71
Bab 2
Budaya Demokrasi
Dalam praktiknya, pelaksanaan demokrasi parlementerliberal ini menimbulkan ketidakstabilan politik karena sering berganti-gantinya kabinet
dewan menteri. Oleh sebab itu timbul beberapa dampak negatif selama Indonesia menggunakan demokrasi parlementer, yaitu di antaranya sebagai
berikut. 1 Usia masa kerja rata-rata kabinet yang pendek menyebabkan banyak
kebijakan pemerintahan jangka panjang tidak dapat terlaksana. Pada masa itu telah terjadi tujuh kali pembentukan kabinet baru. Jadi, usia
kerja rata-rata tiap kabinet pada waktu itu kurang lebih hanya satu tahun.
2 Terjadi ketidakserasian hubungan dalam tubuh angkatan bersenjata setelah terjadinya peristiwa 17 Oktober 1952. Anggota ABRI mulai
terbelah dua, di satu sisi memihak Wilopo, di sisi lain ada yang memihak Presiden Soekarno. Hal inilah yang mengancam persatuan dan kesatuan
bangsa.
3 Terjadi perdebatan terbuka antara Isa Anshary tokoh Masyumi dengan Presiden Soekarno mengenai penggantian Pancasila dengan dasar negara
yang lebih Islami, sehingga mengganggu konsensus tentang tujuan-tujuan negara. Setelah kejadian tersebut timbul kesan bahwa terjadi ketegangan
antara umat Islam dengan penguasa.
4 Kebijakan beberapa menteri yang lebih mementingkan partaigolongannya sendiri sering menimbulkan kerugian perekonomian secara nasional.
Selain itu, jabatan pemerintahan telah menjadi ajang rebutan pengaruh bagi partai-partai yang berkuasa. Oleh karenanya, pada masa tersebut
pergantian pejabat pemerintahan sering terjadi bukan dikarenakan atas dasar prestasi kerja atau kebutuhan, melainkan atas dasar pertimbangan
memenuhi kepentingan partai politik yang sedang berkuasa.
5 Beberapa kelompok melakukan pemberontakan terhadap negara, misalnya, PRRI dan Permesta, sehingga menimbulkan masalah baru bagi
pemerintahan. Namun demikian, masa demokrasi parlementer yang dianut bangsa
Indonesia pada waktu itu tidak hanya memiliki dampak negatif semata. Menurut Herbert Feith, pada masa itu juga memiliki dampak positif, baik
dari segi cita-cita negara hukum, negara demokrasi, maupun negara republik yang bertujuan menyejahterakan rakyat. Hal-hal positif yang diungkapkan
oleh Feith antara lain sebagai berikut. 1 Badan-badan pengadilan memiliki kebebasan dalam menjalankan
fungsinya, termasuk dalam menangani kasus-kasus yang menyangkut para menteri, petinggi militer, maupun pemimpin partai.
2 Pemerintah dianggap berhasil dalam melaksanakan program di bidang pendidikan, peningkatan produksi, ekspor, ataupun dalam hal
mengendalikan inflasi.
72
Pendidikan Kewarganegaraan XI
3 Pemerintah dan rakyat Indonesia pada waktu itu mendapat apresiasi yang baik dari dunia internasional karena berpartisipasi dalam memimpin
gerakan Non-Blok. Hal ini ditunjukkan oleh bangsa Indonesia saat menggelar Konferensi Asia-Afrika KAA di Bandung pada bulan April
1955.
4 Banyak permasalahan dapat diselesaikan dengan baik oleh DPR dan pemerintah.
5 Peningkatan status sosial di kalangan masyarakat karena pesatnya jumlah pertumbuhan sekolah-sekolah.
6 Antarumat beragama jarang terjadi gesekan atau ketegangan. 7 Kaum Tionghoa mendapat perlindungan dari pemerintah.
8 Pers mendapatkan kebebasan dalam menyuarakan aspirasi masyarakat.
b. Masa Demokrasi Terpimpin
Sejak dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, masa demokrasi parlementer atau liberal secara resmi berakhir. Sejak saat itu, pemerintahan
Indonesia mulai menggunakan sistem demokrasi terpimpin. Istilah demokrasi terpimpin diperkenalkan oleh Presiden Soekarno. Sistem demokrasi terpimpin
timbul dikarenakan ketidaksenangan Presiden Soekarno terhadap partai-partai politik pada waktu itu yang dinilai lebih mementingkan kepentingan partai
dan ideologinya masing-masing dibandingkan kepentingan yang lebih
luas. Di samping itu, Presiden Soekarno juga menganggap bahwa demokrasi
parlementer yang digunakan peme- rintahan Indonesia tidak sesuai dengan
kepribadian bangsa yang pada dasarnya berjiwa kekeluargaan.
Demokrasi terpimpin yang dikemukakan oleh Presiden Soekarno
tersebut memberlakukan kembali UUD RI Tahun 1945. Oleh karena itu, sistem
demokrasi terpimpin dilaksanakan atas
dasar Pancasila dan UUD RI Tahun 1945. Menurut Ketetapan MPRS No. VIIIMPRS1965, pengertian dasar demokrasi terpimpin adalah kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratanperwakilan yang berintikan musyawarah untuk mufakat secara gotong royong di antara
semua kekuatan nasional yang progresif revolusioner dengan berporoskan pada Nasakom nasionalisme, agama, dan komunis.
Pada kenyataannya, pelaksanaan demokrasi terpimpin justru menyimpang dari prinsip negara hukum dan negara demokrasi berdasarkan Pancasila dan
UUD 1945. Berbagai penyimpangan tersebut antara lain sebagai berikut.
Sumber: w
w w
.google.com
Gambar 2.18
Masa demokrasi parlementer berakhir saat dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
73
Bab 2
Budaya Demokrasi
1 Kekuasaan peradilan tidak memiliki kebebasan
Kekuasaan peradilan pada waktu itu dijadikan alat oleh pemerintah untuk menghukum pemimpin politik yang menentang atau memprotes
kebijakan pemerintah. Hal itu tampak dengan adanya UU No. 19 Tahun 1964 yang menentukan bahwa demi kepentingan revolusi, presiden berhak
untuk mencampuri proses peradilan. Kebijakan tersebut sangatlah bertentangan dengan UUD RI Tahun 1945.
2 Adanya pengekangan hak-hak asasi warga negara di bidang politik
Pengekangan tersebut terutama terjadi pada kebebasan pers. Liputan atau ulasan pers sangat dibatasi, dalam arti tidak boleh
menentang kebijakan pemerintah. Surat kabar yang berani bertindak demikian akan diberangus, dalam arti izin terbitnya akan dicabut. Tokoh-
tokoh politik juga dilarang mengeluarkan pendapat yang melawan pemerintah. Partai politik yang berani mengeluarkan pendapat yang
berlainan dengan keinginan pemerintah akan dicap kontrarevolusi atau antipemerintah.
3 Kekuasaan presiden melampaui batas kewenangan
Pada masa itu, presiden banyak membuat kebijakan yang melebihi kewenangannya. Banyak hal yang seharusnya diatur dalam bentuk
undang-undang dan harus disetujui terlebih dahulu oleh DPR, ternyata hanya diatur oleh presiden sendiri dalam bentuk Penetapan Presiden.
4 Pembentukan lembaga negara ekstrakonstitusional
Presiden juga membentuk lembaga kenegaraan yang tidak tertera dalam UUD RI Tahun 1945, seperti Front Nasional, yang kemudian
ternyata malah dimanfaatkan oleh pihak komunis untuk mempersiapkan pembentukan negara komunis di Indonesia.
5 Pengutamaan fungsi pimpinan presiden
Pada masa itu fungsi presiden sangat diutamakan, yang mengakibatkan mekanisme formal kenegaraan yang sudah diatur dalam
UUD RI Tahun 1945 menjadi lemah. Namun demikian, ada beberapa catatan positif yang terdapat pada sistem
demokrasi terpimpin pada waktu itu. Misalnya saja keberhasilan pemerintah dalam menumpas pemberontakan DITII yang telah berlangsung selama 14
tahun dan keberhasilan menyatukan Irian Barat Irian JayaPapua dengan Indonesia setelah cukup lama bersengketa dengan pihak Belanda.
Akhirnya, sistem demokrasi terpimpin berakhir dengan tragis. Pada tahun 1965 terjadi usaha kudeta terhadap pemerintahan negara oleh PKI. Usaha
kudeta tersebut berhasil digagalkan oleh kaum pelajar, mahasiswa, ABRI, dan partai-partai politik yang tidak ingin melihat negara Indonesia jatuh ke
tangan komunis. Pemberontakan PKI tersebut dapat ditumpas dengan diikuti