BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Permasalahan
Dewasa ini persaingan global diantara perusahaan sejenis semakin kompetitif dan semakin sengit. Sudah menjadi tuntutan yang mutlak bagi
organisasi bisnis untuk tidak hanya sekedar bertahan hidup tetapi juga harus berani maju dan mampu bebas dari pesaingan. Perusahaan umumnya hanya
muncul sebagai kompetitor atau pengekor terhadap perusahaan yang sudah eksis sebelumnya tanpa perlu terlebih dahulu melakukan pendekatan terhadap
kebutuhan pasarnya. Hal inilah yang menyebabkan kompetisi menjadi sangat relevan dipasar.
Persaingan global juga terjadi pada rumah sakit dan jenis layanan kesehatan lainnya. Rumah sakit merupakan salah satu organisasi yang mengelola
multiusaha pelayanan medis perorangan, pelayanan security, pelayanan laboratorium, dan lain-lain. Seiring semakin ketatnya persaingan global antar
rumah sakit untuk memperebutkan segmen pasar yang sudah jenuh ditambah gencarnya iklan yang menggambarkan kecanggihan teknologi diagnostik dan
pengobatan luar negeri, ditambah lagi isu health tourism, maka tidak jarang ditemukan masyarakat lokal yang rela untuk melakukan pengobatan ke luar negeri
Widajat, R., 2011. Sebagai contoh pada tahun 2008 rumah sakit di Malaysia menarik sekitar 288.000 pasien dari Indonesia, dan lebih dari 221.538 pada tahun
2007. Sedangkan untuk rumah sakit di Singapura menarik sekitar 226.200 pasien
Universitas Sumatera Utara
dari Indonesia, dan sekitar 266.500 pada tahun 2008 Widajat, R., 2011. Hal ini tentunya menunjukkan lemahnya daya saing rumah sakit lokal serta terjebak
dalam ketatnya persaingan global antar rumah sakit. Disamping maraknya persaingan global, persaingan antara rumah sakit
lokal juga tengah ramai dengan isu-isu persaingan yang semakin tidak sehat. Beberapa ilustrasi strategi kompetitif konvensional yang ada di rumah sakit lokal
adalah sebagai berikut
1
1. RSUP C membuka unit pelayanan khusus “perinatologi” dengan peralatan canggih dan menyiapkan SDM ahli yang lebih senior. Unit pelayanan ini
telah lama menjadi core bussiness di RS H, akibatnya RS H mengeluh karena jumlah pasiennya menurun dan tertarik untuk berpindah ke RSUP C. artinya:
RS H kalah bersaing dengan RSUP C dari aspek SDM :
2. Contoh kasus lainnya, RS C menyediakan unit diagnosis yang canggih MRI, MSCT-Scan, dll. yang sudah ada di RS D. Akibatnya terjadi persaingan tarif,
iklan, dll untuk saling berebut pangsa pasar yang sama di wilayah yang berdekatan.
Kedua ilustrasi diatas menunjukkan bahwa strategi kompetitif di rumah sakit lokal saling berlomba untuk memaksimalkan kekuatan internal masing-
masing dan memanfaatkan kelemahan lawan dengan tujuan mengalahkan kompetitor sebagai lawan. Masalah baru yang muncul di tengah pesaingan
tersebut adalah ada yang menang dan ada yang kalah win-lose solution, atau bahkan keduanya kalah lose-lose solution dimana pelanggan lebih tertarik
1
Widajat, R. 2011. Blue Ocean-Hospital Strategy: Inovasi untuk Unggul di Tengah Pesaingan. Jakarta: PT. Gramedia.
Universitas Sumatera Utara
kepada rumah sakit di luar pasar perusahaan yang bersaing tersebut, atau bahkan sampai ke luar negeri.
Rumah Sakit Efarina Etaham Berastagi merupakan perusahaan jasa layanan kesehatan yang memiliki ruang pasar yaitu masyarakat Kabupaten Karo.
Rumah sakit ini juga merasakan dampak dari strategi bersaing konvensional, dimana rumah sakit dan penyedia layanan kesehatan lain saling berebut untuk
menarik pelanggan dari pasar yang sama. Tingginya persaingan dibidang pelayanan kesehatan di Kabupaten Karo salah satunya ditandai dengan banyaknya
jumlah sarana layanan kesehatan di daerah tersebut. Data jumlah sarana penyedia layanan kesehatan di Kabupaten Karo tahun 2011 dapat dilihat pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1 Jumlah Sarana Kesehatan di Kab. Karo Tahun 2011 Sarana Kesehatan
2011
Rumah Sakit Umum 6
Puskesmas 19
Puskesmas Pembantu 258
Balai Pengobatan Swasta 92
Praktik Dokter 88
Posyandu 408
Sumber: Kabupaten karo dalam Angka diakses dari http:karokab.bps.go.id
Tabel 1.1 menunjukkan bahwa sarana penyedia layanan kesehatan di Kabupaten Karo cukup banyak. Berdasarkan data diatas dapat dilihat bahwa pada
ruang pasar yaitu masyarakat Kabupaten Karo terdapat 6 buah rumah sakit umum, yang mana dari masing-masing rumah sakit berusaha untuk dapat lebih kompetitif
dari pesaingnya. Selain itu, di Kabupaten Karo juga terdapat banyak alternatif sarana penyedia layanan kesehatan misalnya puskesmas dan posyandu, yang
umumnya lebih dekat dengan masyarakat dan menawarkan harga yang lebih
Universitas Sumatera Utara
murah. Dampak tingginya persaingan konvensional antar sarana penyedia layanan kesehatan di Kabupaten Karo mengakibatkan kemampuan penyedia layanan
kesehatan untuk menguasai segmen pasar tertentu menjadi rendah, dimana pelanggan bisa saja berpindah dari satu pelayanan ke pelayanan yang lain untuk
mencari kepuasan tersendiri terhadap apa yang mereka harapkan. Persaingan yang terjadi pada pelayanan kesehatan di Kabupaten Karo
juga berdampak kepada RS Efarina Etaham Berastagi. Pihak rumah sakit masih memiliki pencapaian yang rendah terutama pada unit layanan rawat inap. Hal ini
dapat diidentifikasi melalui indikator angka hunian rumah sakit Bed Occupancy Rate = BOR serta rata-rata sebuah tempat tidur digunakanperiode Bed Turn
Over = BTO. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.2.
Tabel 1.2 Data BOR dan BTO RS Efarina Etaham Berastagi Per September 2012
Indikator Bulan ke
Rata- rata
Standar Permenkes
1 2
3 4
5 6
7 8
9
BOR 28,7 26,7 34,2 24,8 27,0 27,8 25,6 26,3 28,9 27,76 60-85
BTO kali 2,97 2,07 2,92 2,10 2,30 2,24 2,17 2,05 2,21 2,34
4 Sumber: Data Rumah Sakit Efarina Etaham Berastagi
Berdasarkan Tabel 1.2 dapat dilihat bahwa kedua indikator diatas BOR dan BTO menunjukkan nilai yang masih rendah. Nilai BOR dan BTO dari R.S.
Efarina Etaham berfluktuasi dan masih berada dibawa standar ideal nilai BOR dan BTO. Adapun standar ideal pencapaian angka hunian rumah sakit BOR adalah
60-85, sedangkan angka sebuah tempat tidur digunakanbulan BTO adalah 4 kali. Berdasarkan data pada Tabel 1.2 dapat dilihat bahwa pencapaian angka BOR
pada R.S. Efarina Etaham per September 2012 rata-rata adalah 27.76 ,
Universitas Sumatera Utara
sedangkan angka BTO juga rata-rata hanya mencapai 2,34 kali. Angka tersebut menunjukkan akses terhadap pelayanan rawat inap rumah sakit Efarina Etaham
masih rendah. Untuk itu perlu dilakukan sebuah perubahan strategi agar perusahaan dapat mengubah penilaian pelanggan terhadap pelayanan di RS
Efarina Etaham Berastagi serta memiliki segmen pasar yang potensial. Salah satu cara meningkatkan kemampuan perusahaan serta menciptakan
segmen pasar tersendiri adalah dengan melakukan inovasi nilaiValue Innovation Kim Mauborgne, 2005. Dalam strategi inovatif, strategi dapat diciptakan
dengan melakukan differensiasi terhadap nilai pelanggan buyer value dengan biaya relatif relative cost secara bersamaan sehingga dapat menciptakan inovasi
nilai yang berbasis win-win solution Kim, Sangsoo et.al., 2008. Kim, Sangsoo et.al 2008 dalam sebuah jurnal yang berjudul “VIRE:
Sailing a Blue Ocean with Value-Innovative Requirements” menguraikan bahwa kebanyakan teknis dan praktik rekayasa berfokus pada kebutuhan dasar pada
pasar. Bagaimanapun strategi ini menimbulkan persaingan kompetitif yang sangat tinggi. Untuk menciptakan nilai baru pada pasar maka diperlukan peninjauan
kembali kebutuhan pada produk yang ada dengan mengadaptasi berbagai metode rekayasa untuk membangun sebuah konsep blue ocean salah satunya adalah
proses Value-Innovative Requirements Engineering.
2
Adrew dan Kemper 2003 menyatakan dalam proses untuk memenuhi kebutuhan dari validasi, elemen dari sebuah metodologi desain yang valid adalah
berasal dari defenisi formal yang disajikan. Dalam penelitian tersebut
2
Kim, Sangsoo et.al. 2008. VIRE: Sailing a Blue Ocean with Value-Innovative Requirements Engineering.
Universitas Sumatera Utara
pengambilan keputusan terkait desain dilakukan dengan dua metode desain yang populer, yaitu House of Quality dan Suh’s Axiomatic Design. untuk menghasilkan
pendukung keputusan yang valid maka rancangan tersebut haruslah logis, berarti dan memiliki informasi yang reliabel.
3
Selain itu beberapa peneliti lain juga menggunakan QFD sebagai metodologi untuk menangkap atau menerjemahkan suara pelanggan Voice of
customer ke dalam karakteristik teknis dari produk ataupun jasa. Paryani, Kioumars et.al. 2010 menyatakan bahwa QFD dapat menentukan target
pembangunan yang efektif dalam memprioritaskan karakteristik dari produk ataupun jasa. Proses pada QFD telah banyak digunakan dan didokumentasikan
secara ekstensif dalam pembangunan produk ataupun jasa. Mereka juga mengungkapkan bahwa QFD dapat digunakan sebagai proses perencanaan untuk
menghubungkan kebutuhan pelanggan dan karakteristik jasa pada industri hospitality.
4
Blue Ocean Strategy BOS adalah suatu pendekatan strategi untuk menguasai ruang pasar yang tidak ramai diperebutkan sehingga persaingan
menjadi tidak relevan. Kata kunci keberhasilan penerapan BOS adalah inovasi nilai VI. Konsep BOS adalah menggeser dan memperluas pasar bagi pelanggan
potensial, sehingga memenuhi nilai yang diharapkan oleh pelanggan pada pasar yang dituju. Dalam BOS, ruang pasar dikiaskan ke dalam 2 jenis; Red Ocean
pasar yang penuh persaingan dengan strategi bersaing konvensional dan Blue Ocean ruang pasar baru yang belum ramai oleh persaingan. Untuk mencapai
3
Andrew dan Kemper. 2003. On Validating Design Decision Methodologies.
4
Paryani, Kioumars, et.al. 2010. QFD Application in the Hospitality Industry: A Hotel Case Study. QMJ:ASQ
Universitas Sumatera Utara
kondisi blue ocean, perusahaan harus melakukan inovasi melalui empat langkah strategis eliminate, reduce, raise, dan create.
5
Dalam penelitian ini Quality Function Deployment QFD digunakan sebagai satu pendekatan untuk mengidentifikasi buyer value. Melalui QFD
kebutuhan pelanggan dapat diterjemahkan ke dalam karakteristik pelayanan di rumah sakit. QFD dapat membantu peneliti untuk melakukan pengambilan
keputusan terkait empat langkah strategis dalam analisis ERRC. Untuk menentukan rumusan strategi melewati suatu proses yang logis dan matematis
peneliti menggunakan pendekatan Axiomatic design AD. Dalam hal ini axiomatic digunakan untuk menganalisa transformasi dari kebutuhan pelanggan
ke dalam elemen sistem pelayanan rumah sakit dengan menentukan parameter desain dari masing-masing karakteristik pelayanan.
Bedasarkan penjelasan yang diuraikan diatas, maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul “Pendekatan Blue Ocean Strategy Terhadap Strategi Pelayanan Rumah Sakit dengan Integrasi
Quality Function Deployment dan Axiomatic Design Studi Kasus: Unit Pelayanan Rawat Inap
R.S. Efarina Etaham Berastagi ”.
1.2 Rumusan Permasalahan