderung makin tertutup dan eksklusif.
b. Mereka menjauh dari kekuatan sosial kritis dan membatasi dialog dengan unsur sosial politik yang ada dalam masyarakat.
c. Sentralisasi kekuasaan politik dan ekonomi makin terakumulasi di sekitar lapisan elite.
d. Kekuatan sosial politik yang bersedia bekerja sama hanya mendapatkan simbol kerja sama, namun tidak diberi kesempatan menentukan jalannya proses
pengambilan keputusan. e. Mekanisme kontrol sistem politik bersifat egois dan otoriter.
f. Sistem informasi politik yang ada sangat terbatas pada penyampaian pesan-
pesan dari atas. Penyelenggaraan pemerintahan yang tidak transparan sangat bertolak
belakang dengan prinsip keterbukaan dalam sistem pemerintahan yang demokratis.
114
Pendidikan Kewarganegaraan XI
Di dalam suatu negara yang penyelenggaraan pemerintahannya dilaksanakan secara tidak terbuka akan menyebabkan dampak negatif bagi kehidupan
berbangsa dan bernegara. Dampak utama yang ditimbulkan dari penyelenggaraan pemerintahan yang tidak transparan adalah korupsi dan penyalahgunaan jabatan
publik untuk kepentingan pribadi atau kelompok di berbagai aspek pemerintahan, seperti disebutkan di bawah ini.
a.
Bidang politik
Lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif tidak berfungsi secara optimal. Lembaga eksekutif sangat sedikit menghasilkan kebijakan-kebijakan
yang berpihak pada kepentingan umum. Setiapkali ada kebijakan yang diusulkan menjadi proyek sering disalahgunakan untuk memperkaya diri.
Hasilnya, kebijakan-kebijakan tersebut merugikan rakyat. Legislatif jarang menghasilkan perundang-undangan yang sungguh-sungguh konsisten dengan
pesan konstitusi sekaligus menjawab kebutuhan rakyat. Itu terjadi karena proses pembahasan perundang-undangan diwarnai kompromi-kompromi
dengan imbalan uang. Lembaga yudikatif juga sering menghasilkan putusan- putusan kontroversial, yang bertentangan dengan rasa keadilan rakyat.