37 e. Kecakapan Pengelola dibutuhkan pada setiap pelaksanaan program,
tidak terkecuali program pembelajaran E-Learning. Kualifikasi dan kompetensi yang harus dimiliki oleh pengelola program dalam
mengelola pembelajaran E-Learning, antara lain: 1 Pengelola program E-Learning merupakan orang yang experts
dibidangnya. 2 Pengelola mampu melakukan pemeliharaan sistem E-Learning
secara berkala maintenance system. 3 Pengelola mampu melakukan perbaikan software maupun hardware
mengalami kerusakan kendala. 4 Pengelola mampu melakukan pengadaan sarana dan prasarana
penunjang pembelajaran E-Learning berupa unit komputer dan konektivitas internet.
5 Pengelola mampu menyediakan portal atau website E-Learning yang akan digunakan di dalam pembelajaran.
6 Pengelola mempunyai kemampuan manajerial program dimulai dari perencanaan hingga proses evaluasi program.
f. Hasil produk yang di hasilkan dari sistem pembelajaran E-Learning. adalah siswa yang menjadi tolok ukur paling akhir keberhasilan
pembelajaran E-Learning. Menurut Tanzila Saba 2012: 3 keberhasilan program E-Learning dapat diukur melalui indikator siswa, antara lain:
1 Siswa memberikan feedback berupa respons yang baik terhadap pendidik maupun sesama siswa selama pembelajaran.
38 2 Meningkatnya interaksi antar siswa dan pendidik selama
pembelajaran E-Learning. 3 Siswa merasakan puas terhadap metode belajar yang digunakan
pendidik selama pembelajaran E-Learning. 4 Siswa merasakan puas terhadap materi yang diberikan oleh pendidik
selama pembelajaran E-Learning. 5 Siswa merasakan puas terhadap portal atau website E-Learning yang
digunakan oleh sekolah. 6 Siswa merasakan puas terhadap sarana penunjang yang digunakan
selama pembelajaran meliputi komputer dan konektivitas internet. 7 Meningkatnya kualitas penguasaan materi oleh siswa selama
menggunakan E-Learning. 8 Bertambahnya motivasi siswa di dalam pembelajaran setelah
dilaksanakannya program E-Learning. Berdasarkan kriteria diatas, maka menjadi salah satu acuan tolak ukur
instrumen kriteria evaluasi yang akan digunakan dalam penelitian ini.
7. Implementasi E-Learning
Berdasarkan Munir 2010: 39 mengkategorikan E-Learning menjadi dua macam berdasarkan komunikasi yang terjadi selama pembelajaran yaitu
E-Learning Synchronous yang merupakan metode online menggunakan
komunikasi langsung dan E-Learning Asynchronous yang merupakan metode online menggunakan komunikasi tidak langsung. Dalam
penerapannya, E-Learning Synchronous menggunakan metode blended,
39 chatting atau kelas virtual sehingga antara pendidik dan siswa mampu
berinteraksi secara langssung atau saat itu juga sedangkan E-Learning Asynchronous
dapat dilakukan sesuai kesepakatan waktu yang ditentukan misalnya melalui email atau bulletin board.
Ditinjau dari Learning Management System LMS yang digunakan, E-Learning
dibedakan menjadi dua macam yaitu Web Based Learning WBL dan Computer Based Learning CBL. Munir 2009: 286
mendefinisikan Web Based Learning adalah sistem pembelajaran jarak jauh berbasis teknologi informasi dan komunikasi dengan antarmuka web,
sedangkan Rusman 2009: 49 mengemukakan bahwa pembelajaran berbasis komputer merupakan proses pembelajaran dengan menggunakan
software aplikasi komputer yang meliputi tentang judul, tujuan, materi isi pembelajaran dan evaluasi pembelajaran. Dari definisi kedua ahli tersebut
dapat dirangkum bahwa perbedaan mendasar antara kedua LMS E-Learning tersebut pada penggunaan perangkat lunak yang dimanfaatkan kedalam
pembelajaran, dimana WBL menekankan peran penting sebuah website untuk menyampaikan konten pembelajaran sedangkan CBL menekankan
peran sebuah aplikasi menyampaikan konten pembelajaran. Dalam penelitian ini, E-Learning yang digunakan oleh pihak sekolah
adalah LMS berbasis Web Based Learning yang dikembangkan sendiri oleh KOMSI UGM dengan menggunakan web-engine dari dokumenary.net.
Secara teknis, website dikelola menggunakan cloud storage yaitu sistem data yang digunakan diunggah pada server interlokal sehingga
40 membutuhkan internet dalam mengakses konten-konten pembelajaran.
Bentuk dan kerangka kerja portal E-Learning ini hampir sama dengan LMS komersil yang sudah ada seperti moodle, edmodo, absorb dan lain
sebagainya. Dalam penggunaannya, guru dapat memanfaatkan E-Learning guna menyampaikan materi ataupun membuat course tugas pembelajaran
baik secara langsung synchronous ataupun tidak langsung asynchronous sehingga dalam hal ini fungsi E-Learning tidak semata sebagai pengganti
pembelajaran konvensional melainkan sebagai komplemen atau metode tambahan dalam mempermudah dan meningkatkan hasil pembelajaran.
Course adalah semua jenis pembelajaran yang dikirimkan melalui
perangkat lunak software atau melalui internet Robin, 2010: 46.
C. Kajian Pebelajar E-Learning SMA
Siswa atau pebelajar adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya melalui proses pendidikan pada jalur jenjang dan jenis
pendidikan tertentu UU Sisdiknas 2003. Karakteristik siswa SMA Menurut teori yang dipopulerkan oleh Piaget, usia anak remaja di masa SMA ini sekitar
rentang usia 1112-18 tahun. Pada masa ini, seorang anak memasuki tahap kognitif operasional formal. Anak sudah mampu berpikir abstrak dan logis
dengan menggunakan pola berpikir “kemungkinan”. Pada tahap ini, kondisi berpikir anak sudah dapat bekerja secara efektif,
sistematis, dan sistemik. Selain itu dalam tahap ini anak juga dapat menganalisis secara kombinasi, berpikir secara proporsional, dan menarik generalisasi secara
mendasarpada suatu macam isi C. Asri Budiningsih, 2005: 39.
41 Karakteristik perkembangan anak usia remaja dapat dilihat tiga aspek
perkembangan. Pertama perkembangan fisik dan psikoseksual, masa remaja ditandai dengan percepatan pertumbuhan fisik. Pertumbuhan perkembangan
fisik pada masa akhir masa remaja menunjukkan terbentuknya remaja laki-laki sebagai bentuk khas laki-laki dan remaja perempuan menjadi bentuk khas
perempuan yang berimplikasi pada perkembangan psikososial mereka yang ditandai dengan kedekatan remaja pada teman sebayanya peer group daripada
orangtua atau keluarga. Dilihat dari perkembangan kognisi, remaja mampu berpikir kritis dan
logis, berpikir berdasar hipotesis, menggunakan symbol-simbol, dan berpikir lebih fleksibel. Oleh karena itu, atas dasar tahap perkembangan tersebut maka
ciri berpikir remaja adalah idealisme, cenderung pada lingkungan sosialnya, egosentris hipocrsty dan kesadaran diri akan konformis. Terakhir dilihat dari
perkembangan sosial, usia remaja termasuk pada tahap kelima dari Teori Psikososial dari Erikson yaitu pencarian identitas versus kebingungan identitas.
Pada masa ini remaja dihadapkan pada pencarian pengetahuan tentang dirinya, apa dan dimana, serta bagaimana tentang dirinya Rita Eka Izzaty, 2008: 152.
D. Kajian Muatan Lokal Bahasa Jawa SMA 1. Pengertian Muatan Lokal
Istilah muatan lokal MULOK dipopulerkan pada tahun 1987 sejak diberlakukannya Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia Nomor 0412U1987, yang dimaksud muatan lokal dalam SK Menteri tersebut adalah program pendidikan yang isi dan media
42 penyampaiannya dikaitkan dengan lingkungan alam, lingkungan sosial
budaya, serta kebutuhan daerah dan wajib dipelajari murid di daerah itu Yufiarti, 1999: 2. Muatan lokal Bahasa Jawa menurut Wika Widiastuti
2012: 11 adalah suatu bahasa daerah yang merupakan bagian dari kebudayaan nasional Indonesia, yang hidup dan tetap dipergunakan dalam
masyarakat bahasa yang bersangkutan. Bahasa Jawa yang terus berkembang maka diperlukan penyesuaian ejaan huruf Jawa. Bahasa Jawa merupakan
salah satu bahasa daerah sehingga perlu dilestarikan supaya tidak hilang keberadaannya.
Lebih lanjut berdasarkan Venny 2007: 1 pembelajaran muatan lokal Bahasa Jawa di Yogyakarta mulai diberlakukan sebagai muatan lokal wajib
berdasarkan SK dari Gubernur DIY Nomor: 423.50912 tanggal 29 Maret 2005. Kurikulum pertama yang diterapkan sebagai dasar pembelajaran
bahasa Jawa di SMA adalah Kurikulum Berbasis Kompetensi yang berisi standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator, dan materi pokok yang
harus diajarkan sesuai dengan keterampilan berbahasa yang harus dicapai dikembangkan oleh guru berdasarkan kurikulum yang sudah ditentukan
disusun oleh tim dari Jurusan Pendidikan Bahasa Daerah, FBS, UNY bekerjasama dengan Dinas Pendidikan Propinsi DIY.
Fungsi Bahasa Jawa menurut Supartinah yang dikutip Wika Widiastuti 2012: 13 antara lain:
a Bahasa Jawa adalah bahasa budaya budaya di samping berfungsi komunikatif juga berperan sebagai sarana perwujudan sikap budaya
yang sarat dengan nilai-nilai luhur.