EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN MUATAN LOKAL BAHASA JAWA BERBASIS E-LEARNING KELAS XI DI SMA NEGERI 2 BANTUL.

(1)

EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN

MUATAN LOKAL BAHASA JAWA BERBASIS

E-LEARNING

KELAS XI DI SMA NEGERI 2 BANTUL

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh:

Riansyah Rizky Poetra NIM 12105244001

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENDIDIKAN

JURUSAN KURIKULUM DAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN


(2)

EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN

MUATAN LOKAL BAHASA JAWA BERBASIS

E-LEARNING

KELAS XI DI SMA NEGERI 2 BANTUL

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh:

Riansyah Rizky Poetra NIM 12105244001

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENDIDIKAN

JURUSAN KURIKULUM DAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

MARET 2017


(3)

(4)

(5)

(6)

MOTTO

“Liberating education consists in acts of cognition, not transferals of information”

(Paulo Freire)

“Technology is just a tool. In terms of getting the kids working together and motivating them, the teacher is most important.”

(Bill Gates)

“Lakukanlah yang terbaik atau kelak dirimu yang sekarang ditertawakan oleh dirimu di masa depan.”


(7)

PERSEMBAHAN

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT., skripsi ini penulis persembahkan kepada:

1. Bapak Dwi Guntoro dan Ibu Suratinah yang tidak pernah henti-hentinya memberikan do’a, dukungan material dan non-material sehingga skripsi ini dapat segera terselesaikan.

2. Almamater Universitas Negeri Yogyakarta tercinta yang telah memberikan kesempatan penulis untuk menuntut ilmu.

3. Fitri Nuryani, S.Pd. yang selalu memberikan kemudahan informasi, bantuan dan arahan selama penelitian.


(8)

EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN MUATAN LOKAL BAHASA JAWA BERBASIS E-LEARNING KELAS XI DI SMA NEGERI 2 BANTUL

Oleh:

Riansyah Rizky Poetra NIM 12105244001

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi ketercapaian program pembelajaran muatan lokal Bahasa Jawa berbasis E-Learning kelas XI di SMA

Negeri 2 Bantul dengan menggunakan model evaluasi CIPP.

Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif yang dilaksanakan dalam tiga tahap meliputi tahap pengumpulan data awal, tahap pengumpulan dan analisis data serta tahap penyusunan laporan. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XI SMAN 2 Bantul, sedangkan waktu penelitian diambil pada semester gasal tahun ajaran 2016/2017. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Subyek penelitian adalah 12 orang siswa yang terdiri dari 6 kelas, 1 orang pendidik dan 1 orang kepala sekolah. Teknik analisis data yang digunakan meliputi tahap pengumpulan data, reduksi data, penyajian data kemudian diakhiri dengan penarikan kesimpulan secara deskriptif.

Hasil penelitian dengan model evaluasi CIPP yaitu terdapat pada evaluasi input, fakta dilapangan menemukan bahwa tidak ada experts di bidang E-Learning

yang mengelola segi teknis. Selain itu pada evaluasi context belum terciptanya

lingkungan berbasis teknologi informasi di kalangan pendidik dan birokrasi juga menjadi fokus evaluasi tersendiri terhadap penghambat keberlangsungan E-Learning Bahasa Jawa di SMA Negeri 2 Bantul. Hasil evaluasi pada indikator yang

lain sudah dapat dikatakan baik terkait dengan adanya latar belakang program, analisis kebutuhan program sudah mampu mengantisipasi keberlangsungan kegiatan belajar mengajar, relevansi dengan kurikulum terintegrasi dengan kurikulum sekolah maupun materi pembelajaran, kesesuaian sasaran program dengan target pembelajaran, kompetensi pendidik, kesiapan siswa, ketersediaan sarana dan prasarana, kualitas penyajian materi, pelaksanaan program dan ketercapaian tujuan program. Adapun faktor pendukung yang ditemukan selama penelitian lebih banyak dijumpai daripada faktor penghambat, hal inilah yang terus mendorong keberlangsungan kegiatan pembelajaran muatan lokal Bahasa Jawa berbasis E-Learning.

Kata Kunci: E-Learning, Bahasa Jawa, Evaluasi Context Input Process Product


(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir Skripsi dengan judul “Evaluasi Program Pembelajaran Muatan Lokal Bahasa Jawa Berbasis E-Learning Kelas XI di SMA Negeri 2 Bantul” dengan lancar. Penulis menyadari

tanpa dukungan dari berbagai pihak, Tugas Akhir Skripsi ini tidak dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta.

3. Ketua Jurusan Teknologi Pendidikan, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta.

4. Suyantiningsih, M.Ed., sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, kritik, saran, dan arahan yang membangun dalam penyusunan skripsi.

5. Bapak/Ibu Dosen Jurusan Teknologi Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan selama kuliah. 6. Drs. Isdarmoko, M.Pd. M.M.Par., Kepala SMAN 2 Bantul yang telah

memberikan ijin untuk pelaksanaan penelitian ini.

7. Setyo Amrih Prasojo, S.Pd., sebagai narasumber yang telah bersedia untuk berkolaborasi melaksanakan penelitian ini.

8. Orang tua yang senantiasa memberikan doa, dukungan baik moral maupun material dalam penulisan skripsi ini.


(10)

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ASBSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I : PENDAHULUAN A.Latar Belakang ... 1

B.Identifikasi Masalah ... 4

C.Batasan Masalah... 5

D.Rumusan Masalah ... 5

E.Tujuan Penelitian ... 5

F. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II : KAJIAN TEORI A. Kajian Evaluasi Program ... 8

1. Definisi Program ... 8

2. Macam-Macam Program ... 9

3. Definisi Evaluasi Program ... 11

4. Tujuan Evaluasi Program ... 12

5. Evaluator Program ... 14

6. Evaluasi Program Model CIPP ... 16


(12)

c. Evaluasi Process ... 19

d. Evaluasi Product ... 20

B. Kajian E-Learning ... 21

1. Definisi E-Learning ... 21

2. Dasar Teori Pengembangan E-Learning ... 22

a. Teori Kognitif ... 23

b. Teori Konstruktivistik ... 24

c. Teori Sibernetik ... 26

d. Teori Digital Native - Digital Immigrant ... 27

3. Fungsi Pembelajaran E-Learning ... 29

4. Karateristik Pembelajaran E-Learning ... 30

5. Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran E-Learning ... 31

6. Kriteria Keberhasilan Pembelajaran E-Learning... 33

7. Implementasi E-Learning ... 38

C.Kajian Pebelajar E-Learning SMA ... 38

D.Kajian Muatan Lokal Bahasa Jawa SMA ... 41

1. Pengertian Muatan Lokal ... 41

2. Kurikulum Muatan Lokal ... 43

3. Pelaksanaan Muatan Lokal ... 46

E.Relevansi Evaluasi Program Dengan Keilmuan Teknologi Pendidikan ... 47

F. Penelitian Yang Relevan ... 51

G.Kerangka Pikir ... 52

H.Pertanyaan Penelitian ... 55

I. Definisi Istilah ... 55

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ... 57

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 57

1. Tahap Pengumpulan Data Awal ... 57

2. Tahap Pengumpulan dan Analisis Data ... 58


(13)

C. Subjek Penelitian ... 58

D. Metode Pengumpulan Data ... 59

1. Observasi ... 59

2. Wawancara ... 59

3. Dokumentasi ... 60

E.Instrumen Penelitian ... 61

F. Kriteria Evaluasi ... 62

G.Teknik Analisis Data ... 67

H.Keabsahan Data ... 68

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum ... 69

1. Sejarah Singkat ... 69

2. Visi dan Misi SMA Negeri 2 Bantul ... 69

3. Kurikulum SMA Negeri 2 Bantul ... 70

4. E-Learning SMA Negeri 2 Bantul ... 71

5. Fasilitas Sekolah ... 74

B. Hasil Penelitian 1. Evaluasi Context ... 75

a. Latar Belakang Program ... 75

b. Analisis Kebutuhan Program ... 77

c. Relevansi Kurikulum dan Tujuan Program ... 79

d. Sasaran Program ... 81

2. Evaluasi Input ... 82

a. Kompetensi Pendidik ... 82

b. Kesiapan Siswa ... 84

c. Sarana dan Prasarana ... 85

d. Kualitas Penyajian Materi ... 86

e. Kecakapan Pengelola ... 87

3. Evaluasi Process ... 89


(14)

c. Faktor Penghambat Program ... 93

4. Evaluasi Product ... 94

a. Ketercapaian Tujuan Program ... 94

C. Pembahasan ... 96

D. Keterbatasan Penelitian ... 101

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 103

B. Saran ... 103

DAFTAR PUSTAKA ... 104


(15)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Struktur Kelompok Kurikulum Muatan Lokal ... 46

2. Struktur Standar Kompetensi Inti ... 46

3. Metode Pengumpulan Data dan Sumber Data ... 60

4. Kriteria Evaluasi Program Pembelajaran E-Learning ... 63

5. Struktur Kurikulum Kelas XI SMA Negeri 2 Bantul Tahun Ajaran 2016/2017 ... 80


(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Diagram Model Evaluasi CIPP ... 17

2. Lingkup Kurikulum Muatan Lokal ... 45

3. Kawasan Teknologi Pendidikan Berdasarkan Definisi AECT 1994 ... 48

4. Bagan Kerangka Berpikir Evaluasi Program Pembelajaran Muatan Lokal Bahasa Jawa Berbasis E-Learning di SMA Negeri 2 Bantul ... 54

5. Proses E-Learning Bahasa Jawa di SMA Negeri 2 Bantul ... 72

6. Halaman Login Siswa Pada Sistem E-Learning Sekolah ... 82

7. Laboratorium Komputer di SMA Negeri 2 Bantul ... 85

8. Pengemasan Materi Menggunakan Video ... 87

9. Peran Sebagai Pendidik dan Sebagai Fasilitator ... 88

10. Apersepsi Materi Oleh Pendidik ... 90

11. Siswa Sedang Berdiskusi Mengerjakan Tugas ... 91


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Pedoman Wawancara ... 109

2. Pedoman Observasi ... 115

3. Pedoman Dokumentasi ... 116

4. Hasil Wawancara ... 117

5. Catatan Lapangan ... 134

6. Profil SMA Negeri 2 Bantul ... 146

7. Jadwal Penggunaan Lab Komputer SMA Negeri 2 Bantul ... 161

8. Daftar Guru Pengajar SMA Negeri 2 Bantul ... 162

9. Daftar Siswa Kelas XI SMA Negeri 2 Bantul ... 163

10. Daftar Inventaris Lab Komputer SMA Negeri 2 Bantul ... 172

11. Daftar Inventaris Kelas XI SMA Negeri 2 Bantul ... 173

12. Proses Perancangan E-Learning Muatan Lokal Bahasa Jawa ... 177

13. Program Tahunan & Program Semester ... 178

14. Kompetensi Dasar Muatan Lokal Bahasa Jawa... 181

15. Portal E-Learning Bahasa Jawa, Gladhen dan Materi ... 191

16. Karya Siswa ... 193


(18)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Sejarah dan perkembangan di bidang pendidikan tidak terlepas dari berkembangnya IPTEKS. Salah satu cirinya diawali dengan munculnya pembelajaran berbasis komputer (PBK) di berbagai jenjang pendidikan. Saat ini salah satu bentuk pengembangan pembelajaran yang memanfaatkan PBK yaitu E-Learning.

Kata “E-Learning” berasal dari dua kata, yaitu “e” yang berarti

elektronik dan “learning” yang berarti pembelajaran. Oleh karena itu dapat

disimpulkan bahwa E-Learning merupakan pembelajaran yang memanfaatkan

perangkat elektronik melalui pemanfaatan jaringan sebagai penunjang siswa dalam belajar. Pada awal mula kemunculannya, E-Learning diperkenalkan

oleh Universitas Illions di Urbana-Champaign dengan menggunakan sitem CAI (computer assisted instruction) dan komputer bernama PLATO (Wahyu

Purnomo, 2009).

Macam-macam perkembangan model pembelajaran berbasis E-Learning

pun beragam, dimulai dengan munculnya CBT (computer based training) pada

tahun 1990. Pada perkembangan selanjutnya diikuti dengan munculnya LMS (learning management system) pada tahun 1997 dan yang terakhir adalah web-based learning pada tahun 1999 yang merupakan pengembangan dari LMS.

Salah satu aspek yang melandasi terjadinya pembelajaran E-Learning


(19)

perlahan ditinggalkan dan mulai beralih berorientasi kepada siswa (student centered) karena dianggap kurang efektif. Pendidik bertugas sebagai fasilitator

yaitu membantu siswa untuk membentuk pengetahuannya sendiri. Pendidik juga berperan sebagai perancang dan pengolah materi pembelajaran kedalam format belajar mandiri. Sedangkan siswa aktif kegiatan, aktif berpikir, menyusun konsep dan memberi makna tentang hal-hal yang dipelajari (C. Asri Budiningsih, 2008: 58-59).

SMA Negeri 2 Bantul merupakan salah satu sekolah menengah atas yang telah memanfaatkan TIK sejak tahun 2007. Sekolah ini mulai memanfaatkan

E-Learning pada tahun 2014 dan muatan lokal Bahasa Jawa pada tahun 2015

sebagai penunjang dan membantu siswa di dalam belajar. Hal tersebut sejalan dengan kebijakan Kurikulum 2013 yang mengharuskan integrasi TIK kedalam mata pelajaran.

Secara umum, tujuan diadakannya pembelajaran E-Learning Bahasa

Jawa di SMA Negeri 2 Bantul yaitu untuk membuka wacana jaringan maya muatan lokal Bahasa Jawa yang lebih luas sehingga memudahkan muatan lokal Bahasa Jawa untuk dipelajari oleh khalayak umum. Secara lebih rinci, tujuan khusus yang ingin dicapai dari pembelajaran E-Learning muatan lokal Bahasa

Jawa adalah: (1) Membumikan muatan lokal Bahasa Jawa di kalangan masyarakat modern; (2) Menciptakan paradigma pembelajaran muatan lokal Bahasa Jawa yang tidak kuno, baik di kalangan siswa maupun sesama pendidik; (3) Meningkatkan rasa bangga dan percaya diri sebagai bangsa yang


(20)

digital; dan (5) Memperkenalkan Aksara Jawa sebagai bentuk unikode format teks di dunia Internasional. Hal ini dilakukan karena hanya di SMA Negeri 2 Bantul inilah satu-satunya sekolah di Yogyakarta yang mengintegrasikan E-Learning kedalam pelajaran muatan lokal Bahasa Jawa.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara awal yang dilakukan oleh peneliti kepada pihak pengelola program, terdapat beberapa kendala yang ditemukan di dalam pelaksanaan E-Learning muatan lokal Bahasa Jawa.

Diantaranya belum terciptanya birokrasi yang mendukung pengembangan TI (Teknologi Informasi) secara penuh baik dari penjabat fungsional maupun non-fungsional. Beberapa pendidik sebidang keilmuan belum sepenuhnya mampu beralih dari kegiatan pembelajaran konvensional kepada pembelajaran yang berbasis E-Learning. Selain itu kelengkapan sarana dan prasana di SMA

Negeri 2 Bantul masih terbatas, penunjang pembelajaran masih sebatas memanfaatkan laboratorium komputer dan belum merambah ke setiap kelas.

Disamping itu, aspek evaluasi sebagai dasar pengambilan keputusan untuk menindaklanjuti keberadaan program E-Learning di SMA Negeri 2

Bantul secara global belum dilaksanakan. Kegiatan evaluasi yang sudah dilakukan oleh pihak pengelola masih sebatas pemenuhan kebutuhan melalui penilaian proses selama kegiatan belajar mengajar.

Penelitian ini berfokus pada masalah perlunya evaluasi pada program pembelajaran E-Learning muatan lokal Bahasa Jawa yang dilaksanakan di

SMA Negeri 2 Bantul pada kelas XI. Tujuan evaluasi ini digunakan untuk mengetahui kesesuaian tujuan program yang telah di tetapkan ketika


(21)

perencanaan program. Disamping itu, kegiatan evaluasi ini juga digunakan untuk melihat perubahan tingkah laku dari siswa pasca penerapan program E-Learning, yaitu aspek keaktifan siswa, timbal balik, dan kepuasan siswa.

Hasil dari evaluasi program yang dilakukan oleh peneliti juga dapat digunakan sebagai bahan masukan terkait dengan pengembangan program. Pandangan objektif dari pihak luar penyelenggara program dibutuhkan untuk mengurangi subjektivitas penilaian pihak penyelenggara terhadap program yang sedang dijalankan.

B. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang di atas, dapat diidentifikasi beberapa permasalahan yaitu sebagai berikut:

1. Rendahnya minat, motivasi dan kecintaan siswa terhadap muatan lokal Bahasa Jawa di SMA Negeri 2 Bantul

2. Belum terciptanya birokrasi yang mendukung pengembangan TI (Teknologi Informasi) secara penuh baik dari penjabat fungsional maupun non-fungsional di SMA Negeri 2 Bantul maupun dinas-dinas terkait pengambil keputusan.

3. Sarana dan prasarana yang tersedia belum sepenuhnya menunjang untuk pembelajaran E-Learning yang ideal di SMA Negeri 2 Bantul.

4. Belum ada kegiatan evaluasi yang dilakukan oleh sekolah terhadap pihak pengelola program E-Learning di SMA Negeri 2 Bantul.


(22)

C. Batasan Masalah

Berdasarkan permasalahan pelaksanaan pembelajaran yang telah teridentifikasi yang dikemukakan diatas, peneliti memfokuskan masalah pada perlunya evaluasi pada program pembelajaran berbasis E-Learning muatan

lokal Bahasa Jawa yang dilaksanakandi kelas XI SMA Negeri 2 Bantul dengan menggunakan model evaluasi CIPP (context, input, process, product).

D. Rumusan Masalah

Mengacu pada identifikasi masalah dan batasan masalah yang telah diuraikan, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana evaluasi program pembelajaran muatan lokal Bahasa Jawa berbasis E-Learning

kelas XI di SMA Negeri 2 Bantul dengan menggunakan model evaluasi CIPP

(context, input, process, product)?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan, maka tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi program pembelajaran muatan lokal Bahasa Jawa berbasis E-Learning kelas XI di SMA Negeri 2 Bantul dengan menggunakan

model evaluasi CIPP (context, input, process, product) untuk mengetahui

kesesuaian program terhadap tujuan pembelajaran dan melihat perubahan tingkah laku dari siswa pasca penerapan program E-Learning, yaitu aspek

keaktifan siswa, timbal balik, dan kepuasan siswa.

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini mempunyai dua manfaat, yaitu manfaat teoretis dan manfaat praktis yang dijelaskan sebagai berikut:


(23)

1. Manfaat Teoretis:

a. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam kajian tentang “Evaluasi Program Pembelajaran muatan lokal Bahasa Jawa Berbasis E-Learning di SMA Negeri 2 Bantul”.

b. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih terhadap bidang ilmu pengetahuan mengenai evaluasi pelaksanaan program E-Learning di pendidikan sekolah menengah atas.

c. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan penelitian sejenis atau sebagai bahan pengembangan apabila akan dilakukan penelitian lanjutan.

2. Manfaat Praktis:

a. Bagi Instansi / Lembaga Pendidikan

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan kajian konseptual pembelajaran muatan lokal Bahasa Jawa berbasis E-Learning pada tingkat sekolah menengah atas serta memberikan

gambaran mengenai penerapan evaluasi program dengan menggunakan model evaluasi CIPP.

b. Bagi SMA Negeri 2 Bantul

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menganalisis, mengidentifikasi, dan menilai pada program pembelajaran muatan lokal Bahasa Jawa berbasis E-Learning serta


(24)

c. Bagi Pendidik

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan serta perbaikan kualitas bagi pendidik dalam hal peningkatan kompetensi dan kualifikasi dalam pelaksanaan program pembelajaran berbasis E-Learning muatan lokal Bahasa Jawa di SMA Negeri 2 Bantul.

d. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang pelaksanaan program pembelajaran muatan lokal Bahasa Jawa berbasis E-Learning pada tingkat sekolah menengah atas

serta wawasan mengenai penerapan evaluasi model CIPP pada program


(25)

BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Evaluasi Program

1. Definisi Program

Dalam dunia pendidikan, program dapat dikatakan sebagai rangkaian kegiatan yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan tertentu. Menurut Suharsimi Arikunto (2006: 3-4) ada dua pengertian untuk istilah “program” yaitu pengertian secara khusus dan umum. Secara umum program diartikan sebagai “rencana”, sedangkan menurut makna khusus adalah suatu unit atau kesatuan kegiatan yang merupakan relisasi atau implementasi dari suatu kebijakan, berlangsung dalam program yang berkesinambungan dan terjadi dalam suatu organisasi yang melibatkan sekelompok orang.

Suharsimi (2008: 291) mendefinisikan program sebagai sesuatu kegiatan yang direncanakan dengan seksama. Sedangkan Farida Yunus (2000: 9) mengartikan program sebagai segala sesuatu yang dicoba lakukan seseorang dengan harapan akan mendatangkan hasil atau pengaruh. Dalam buku ini program diartikan sebagai serangkaian kegiatan yang direncanakan dengan seksama dan pelaksanaannya berlangsung dalam suatu organisasi yang melibatkan banyak orang. Sehingga dapat disimpulkan, bahwa program merupakan kumpulan rancangan yang disusun secara sistematis untuk mencapai tujuan tertentu.


(26)

2. Macam-Macam Program

Menurut Haryanto (2000: 28-29), macam-macam program diklarifikasikan berdasarkan tujuan, jenis, jangka waktu, luas, sempit, pelaksana dan sifatnya antara lain dijelaskan sebagai berikut:

a. Program ditinjau dari tujuan, ada program yang bertujuan mencari keuntungan, dan ada juga yang bertujuan sukarela. Dengan demikian ukuran keberhasilan tujuan mencari keuntungan adalah seberapa besar keuntungan yang didapat sedangkan program yang bertujuan sukarela ukuran keberhasilannya adalah seberapa banyak program tersebut bermanfaat bagi orang lain.

b. Program ditinjau dari jenis merupakan program yang ditinjau dari isi kegiatan dalam program tersebut yang cenderung kurang memberikan variasi atas penilaiannya. Contoh program koperasi, program pertanian dan lain-lain.

c. Program ditinjau dari jangka waktu yang terdiri dari program jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Program jangka pendek merupakan program yang berlangsung selama satu tahun atau kurang, program jangka menengah merupakan program yang berlangsung selama satu sampai lima tahun, sedangkan program jangka panjang merupakan program yang berlangsung selama lebih dari lima tahun. d. Program ditinjau dari keluasannya, ada program sempit dan program

luas. Program sempit merupakan program yang hanya menyangkut variabel terbatas sedangkan program luas menyangkut banyak variabel.


(27)

e. Program ditinjau dari pelaksana yaitu program yang melibatkan seberapa banyak orang. Program kecil hanya dilaksanakan beberapa orang sedangkan program besar dilaksanakan berpuluh bahkan beratus orang.

f. Program ditinjau dari sifatnya merupakan program yang dilihat dari tingkat kepentingan. Program penting adalah program yang dampaknya menyangkut nasib orang banyak mengenai hal yang vital sedangkan program tidak penting merupakan sebaliknya.

Sedangkan menurut Suharsimi Arikunto (1988: 2), program diklasifikasikan menjadi beberapa macam, yaitu:

1) Program ditinjau dari tujuan, yaitu program yang diselenggarakan bertujuan untuk kepentingan komersial atau kepentingan sukarela (sosial). Program komersial bertujuan untuk mencari untung, sedangkan program sukarela/sosial bertujuan untuk memberi manfaat kepada orang lain.

2) Program ditinjau dari jenis, yaitu program yang diklasifikasikan berdasarkan isi dari kegiatan program tersebut. Program yang tergolong berdasarkan jenisnya yaitu program pendidikan, program industrial, program kesehatan dan sebagainya.

3) Program ditinjau dari jangka waktu, terbagi menjadi dua yaitu program berjangka waktu pendek dan berjangka waktu panjang.


(28)

4) Program ditinjau dari keluasannya, terbagi menjadi dua yaitu program sempit dan program luas. Sempit dan luasnya program diukur berdasarkan variabel yang terlibat di dalam program.

5) Program ditinjau dari pelaksana, terbagi menjadi dua yaitu program kecil dan program besar. Hal ini dipengaruhi berdasarkan jumlah orang yang terlibat di dalam program tersebut.

6) Program ditinjau dari sifatnya, terbagi menjadi dua yaitu program penting dan program kurang penting. Penting tidaknya suatu program dilihat jika program tersebut mempengaruhi nasib orang banyak atau tidak.

Dari pemaparan macam program di atas, maka dapat dirangkum bahwa program pembelajaran muatan lokal Bahasa Jawa berbasis E-Learning di SMA Negeri 2 Bantul tergolong ke dalam program sukarela

(sosial), program berpelaksana besar, program pendidikan dan program berjangka waktu panjang.

3. Definisi Evaluasi Program

Ada tiga istilah yang sering digunakan dalam evaluasi, yaitu tes, pengukuran dan penilaian. Tes merupakan salah satu cara untuk menaksir besarnya kemampuan seseorang secara tidak langsung, yaitu melalui respons seseorang terhadap stimulus atau pernyataan (Djemari Mardapi, 2008: 67). Evaluasi program evaluasi program adalah upaya untuk mengetahui efektivitas komponen program dalam mendukung pencapaian tujuan program (Suharsimi Arikunto, 2006: 7).


(29)

Menurut Ralph Tyler (Suharsimi Arikunto, 2006: 4) evaluasi program adalah proses untuk mengetahui apakah tujuan pendidikan sudah dapat terealisasikan. Selain itu Cronbach dan Stufflebeam dalam Suharsimi Arikunto (2008: 5) mengemukakan bahwa evaluasi program adalah upaya menyediakan informasi untuk disampaikan kepada pengambil keputusan. Definisi Mugiadi yang dikutip Sudjana (2006: 21) juga mengemukakan bahwa evaluasi program adalah upaya pengumpulan informasi mengenai suatu program, kegiatan atau proyek. Informasi tersebut berguna untuk pengambilan keputusan, antara lain memperbaiki program, menyempurnakan kegiatan program lanjutan, menghentikan suatu kegiatan, atau menyebarluaskan gagasan yang mendasari suatu program atau kegiatan.

Meninjau dari beberapa definisi oleh para ahli di atas, dapat dikatakan bahwa evaluasi program merupakan proses kegiatan mengumpulkan, mengkaji serta menilai suatu program untuk melihat ketercapaian tujuan program selama program berlangsung yang kemudian hasil dari evaluasi program dapat digunakan dalam pengambilan keputusan.

4. Tujuan Evaluasi Program

Djudju Sudjana (2006: 35) mengatakan tujuan umum dinyatakan dalam rumusan umum, sedangkan tujuan khusus dinyatakan dalam rumusan khusus dan terbatas, serta merupakan rincian dari tujuan umum, ialah tujuan


(30)

dapat dijadikan acuan untuk mengidentifikasi tujuan program tersebut, yaitu:

1. What: program apa yang sedang dijalankan?

2. Who: siapa yang menjadi sasaran program?

3. How: bagaimana program itu dilaksanakan?

4. Why: mengapa program itu dibuat dan dilaksanakan?

5. When: kapan program itu direncanakan dan dilaksanakan?

6. Where: dimanakah program itu dijalankan?

Kemudian tujuan umum harus dijabarkan menjadi tujuan khusus maka sasaran evaluator diarahkan pada komponen agar pengamatannya dapat lebih cermat dan data yang dikumpulkan lebih lengkap. Untuk itulah evaluator harus memiliki kemampuan mengidentifikasi komponen program yang akan dievaluasi. Menurut Djudju Sudjana (2006: 36) tujuan khusus diadakannya evaluasi program ialah sebagai berikut:

1. Memberikan masukan bagi perencanaan program.

2. Menyajikan masukan bagi pengambil keputusan yang berkaitan tindak lanjut, perluasan atau penghentian program.

3. Memberikan masukan bagi pengambil keputusan tentang modifikasi atau perbaikan program.

4. Memberikan masukan yang berkenan dengan faktor pendukung dan penghambat program.


(31)

5. Memberi masukan untuk kegiatan motivasi dan pembinaan (pengawasan, supervisi dan monitoring) bagi penyelenggara, pengelola, dan pelaksana program.

6. Menyajikan data tentang landasan keilmuan bagi evaluasi program pendidikan.

5. Evaluator Program

Suharsimi Arikunto (1988: 11-13) menjelaskan bahwa Evaluator adalah orang yang bertugas untuk melakukan penilaian terhadap suatu program. Ada dua macam yaitu evaluator dari dalam (Evaluator Intern) dan

evaluator dari luar (Evaluator Ekstern), masing-masing mempunyai

kelebihan dan kekurangannya. Evaluator dari dalam mempunyai kelebihan memahami betul program yang akan dievaluasi dan tepat pada sasaran, sedangkan kekurangannya jika pelaksanaannya terburu-buru akan mendapatkan hasil yang tidak sempurna dan terkadang tidak bisa terlepas dari objektif.

Namun tidak semata-mata semua orang dapat menjadi evaluator. Menurut Suharsimi Arikunto (2006: 9), terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi seorang evaluator, antara lain:

a. Mampu melaksanakan proses evaluasi yang didukung pula oleh teori dan kemampuan praktek.


(32)

c. Objektif, yaitu tidak mudah dipengaruhi oleh keinginan pribadi, agar dapat mengumpulkan data sesuai dengan keadaannya, selanjutnya dapat mengambil kesimpulan.

d. Sabar dan tekun dalam menyusun proposal, menyusun instrumen, mengumpulkan data sesuai keadaannya, selanjutnya dapat mengambil kesimpulan.

e. Hati-hati dan bertanggung jawab dalam melakukan proses evaluasi serta berani bertanggungjawab terhadap apa yang di kerjakannya.

Suharsimi Arikunto (1988: 13) juga memaparkan bahwa evaluator terbagi menjadi dua, yaitu evaluator internal dan evaluator eksternal. Hal ini dilihat dari posisi dari sang evaluator sendiri.

1. Evaluator internal (internal evaluator), yaitu evaluator yang lingkupnya

berasal dari dalam program, bisa dari pihak pengelola program maupun seseorang yang ditunjuk secara sengaja namun masih terkait dengan program tersebut.

2. Evaluator eksternal (external evaluator), yaitu evaluator yang

lingkupnya berasal dari luar program, tidak tahu menahu tentang kebijakan dan seluk beluk program secara mendalam. Evaluator eksternal bertindak independen (berdiri sendiri) tidak terpengaruh oleh pihak penyelenggara program.

Keterkaitan dalam penelitian ini, maka posisi peneliti sebagai evaluator eksternal yaitu berasal dari luar lingkup program. Oleh karena itu


(33)

perlu adanya proses analisis secara mendalam tentang program yang akan diteliti.

6. Evaluasi Program Model CIPP

Evaluasi program bermacam-macam modelnya berdasarkan pendekatan atau strategi yang digunakan dalam melakukan kegiatan evaluasi. Walaupun model-model luarnya berbeda, tetapi maksud dan tujuannya sama yaitu melakukan kegiatan pengumpulan data atau informasi yang berkenaan dengan objek yang dievaluasi. Sementara itu, Kaufman dan Thomas dalam Suharsimi Arikunto dan Cepi Safruddin AJ (2007: 24) membedakan model evaluasi menjadi delapan, yaitu :

1. Goal Oriented Evaluation Model, dikembangkan oleh Tyler.

2. Goal Free Evaluation Model, dikembangkan oleh Scriven.

3. Formatif-Sumatif Evaluation Model, dikembangkan oleh Michael

Scriven

4. Countenance Evaluation Model, dikembangkan oleh Stake.

5. Responsive Evaluation Model, dikembangkan oleh Stake.

6. CSE-UCLA Evaluation Model, menekankan pada “kapan” evaluasi

dilakukan.

7. CIPP Evaluation Model, yang dikembangkan oleh Stufflebeam.

8. Discrepancy Model, yang dikembangkan oleh Provus.

Dalam penelitian ini, model evaluasi yang digunakan adalah model evaluasi CIPP. Alasan peneliti memilih model ini karena dianggap dapat

memberikan gambaran proses dari awal hingga akhir evaluasi pelaksanaan program, sehingga peneliti mudah menjabarkan kedalam sub indikator, selain itu karena adanya penelitian yang relevan. Model evaluasi ini dikemukakan oleh Stufflebeam pada tahun 1967 di Ohio State University.


(34)

 

Gambar 1. Diagram Model Evaluasi CIPP (Shufflebeam, 2003) a. Evaluasi context

Evaluasi context adalah upaya untuk menggambarkan dan merinci

lingkungan, kebutuhan yang tidak terpenuhi, populasi dan sampel yang dilayani, dan tujuan proyek (Arikunto, 2004: 29). Tahap ini membantu dalam merencanakan keputusan, menentukan kebutuhan yang akan dicapai oleh program, dan merumuskan tujuan program. Evaluasi konteks juga digunakan untuk menggambarkan hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam perencanaan program seperti karateristik dan perilaku peserta didik, kurikulum, keunggulan dan kelemahan pelaksana, sarana dan prasarana, serta perubahan yang diinginkan (Djudju Sudjana, 2006: 55).

Sehingga dapat disimpulkan, dalam bukunya yang lain Arikunto (1988: 39) dengan jelas mengemukakan bahwa penilaian konteks adalah penilaian terhadap kebutuan, tujuan pemenuhan kebutuhan dan


(35)

karateristik individu yang menangani. Peran evaluasi context dalam

penelitian ini digunakan sebagai evaluasi awal perancangan pembelajaran E-Learning berdasarkan indikator yang telah ditentukan

meliputi latar belakang program, analisis kebutuhan program, relevansi kurikulum dan tujuan program serta sasaran program sehingga mampu menjadi bahan acuan untuk memperbaiki context pembelajaran E-Learning muatan lokal Bahasa Jawa di SMA Negeri 2 Bantul.

b. Evaluasi input

Evaluasi input adalah kemampuan awal siswa dan sekolah dalam

menunjukkan PMTAS, antara lain kemampuan sekolah dalam menyediakan petugas yang tepat, pengatur menu yang handal, ahli kesehatan yang berkualitas (Arikunto, 2004: 29). Ranah evaluasi ini juga berguna untuk mencari tahu prosedur kerja mengenai sumber dan bahan apa yang terkait dengan program serta meneliti karakteristik subjek program. Evaluasi input dilakukan untuk mengidentifikasi dan menilai kemampuan sumberdaya bahan, alat, manusia, dan biaya di dalam melaksanakan program (Baskara, 2014: 14).

Peran evaluasi input dalam penelitian ini digunakan sebagai

evaluasi awal sebelum kegiatan pembelajaran E-Learning berlangsung

dengan indikator yang telah ditentukan meliputi kompetensi pendidik, kesiapan siswa, sarana dan prasarana, kualitas penyajian materi serta


(36)

memperbaiki input pembelajaran E-Learning muatan lokal Bahasa Jawa

di SMA Negeri 2 Bantul. c. Evaluasi process

Evaluasi process dalam model CIPP diarahkan pada seberapa jauh

kegiatan yang dilaksanakan sudah terlaksana sesuai dengan rencana. Evaluasi proses dalam model CIPP menunjuk pada "apa" (what)

kegiatan yang dilakukan dalam program, "siapa" (who) orang yang

ditunjuk sebagai penanggung jawab program, "kapan" (when) kegiatan

akan selesai. Dalam model CIPP, evaluasi proses diarahkan pada seberapa jauh kegiatan yang dilaksanakan di dalam program sudah terlaksana sesuai dengan rencana (Arikunto, 2004: 30).

Ranah evaluasi ini juga berfungsi untuk membantu proses implementasi kebijakan terkait dengan sejauh mana rencana telah diterapkan dan apakah membutuhkan revisi guna untuk di monitor, dikontrol dan diperbaiki (Baskara, 2014: 15). Peran evaluasi process

dalam penelitian ini digunakan sebagai evaluasi selama kegiatan pembelajaran E-Learning berlangsung dengan indikator yang telah

ditentukan meliputi pelaksanaan program, faktor pendukung serta faktor penghambat sehingga mampu menjadi bahan acuan untuk memperbaiki

process pembelajaran E-Learning muatan lokal Bahasa Jawa di SMA


(37)

d. Evaluasi product

Evaluasi product dalam CIPP diarahkan pada hal-hal yang

merujuk kepada perubahan yang terjadi pada masukan (Arikunto, 2004: 30). Fungsi ini dapat digunakan sebagai pengambilan keputusan berdasarkan penilaian sumatif data yang dihasilkan.

Djudju Sudjana (2006: 56) mengemukakan bahwa evaluasi ini berkaitan dengan pengaruh utama, pengaruh dampak yang dihasilkan, biaya dan keunggulan program. Peran evaluasi product dalam penelitian

ini digunakan sebagai evaluasi hasil pembelajaran E-Learning

berlangsung dengan indikator ketercapaian tujuan program sehingga mampu menjadi bahan acuan untuk memperbaiki hasil pembelajaran E-Learning muatan lokal Bahasa Jawa di SMA Negeri 2 Bantul.

Berdasarkan kajian model evaluasi diatas, kerangka kerja penelitian ini mengacu pada evaluasi CIPP. Pemikiran yang melandasi peneliti memilih model ini yaitu menganggap bahwa model evaluasi program ini mampu memberi gambaran kerangka penilitian secara absolut mulai dari awal program hingga akhir mengenai hasil program. Model evaluasi CIPP dalam penelitian ini mudah dipahami dan diterapkan karena lingkup evaluasi yang spesifik dalam program E-Learning muatan lokal Bahasa Jawa di SMA Negeri 2 Bantul meliputi


(38)

pelaksanaan program, dan evaluasi produk berfungsi untuk meneliti output/luaran yang dihasilkan oleh program.

B. Kajian E-Learning

1. Definisi E-Learning

Kata “E-Learning” berasal dari dua kata, yaitu “e” yang berarti

elektronik dan “learning” yang berarti pembelajaran terdiri dari huruf “e”

yang berarti elektronik dan learning yang berarti pembelajaran. Oleh karena

itu dapat disimpulkan bahwa secara umum saat ini E-Learning merupakan

pembelajaran yang memanfaatkan perangkat elektronik melalui pemanfaatan jaringan sebagai penunjang siswa dalam belajar. E-Learning

merupakan aplikasi internet yang dapat menghubungkan antara pendidik dan peserta didik dalam sebuah ruang belajar online (Prakoso, 2005).

Menurut Onno W. Purbo (2002), menjelaskan bahwa istilah “e” atau singkatan dari elektronik dalam E-Learning digunakan sebagai istilah untuk

segala teknologi yang digunakan untuk mendukung usaha-usaha pengajaran lewat teknologi elektronik internet. Hal lain dikemukakan ooleh Baskara (2014: 19) mengemukakan pada dasarnya, elektronik yang dimaksud telah dibagi menjadi dua persepsi, yaitu:

a) Electronic based learning adalah pembelajaran yang memanfaatkan

perangkat elektronik sebagai media penunjangnya, misalnya proyektor, LCD, CD/DVD, OHP dan sejenisnya. Pembelajaran seperti ini biasa digunakan dalam model klasikal, yaitu bertatap muka secara langsung (sychronous).

b) Internet based adalah pembelajaran yang memanfaatkan sarana internet online sebagai instrumen media utamanya. Pembelajaran seperti inilah

yang sekarang banyak digunakan oleh instansi pendidikan karena bisa diakses dimana dan kapan saja tidak terbatas oleh jarak, ruang dan


(39)

waktu serta tidak memakan biaya relatif tinggi namun jangkauannya luas (asynchronous).

Clark dan Mayer dalam Lantip (2011: 210) memaparkan bahwa “ E-Learning as training delivered on a computer (including CD-ROM, Internet, or Intranet) that is designed to support individual learning or organizational performance goals”. Memiliki pengertian bahwa E-Learning sebagai sebuah sistem pembelajaran pada sebuah perangkat

komputer, maka di desain untuk mempermudah pebelajar mencapai tujuannya. Hal lain juga dikemukakan oleh Dong dalam Kamarga (2002: 17) mengemukakan bahwa E-Learning sebagai kegiatan belajar asynchronous melalui perangkat elektronik komputer yang memperoleh

bahan belajar yang sesuai dengan kebutuhannya.

Dari beberapa kajian definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa E-Learning merupakan sistem media yang berbasis teknologi informasi dan

komunikasi, dimana perangkat elektronik seperti komputer sebagai media perantara penyampai informasi dan internet sebagai media komunikasi yang

mendukung proses pembelajaran baik secara synchronous (secara langsung)

maupun asynchronous (secara tidak langsung) untuk memudahkan

pebelajar mencapai tujuan pembelajaran. 2. Dasar Teori Pengembangan E-Learning

Dalam penerapan dan pemanfaatan E-Learning di dalam


(40)

a. Teori Kognitif

Teori ini memandang kegiatan belajar dan mendapat pengetahuan sebagai sebuah proses. Dalam teori belajar kognitif mengatakan bahwa tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan proses belajarnya (Asri Budiningsih, 2008: 34).

Dalam teori Jerome Bruner yaitu discovery learning bependapat

bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik jika pendidik memberikan kesempatan kepada siswa secara bebas untuk menemukan konsep, teori, maupun materi yang sedang ia pelajari di dalam kehidupannya sehari-hari. Menurut Bruner (Asri Budiningsih, 2008: 41), perkembangan kognitif seseorang di bagi ke dalam tiga tahap berdasarkan cara melihat lingkungannya, yaitu: Pertama, tahap enaktif.

Tahap dimana seseorang melakukan aktivitas sehari-hari dalam rangka memahami lingkungan melalui pengetahuan motoriknya. Kedua, tahap

ikonik. Tahap dimana seseorang memahami lingkungannya melalui gambar-gambar dan visualisasi verbal. Ketiga, tahap simbolik. Tahap

dimana seseorang memahami lingkungannya melalui simbol-simbol, seperti bahasa, logika, matematika, dsb.

Berdasarkan teori kognitif, E-Learning lebih menekankan

pembelajaran yang berpusat pada proses. Siswa menjadi subjek utama dalam belajar dan pendidik bertugas sebagai fasilitator. Pada pembelajaran E-Learning, siswa dapat belajar menggunakan media apa


(41)

saja untuk membangun pengetahuannya secara mandiri. Sumbangsih teori kognitif terhadap perkembangan E-Learning ditinjau melalui

penekanan proses belajar, dimana posisi E-Learning bukan hanya

sebagai instrumen penilaian tetapi juga instrumen selama proses pembelajaran berlangsung.

b. Teori Konstruktivistik

Teori ini mendefinisikan bahwa pengetahuan merupakan hasil dari konstruksi pengetahuan manusia terhadap objek, pengalaman, maupun lingkungannya. Asri Budiningsih (2008: 56) mengatakan, bahwa manusia akan mengkonstruksi dan membentuk pengetahuan mereka sendiri.

Menurut teori konstruktivistik, pengetahuan merupakan konstruksi (bentukan) dari orang yang mengenal sesuatu (skemata). Pengetahuan tidak bisa ditransfer dari guru kepada orang lain, karena setiap orang mempunyai skema sendiri tentang apa yang diketahuinya. Pembentukan pengetahuan merupakan proses kognitif di mana terjadi proses asimilasi dan akomodasi untuk mencapai suatu keseimbangan sehingga terbentuk suatu skema (jamak: skemata) yang baru. Seseorang yang belajar itu berarti membentuk pengertian atau pengetahuan secara aktif dan terus-menerus.


(42)

landasan berfikir (filosofi) pembelajaran konstektual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak secara mendadak. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.

Asri Budiningsih (2008: 58) menambahkan bahwa siswa harus aktif melakukan kegiatan, aktif berpikir, menyusun konsep dan memberi makna terhadap hal-hal yang sedang dipelajarinya.

Hal ini sejalan dengan pendapat Woolfolk dalam Alex Kohang (2009: 92) yang mengemukakan bahwa “students actively construct their own knowledge: the mind of the student mediates input from the outside world to determine what the student will learn. Learning is active mental work, not passive reception of teaching”.

Berdasarkan keterangan diatas dapatlah ditarik kesimpulan bahwa teori ini memberikan keaktifan terhadap manusia untuk belajar menemukan sendiri kompetensi, pengetahuan atau teknologi, dan hal lain yang diperlukan guna mengembangkan dirinya sendiri. Sumbangsih teori konstrustivistik terhadap perkembangan E-Learning memandang

bahwa sasaran program bukanlah orang yang polos tanpa pengetahuan dasar melainkan individu yang terus merekonsturksi, mengembangkan dan merefleksikan pengetahuan yang didapat.


(43)

Model pembelajaran E-Learning menuntut pada keaktifan siswa

di dalam proses pembelajaran. E-Learning memberikan kebebasan dan

keleluasaan bagi siswa untuk melakukan penjajakan materi, sehingga pembelajaran dengan model teacher oriented bergeser ke arah student oriented. Hal ini sejalan dengan konsep dasar teori konstrustivistik

dimana guru atau pendidik bertugas sebagai pemantik pengetahuan supaya diasimilasikan oleh siswa itu sendiri.

c. Teori Sibernetik

Teori ini relatif baru dibandingkan teori-teori pembelajaran lainnya. Asri Budiningsih (2008: 81) memaparkan asumsi teori sibernetik yaitu belajar adalah pengolahan informasi, hal ini berarti sistem informasi yang diproses yang akan dipelajari siswa harus sangat diperhatikan karena informasi inilah yang akan menentukan proses. Asumsi lain dari teori ini adalah tidak ada satu proses belajarpun yang ideal untuk segala situasi dan semua siswa. Hal ini juga berarti semua program dan proses pembelajaran disesuaikan dimana konteks pendidikan berlangsung.

Asri Budiningsih (2008: 93) juga menambahkan bahwa teori sibernetik menyatakan adanya proses penyandian informasi (encoding),

diikuti dengan penyimpanan informasi (storage), dan diakhiri dengan


(44)

Pask dan Scott dalam Asri Budiningsih (2008: 94) membagi tipe siswa dalam teori sibernetik kedalam wholist dan serialist. Siswa

dengan tipe wholist mempelajari sesuatu dari yang paling umum menuju

khusus sedangkan serialist berpikir menggunakan cara bertahap atau

linear.

Berlandaskan pada teori sibernetik, maka E-Learning hendaknya

juga melibatkan penekanan peran pentingnya sistem informasi yang disampaikan kepada siswa atau peserta didik untuk lebih mudah dipahami dengan memperhatikan karateristik siswa dalam memahami materi.

d. Teori Digital Native – Digital Immigrant

Pada kajian landasan teori kali, istilah digital native yang

diperkenalkan Marc Prensky (2001) belum sepenuhnya menjadi teori namun untuk merujuk ke sebuah generasi yang berbeda dari apa yang ia sebut digital immigrants (pendatang digital). Perbedaan yang dimaksud

adalah perbedaan dalam cara berpikir dan cara menggunakan pikiran untuk memroses informasi. Anak-anak yang digital sejak lahir terterpa teknologi komputer sejak usia amat dini sehingga Prensky bahkan yakin bahwa otak atau di dalam benak mereka berbeda dari generasi sebelumnya. Sebagai seorang pendidik, Prensky amat risau melihat kenyataan bahwa perbedaan ini tak disadari oleh sekolah-sekolah dan masyarakat secara umum, sehingga sering terjadi kesenjangan antara peserta didik dan pendidik.


(45)

Selwyn (2009: 32) mengkaji budaya dan gaya hidup yang khas di kalangan generasi muda dengan istilah seperti born digital (lahir sudah

digital) dan net savvy (fasih berjaringan), ia menganggap bahwa konsep digital native tak dapat secara objektif menggambarkan budaya generasi

muda dan teknologi yang mereka gunakan. Banyak klaim Prensky tentang keterampilan dan kefasihan generasi muda dalam menggunakan teknologi komputer tidak didukung oleh bukti-bukti empirik. Selain itu, diskusi tentang karakteristik digital native ini juga seringkali diwarnai oleh debat tentang moral dan ideologi sehingga lebih mencerminkan "kepanikan moral” (moral panic) di masyarakat katimbang konsep

ilmiah tentang perilaku generasi muda saat ini.

Pernyataan Williams dalam Putu Laxman (2014: 4-5) menegaskan bahwa bagaimana teknologi sesungguhnya digunakan sehari-hari dan – jika teknologi itu adalah sebuah media – apa isi yang disampaikannya, tak dapat diabaikan dalam upaya memahami kehadiran maupun efeknya di sebuah masyarakat. Selain itu, Williams sangat berpegang pada pandangan bahwa semua teknologi muncul karena ada maksud dan tujuan, serta ada peran manusia sebagai pihak (dalam sosiologi, disebut agent) yang punya kuasa untuk menentukan. Maksud dan tujuan ini juga ada di dalam kelompok sosial untuk memenuhi hasrat atau tujuan mereka, sehingga setiap teknologi sebenarnya mengandung aspek


(46)

Oleh karena itu, kesimpulan yang didapatkan dari berbagai literatur yang melandasi pemikiran digital native – digital immigrant,

bahwasannya dalam kajian teori ini menekankan peran perkembangan pengaruh teknologi terhadap kebutuhan psikologis, sosial, dan budaya yang secara perlahan mempengaruhi semua aspek pelaku pendidikan terutama pola berfikir siswa. Hal ini akan senantiasa berdampingan seiring berkembangnya inovasi dalam pendidikan baik melalui program pembelajaran maupun metode-metode pembelajaran.

3. Fungsi Pembelajaran E-Learning

Menurut Lantip (2011: 223) terdapat tiga fungsi di dalam pembelajaran E-Learning, yaitu sebagai suplemen (tambahan), komplemen

(pelengkap), dan substitusi (pengganti).

a. E-Learning sebagai suplemen, artinya adalah E-Learning sebagai

program pembelajaran yang berperan sebagai metode opsional yang memberikan bebasan kepada siswa untuk belajar dengan menggunakan metode pembelajaran E-Learning.

b. E-Learning sebagai komplemen, artinya adalah E-Learning sebagai

media yang melengkapi proses pembelajaran konvensional. Dengan kata lain E-Learning digunakan sebagai penguat (reinforcement) atau

pengulangan sekaligus sebagai remedial bagi siswa. Penguat ditujukan untuk memantapkan penguasaan dan pemahaman materi. Sedangkan remedial ditujukan untuk siswa yang mengalami kesulitan pemahaman terhadap materi yang sudah diberikan di dalam kelas.


(47)

c. E-Learning sebagai substitusi, artinya adalah E-Learning sebagai

pengganti alternatif pembelajaran bagi siswa. Hal ini bertujuan agar pembelajaran lebih bersifat fleksibel. Siswa dapat memilih dan mengelola sendiri waktu dan aktivitasnya di dalam kegiatan belajar menggunakan E-Learning.

Berdasarkan fungsi pembelajaran E-Learning di atas, dapat

disimpulkan bahwa E-Learning berperan sebagai metode pembelajaran

opsional yang berarti tidak sepenuhnya menggantikan pembelajaran konvensional di dalam kelas. E-Learning dapat diposisikan ke dalam tiga

hal, yaitu sebagai suplemen (tambahan), komplemen (pelengkap), dan substitusi (pengganti).

4. Karakteristik Pembelajaran E-Learning

Menurut Munir (2009: 212) beberapa ciri yang menjadi karakteristik

E-Learning antara lain:

a. Menggunakan bantuan teknologi elektronik untuk memperoleh informasi dan melakukan komunikasi dengan mudah dan cepat, baik antara pengajar dengan pembelajar, atau pembelajar dengan pembelajar. b. Memanfaatkan media komputer, seperti jaringan komputer atau digital media. Jaringan komputer terbagi menjadi dua yaitu nternet dan intranet, posisi E-Learning dapat memanfaatkan keduanya tetapi


(48)

c. Menggunakan materi pembelajaran untuk dipelajari secara mandiri (self learning materials). Hal ini menuntut siswa untuk lebih aktif dalam

kegiatan pembelajaran (student centered)

d. Materi pembelajaran dapat disimpan di komputer, kemudian ditunjang dengan memanfaatkan jaringan komputer sehingga dapat di akses oleh pengajar dan pembelajar, atau siapa pun tidak terbatas waktu dan tempat kapan saja dan dimana saja sesuai dengan keperluannya. Konten isi dari wujud E-Learning bisa berupa portal web ataupun LMS yang dikelola

oleh pengelola dan pendidik.

e. Memanfaatkan komputer untuk proses pembelajaran dan juga untuk mengetahui hasil kemajuan belajar, atau administrasi pendidikan, serta untuk memperoleh informasi atau materi lainnya.

Berdasarkan penjelasan karakteristik E-Learning di atas, dapat

disimpulkan bahwa pembelajaran E-Learning bergantung sepenuhnya

terhadap kemajuan IPTEKS, sarana dan prasarana maupun kemampuan pengelola program pembelajaran.

5. Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran E-Learning

Menurut Bates dan Wulf dalam Munir (2009: 174) pemanfaatan pembelajaran E-Learning memiliki beberapa kelebihan, yaitu:

a. E-Learning mampu meningkatkan interaksi dalam pembelajaran

(enchance interactivity), maksudnya adalah pembelajaran E-Learning

memberikan kesempatan yang sama bagi seluruh siswa untuk mendapatkan informasi materi ataupun konsultasi kepada fasilitator.


(49)

b. E-Learning mempermudah interaksi pembelajaran dari mana dan kapan

saja (time and place flexibility) sehingga E-Learning bersifat fleksibel

untuk memudahkan antar siswa maupun siswa dengan pendidik untuk saling berkomunikasi.

c. E-Learning memiliki jangkauan yang lebih luas (potential to reach a global audience). Syarat dari tingginya fleksibilitas tempat dan waktu

pada pembelajaran E-Learning yaitu dengan memanfaatkan koneksi internet sehingga belajar dapat diakses oleh siapa, dimana dan kapan

saja.

d. E-Learning mempermudah penyempurnaan dan penyimpanan materi

pembelajaran (easy updating of content as well as archivable capability). Perkembangan IPTEKS berperan penting dalam

pengembangan dan pemanfaatan bahan ajar elektronik, oleh karena itu

E-Learning memudahkan pendidik dan siswa dalam mengakses literatur

materi secara digital.

Tidak ada metode pembelajaran yang sempurna, Munir (2014: 219) memaparkan kelemahan E-Learning, antara lain:

a. Kurangnya interaksi langsung secara fisik antara pendidik dan siswa, hal ini bisa menghambat pembentukan sikap, nilai (values), moral, atau sosial dalam proses pembelajaran, sehingga tidak dapat diaplikasikan dalam kehidupannya sehari-hari.


(50)

kemampuan akademik, perilaku, sikap, sosial, atau keterampilan dari pembelajar.

c. Proses pembelajaran dan mengajarnya cenderung ke arah pelatihan dari pada pendidikan apabila siswa atau pendidik awam terhadap pemanfaatan dan penggunaan teknologi, sehingga pendidik dituntut mengetahui dan menguasai strategi, metode, atau teknik pembelajaran berbasis teknologi informasi dan komunikasi.

d. Peralihan dari pembelajaran konvensional ke pembelajaran elektronik membutuhkan kualifikasi pendidik yang tinggi, antara lain seperti penguasaan strategi, metode, atau teknik pembelajaran yang berbasis TIK.

Berdasarkan pemaparan kelebihan dan kelemahan di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran E-Learning tidak serta merta menjadi

metode program pembelajaran yang primer. Di dalam pemanfaatannya, diperlukan beragam kesiapan dan kualifikasi dari berbagai komponen, sarana prasarana, motivasi siswa, dan kualifikasi pendidik yang tinggi.

6. Kriteria Keberhasilan Pembelajaran E-Learning

Semua metode pembelajaran mampu menghasilkan capaian yang maksimal terhadap tujuan pembelajaran apabila sesuai dengan konteksnya, termasuk E-Learning. Baskara (2014: 32) mengemukakan bahwa dalam

penerapan pembelajaran E-Learning, terdapat setidaknya enam komponen


(51)

a. Kesiapan pendidik berarti pendidik harus memiliki kecakapan dalam mengoperasikan hardware, seperti komputer dan internet dan kecapakan dalam mengolah pembelajaran virtual dengan sistem E-Learning. Selain

itu, pendidik juga diharuskan mampu berperan sebagai fasilitator yang bertugas untuk membantu siswanya yang merasa kesulitan serta membutuhkan bantuan selama proses belajar. Menurut Bramble yang dikutip oleh Munir (2009: 63) menyebutkan beberapa keterampilan yang harus dikuasai oleh seorang pendidik sebelum menggunakan multimedia komputer, yaitu:

1) Pendidik mempunyai kemampuan mengoperasikan dan memelihara

hardware yang digunakan dalam E-Learning.

2) Pendidik mempunyai kemampuan dalam memilih software yang

digunakan berupa portal atau websiteE-Learning.

3) Pendidik mempunyai kemampuan mengintegrasi pembelajaran melalui komputer dalam kurikulum.

4) Pendidik mempunyai teknik, strategi maupun metode pembelajaran dalam mendukung pembelajaran E-Learning.

5) Pendidik mempunyai kepekaan terhadap perkembangan teknologi terkini (up to date).

b. Kesiapan siswa di dalam pembelajaran E-Learning terbagi menjadi dua


(52)

dalam hal memotivasi dan mengeksplorasi materi selama pembelajaran. Dalam Munir (2010: 50) mengemukakan beberapa kompetensi yang harus dimiliki siswa sebelum menggunakan E-Learning, yaitu:

1) Siswa mempunyai pengetahuan awal mengenai komputer dan cara pengoperasiannya.

2) Siswa mempunyai kemampuan mengoperasikan software yang

digunakan berupa portal atau websiteE-Learning.

3) Siswa mempunyai memiliki motivasi yang tinggi untuk menggunakan komputer dan internet sebagai media utama di dalam pembelajaran.

4) Siswa mempunyai kemauan untuk mengeksplorasi materi pembelajaran dari berbagai sumber.

5) Siswa mempunyai kemandirian dalam mengatur dirinya sendiri selama pembelajaran menggunakan E-Learning.

c. Kesiapan sarana dan prasarana E-Learning terbagi menjadi dua, yaitu

kebutuhan hardware dan software. Hardware berupa sarana berbentuk

fisik, seperti komputer, laptop, maupun jaringan internet yang

digunakan secara fisik untuk mengakses E-Learning secara online.

Sedangkan software berupa sarana berbentuk perangkat lunak yaitu

portal dari E-Learning itu sendiri atau yang sering kita sebut sebagai website E-Learning. Menurut Munir (2009: 91) adapun kualifikasi atau

standar hardware dan software yang digunakan untuk menunjang


(53)

1) Sekolah memiliki konektivitas yang memadai untuk mengakses portal E-Learning.

2) Sekolah mempunyai perangkat elektronik seperti komputer yang memadai sejumlah siswa yang akan memakai dalam pembelajaran

E-Learning.

3) Spesifikasi komputer dan konektivitas internet yang digunakan oleh

sekolah sudah memenuhi standar minimum requirements

(spesifikasi minimal) untuk pelaksanaan pembelajaran E-Learning.

4) Sekolah mempunyai portal E-Learning sendiri berupa website yang

bisa diakses oleh seluruh siswa dan pendidik.

d. Kualitas penyajian materi dalam pembelajaran E-Learning disajikan ke

dalam literatur media digital yang dikemas secara menarik. Kualitas dari penyajian materi yang diunggah ke dalam sistem E-Learning harus

memenuhi beberapa kriteria, yaitu:

1) Bahan ajar yang disajikan harus sesuai terhadap kurikulum dan kebutuhan siswa.

2) Bahan ajar yang disajikan mampu direvisi kembali oleh pendidik. 3) Bahan ajar yang disajikan mampu diakses oleh seluruh siswa. 4) Bahan ajar disajikan di dalam E-Learning secara menarik, inovatif

dan efektif untuk menarik minat siswa di dalam belajar.


(54)

e. Kecakapan Pengelola dibutuhkan pada setiap pelaksanaan program, tidak terkecuali program pembelajaran E-Learning. Kualifikasi dan

kompetensi yang harus dimiliki oleh pengelola program dalam mengelola pembelajaran E-Learning, antara lain:

1) Pengelola program E-Learning merupakan orang yang experts

dibidangnya.

2) Pengelola mampu melakukan pemeliharaan sistem E-Learning

secara berkala (maintenance system).

3) Pengelola mampu melakukan perbaikan software maupun hardware

mengalami kerusakan / kendala.

4) Pengelola mampu melakukan pengadaan sarana dan prasarana penunjang pembelajaran E-Learning berupa unit komputer dan

konektivitas internet.

5) Pengelola mampu menyediakan portal atau website E-Learning

yang akan digunakan di dalam pembelajaran.

6) Pengelola mempunyai kemampuan manajerial program dimulai dari perencanaan hingga proses evaluasi program.

f. Hasil / produk yang di hasilkan dari sistem pembelajaran E-Learning.

adalah siswa yang menjadi tolok ukur paling akhir keberhasilan pembelajaran E-Learning. Menurut Tanzila Saba (2012: 3) keberhasilan

program E-Learning dapat diukur melalui indikator siswa, antara lain:

1) Siswa memberikan feedback berupa respons yang baik terhadap


(55)

2) Meningkatnya interaksi antar siswa dan pendidik selama pembelajaran E-Learning.

3) Siswa merasakan puas terhadap metode belajar yang digunakan pendidik selama pembelajaran E-Learning.

4) Siswa merasakan puas terhadap materi yang diberikan oleh pendidik selama pembelajaran E-Learning.

5) Siswa merasakan puas terhadap portal atau website E-Learning yang

digunakan oleh sekolah.

6) Siswa merasakan puas terhadap sarana penunjang yang digunakan selama pembelajaran meliputi komputer dan konektivitas internet.

7) Meningkatnya kualitas penguasaan materi oleh siswa selama menggunakan E-Learning.

8) Bertambahnya motivasi siswa di dalam pembelajaran setelah dilaksanakannya program E-Learning.

Berdasarkan kriteria diatas, maka menjadi salah satu acuan tolak ukur instrumen kriteria evaluasi yang akan digunakan dalam penelitian ini. 7. Implementasi E-Learning

Berdasarkan Munir (2010: 39) mengkategorikan E-Learning menjadi

dua macam berdasarkan komunikasi yang terjadi selama pembelajaran yaitu

E-Learning Synchronous yang merupakan metode online menggunakan


(56)

chatting atau kelas virtual sehingga antara pendidik dan siswa mampu berinteraksi secara langssung atau saat itu juga sedangkan E-Learning Asynchronous dapat dilakukan sesuai kesepakatan waktu yang ditentukan

misalnya melalui email atau bulletin board.

Ditinjau dari Learning Management System (LMS) yang digunakan, E-Learning dibedakan menjadi dua macam yaitu Web Based Learning

(WBL) dan Computer Based Learning (CBL). Munir (2009: 286)

mendefinisikan Web Based Learning adalah sistem pembelajaran jarak jauh

berbasis teknologi informasi dan komunikasi dengan antarmuka web, sedangkan Rusman (2009: 49) mengemukakan bahwa pembelajaran berbasis komputer merupakan proses pembelajaran dengan menggunakan software aplikasi komputer yang meliputi tentang judul, tujuan, materi isi pembelajaran dan evaluasi pembelajaran. Dari definisi kedua ahli tersebut dapat dirangkum bahwa perbedaan mendasar antara kedua LMS E-Learning

tersebut pada penggunaan perangkat lunak yang dimanfaatkan kedalam pembelajaran, dimana WBL menekankan peran penting sebuah website

untuk menyampaikan konten pembelajaran sedangkan CBL menekankan peran sebuah aplikasi menyampaikan konten pembelajaran.

Dalam penelitian ini, E-Learning yang digunakan oleh pihak sekolah

adalah LMS berbasis Web Based Learning yang dikembangkan sendiri oleh

KOMSI UGM dengan menggunakan web-engine dari dokumenary.net.

Secara teknis, website dikelola menggunakan cloud storage yaitu sistem


(57)

membutuhkan internet dalam mengakses konten-konten pembelajaran. Bentuk dan kerangka kerja portal E-Learning ini hampir sama dengan LMS

komersil yang sudah ada seperti moodle, edmodo, absorb dan lain

sebagainya. Dalam penggunaannya, guru dapat memanfaatkan E-Learning

guna menyampaikan materi ataupun membuat course tugas pembelajaran

baik secara langsung (synchronous) ataupun tidak langsung (asynchronous)

sehingga dalam hal ini fungsi E-Learning tidak semata sebagai pengganti

pembelajaran konvensional melainkan sebagai komplemen atau metode tambahan dalam mempermudah dan meningkatkan hasil pembelajaran.

Course adalah semua jenis pembelajaran yang dikirimkan melalui

perangkat lunak (software) atau melalui internet (Robin, 2010: 46).

C. Kajian Pebelajar E-Learning SMA

Siswa atau pebelajar adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya melalui proses pendidikan pada jalur jenjang dan jenis pendidikan tertentu (UU Sisdiknas 2003). Karakteristik siswa SMA Menurut teori yang dipopulerkan oleh Piaget, usia anak remaja di masa SMA ini sekitar rentang usia 11/12-18 tahun. Pada masa ini, seorang anak memasuki tahap kognitif operasional formal. Anak sudah mampu berpikir abstrak dan logis dengan menggunakan pola berpikir “kemungkinan”.

Pada tahap ini, kondisi berpikir anak sudah dapat bekerja secara efektif, sistematis, dan sistemik. Selain itu dalam tahap ini anak juga dapat menganalisis


(58)

Karakteristik perkembangan anak usia remaja dapat dilihat tiga aspek perkembangan. Pertama perkembangan fisik dan psikoseksual, masa remaja ditandai dengan percepatan pertumbuhan fisik. Pertumbuhan perkembangan fisik pada masa akhir masa remaja menunjukkan terbentuknya remaja laki-laki sebagai bentuk khas laki-laki dan remaja perempuan menjadi bentuk khas perempuan yang berimplikasi pada perkembangan psikososial mereka yang ditandai dengan kedekatan remaja pada teman sebayanya (peer group) daripada

orangtua atau keluarga.

Dilihat dari perkembangan kognisi, remaja mampu berpikir kritis dan logis, berpikir berdasar hipotesis, menggunakan symbol-simbol, dan berpikir lebih fleksibel. Oleh karena itu, atas dasar tahap perkembangan tersebut maka ciri berpikir remaja adalah idealisme, cenderung pada lingkungan sosialnya, egosentris hipocrsty dan kesadaran diri akan konformis. Terakhir dilihat dari perkembangan sosial, usia remaja termasuk pada tahap kelima dari Teori Psikososial dari Erikson yaitu pencarian identitas versus kebingungan identitas. Pada masa ini remaja dihadapkan pada pencarian pengetahuan tentang dirinya, apa dan dimana, serta bagaimana tentang dirinya (Rita Eka Izzaty, 2008: 152). D. Kajian Muatan Lokal Bahasa Jawa SMA

1. Pengertian Muatan Lokal

Istilah muatan lokal (MULOK) dipopulerkan pada tahun 1987 sejak diberlakukannya Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 0412/U/1987, yang dimaksud muatan lokal dalam SK Menteri tersebut adalah program pendidikan yang isi dan media


(59)

penyampaiannya dikaitkan dengan lingkungan alam, lingkungan sosial budaya, serta kebutuhan daerah dan wajib dipelajari murid di daerah itu (Yufiarti, 1999: 2). Muatan lokal Bahasa Jawa menurut Wika Widiastuti (2012: 11) adalah suatu bahasa daerah yang merupakan bagian dari kebudayaan nasional Indonesia, yang hidup dan tetap dipergunakan dalam masyarakat bahasa yang bersangkutan. Bahasa Jawa yang terus berkembang maka diperlukan penyesuaian ejaan huruf Jawa. Bahasa Jawa merupakan salah satu bahasa daerah sehingga perlu dilestarikan supaya tidak hilang keberadaannya.

Lebih lanjut berdasarkan Venny (2007: 1) pembelajaran muatan lokal Bahasa Jawa di Yogyakarta mulai diberlakukan sebagai muatan lokal wajib berdasarkan SK dari Gubernur DIY Nomor: 423.5/0912 tanggal 29 Maret 2005. Kurikulum pertama yang diterapkan sebagai dasar pembelajaran bahasa Jawa di SMA adalah Kurikulum Berbasis Kompetensi yang berisi standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator, dan materi pokok yang harus diajarkan sesuai dengan keterampilan berbahasa yang harus dicapai dikembangkan oleh guru berdasarkan kurikulum yang sudah ditentukan disusun oleh tim dari Jurusan Pendidikan Bahasa Daerah, FBS, UNY bekerjasama dengan Dinas Pendidikan Propinsi DIY.

Fungsi Bahasa Jawa menurut Supartinah yang dikutip Wika Widiastuti (2012: 13) antara lain:


(60)

b) sopan santun berbahasa Jawa berarti mengetahui akan batas-batas sopan santun, mengetahui cara menggunakan adat yang baik dan mempunyai rasa tanggungjawab untuk perbaikan hidup bersama, dan

c) agar mencapai kesopanan yang dapat menjadi hiasan diri pribadi seseorang, maka syarat yang harus ditempuh adalah sebagai berikut: 1) pandai menegangkan perasaan orang lain di dalam pergaulan, 2) pandai menghormati kawan maupun lawan, dan 3) pandai menjaga tutur kata, tidak kasar, dan tidak menyakiti hati orang lain.

2. Kurikulum Muatan Lokal

a. Pengertian Kurikulum Muatan Lokal

Menurut buku Pedoman Umum Pengembangan dan Pelaksanaan Kurikulum Muatan Lokal Pendidikan Dasar 1997 yang dikutip oleh Yufiarti (1999: 4), muatan lokal adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran, serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar yang ditetapkan oleh daerah sesuai dengan keadaan dan kebutuhan daerah masing-masing. Sedangkan menurut Arikunto (1995: 6), muatan lokal merupakan rencana pengajaran dengan bahan kajian dan bahan pelajaran yang di tetapkan di daerah, diambil dari dan disesuaikan dengan keadaan, kondisi lingkungan setempat, serta pembangunan daerah.

b. Tujuan Kurikulum Muatan Lokal

Menurut Yufiarti (1999: 9), tujuan muatan lokal untuk memberikan bekal pengetahuan, ketrampilan dan sikap hidup kepada peserta didik agar memiliki wawasan yang mantap tentang lingkungan dan masyarakat sesuai dengan nilai yang berlaku di daerahnya dan


(61)

pembangunan daerah setempat. Pemahaman di atas menurut Mulyasa (2003: 5) mengemukakan bahwa pengembangan kurikulum muatan lokal pada hakekatnya untuk menjembatani kesenjangan antara peserta didik dengan lingkungannya.

c. Kedudukan Muatan Lokal di Dalam Kurikulum 2013

Berdasarkan PERMENDIKBUD Tahun 2013 tentang implementasi kurikulum pedoman pengembangan MULOK pada pasal 77P menyatakan bahwa pada kabupaten atau kota pada satu provinsi sepakat untuk menetapkan satu mulok yang sama. Selain itu muatan lokal dilaksanakan sebagai mata pelajaran tersendiri dan/atau bahan kajian yang dipadukan ke dalam mata pelajaran lain dan/atau pengembangan diri, dan alokasi waktu adalah 2 jam per minggu jika muatan lokal berupa mata pelajaran khusus. Adapun mengenai isi dan pengembanganya merupakan kewenangan satuan pendidikan dan daerah masing-masing.

d. Ruang Lingkup Muatan Lokal

Menurut Arikunto (2000:54) ruang lingkup penerapan muatan lokal adalah sebagai berikut:

1) Muatan lokal dapat berupa: bahasa daerah, bahasa asing, kesenian daerah, ketrampilan dan kerajinan daerah, adat istiadat dan pengetahuan tentang karateristik linkungan sekitar, serta hal-hal


(62)

2) Muatan lokal wajib diberikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, baik pada pendidikan umum, pendidikan kejuruan maupun pendidikan khusus.

3) Lingkup wilayah berlakunya kurikulum muatan lokal hanya pada satu kabupaten/kota atau beberapa kabupaten/kota tertentu dalam suatu propinsi yang memiliki karakteristik yang sama atau pada seluruh kecamatan dalam suatu kabupaten/kota yang memiliki karaktristik yang sama.

Gambar 2. Lingkup Kurikulum Muatan Lokal

Dari segi komponen kurikulum muatan lokal di atas, Arikunto dan Sumiyati (1996: 47) merangkum beberapa aspek kedalam lingkup inti tujuan dari muatan lokal yaitu tercapainya keterampilan dasar yang meliputi matematika, konsep IPA, bahasa Indonesia, dan sebagainya serta keterampilan hidup.


(63)

3. Pelaksanaan Muatan Lokal

Dalam pelaksanaan pembelajaran muatan lokal, SMA Negeri 2 Bantul mengacu pada implementasi pengembangan kurikulum 2013 yang termasuk kedalam mata pelajaran kelompok B dijabarkan sebagai berikut:

Tabel 1. Struktur Kelompok Kurikulum Muatan Lokal

KOMPONEN ALOKASI WAKTU TATAP MUKA PER MINGGU (JP)

Mata Pelajaran XI MIA XI IIS

Kelompok B (Wajib)

1 Seni Budaya (Seni Musik

dan Seni Rupa) 2 2

2 Prakarya dan

Kewirausahaan: Kerajinan dan Rekayasa

2 2

3 Pendidikan Jasmani, Olah

Raga, dan Kesehatan 3 3

4 Muatan Lokal Bahasa Jawa 2 2

Berdasarkan struktur alokasi pelaksanaan pembelajaran diatas, pendidik menjabarkan kegiatan pembelajaran kurikulum 2013 kedalam Standar Kompetensi Inti. Penelitian ini dilakukan dalam jangka waktu semester gasal sehingga data yang dijabarkan sebagai berikut:

Tabel 2. Struktur Standar Kompetensi Inti

Sem   No. SK   Kompetensi Dasar   Alokasi Waktu   Ket  

1.1.   1.1. Memahami dan menanggapi berbagai wacana lisan tentang bahasa, sastra dan

budaya Jawa dari berbagai sumber.   10    


(64)

1.2.  

1.2. Mampu mengungkapkan pikiran, gagasan, dan pendapat dalam berbagai bentuk wacana lisan tentang bahasa, sastra, dan budaya Jawa, dengan menggunakan santun bahasa atau unggah – ungguh

bahasa sesuai dengan konteks budaya.  

12    

 

Menyimak dan menanggapi pidato dalam

bahasa Jawa (sesorah).   8  

 

Menyimak dan menanggapi ungkapan –

ungkapan tradisional budaya masyarakat

Jawa dalam ragam karma – karma inggil.  

6   

1.3.   1.3. Mampu memahami berbagai teks tentang bahasa, sastra, dan budaya Jawa.   6    

 

Membaca dan memahami pesan moral

dari wacana beraksara Jawa.   6  

 

1.4  

1.4. Mampu mengungkapkan gagasan, dan pendapat dalam berbagai bentuk karangan tentang bahasa, sastra, dan budaya Jawa.  

16    

Menulis artikel berbahasa Jawa, yang memuat budi pekerti.  

6    

Menulis surat resmi (undangan, berita,

lelayu) berbahasa Jawa.   4  

   

 

Menulis dan membuat sengkalan.   6    

Evaluasi      

Jumlah Jam Semester 1   48    

E. Relevansi Evaluasi Program Dengan Keilmuan Teknologi Pendidikan Definisi Teknologi Pendidikan menurut AECT tahun 1994 (Association for Educational Communication and Technology) dalam Seels dan Richey

(1994: 1), mengemukakan bahwa teknologi pendidikan merupakan teori dan praktek dalam desain pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan serta evaluasi proses dan sumber untuk belajar. Hubungan antara teori dan praktek menjadi sebuah satu kesatuan yang saling melengkapi. Teori terdiri dari konsep, konstruk, prinsip proposisi yang memberi sumbangan pada pengetahuan, sedangkan praktek merupakan penerapan pengetahuan tersebut dalam


(65)

memecahkan permasalahan (Seels dan Richey, 1994: 11).Kemudian AECT tahun 2008 mendefinisikan Teknologi Pendidikan sebagai studi dan etika praktek untuk memfasilitasi pembelajaran dan meningkatkan kinerja dengan menciptakan, menggunakan, dan mengelola proses teknologi yang sesuai dan sumber daya (Januszewski & Molenda, 2008). Hubungan antar kawasan bersifat sinergistik, artinya antara satu kawasan dengan kawasan yang lain saling melengkapi dan membutuhkan.

Gambar 3. Kawasan Teknologi Pendidikan Berdasarkan Definisi AECT 1994 Seels dan Richey (1994: 30) memaparkan mengenai kelima kawasan

teknologi pendidikan definisi AECT 1994 yang terdiri dari desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan dan evaluasi.

Kawasan desain merupakan tahap awal yang digunakan dalam studi dan praktek teknologi pembelajaran. Desain adalah proses untuk menentukan


(66)

pelajaran dan modul (Seels dan Richey, 1994: 32). Dengan adanya analisis awal kepada komponen-komponen pembelajaran serta pengaruh dari lingkungan, maka kawasan desain di klasifikasikan kembali menjadi empat macam, yaitu: (a) desain sistem pembelajaran; (b) desain pesan; (c) strategi pembelajaran; (d) karakteristik pebelajar.

Kawasan pengembangan menurut Seels dan Richey (1994: 50) merupakan proses implementasi rancangan desain ke dalam bentuk fisik. Kawasan ini lebih berfokus pada produksi media yang digunakan di dalam pembelajaran. Teknologi merupakan salah satu komponen penting dalam pengembangan produk atau media yang telah didesain. Kawasan pengembangan membagi menjadi empat kategori media berbasis teknologi, yaitu: (a) teknologi cetak; (b) teknologi audiovisual; (c) teknologi berbasis komputer; (d) teknologi terpadu.

Kawasan pemanfaatan menurut Seels dan Richey (1994: 50) merupakan aktivitas menggunakan proses dan sumber untuk belajar. Kawasan ini berfungsi untuk mengkoneksikan antara si pebelajar (siswa) dengan bahan atau sistem pembelajaran. Aktivitas yang dilakukan dalam kawasan pemanfaatan yaitu mencocokkan, menyiapkan, memberikan bimbingan pebelajar terhadap bahan atau aktivitas yang dipilih selama pembelajaran. Kawasan pemanfaatan diklasifikasikan menjadi empat kategori, yaitu: (a) pemanfaatan media; (b) difusi inovasi; (c) implementasi dan institusionalisasi (pelembagaan); dan (d) kebijakan dan regulasi.

Kawasan pengelolaan menurut Seels dan Richey (1994: 54) merupakan pengendalian teknologi pembelajaran melalui perencanaan, pengorganisasian,


(67)

pengkoordinasian, dan supervisi. Terdapat empat kategori dalam kawasan pengelolaan, yaitu: (a) pengelolaan proyek; (b) pengelolaan sumber; (c) pengelolaan sistem penyampaianl; dan (d) pengelolaan informasi.

Kawasan evaluasi menurut Seels dan Richey (1994: 59) merupakan proses penentuan memadai tidaknya pembelajaran dan belajar. Kawasan evaluasi menjadi tahapan terkahir dalam lingkup lima kawasan teknologi pembelajaran. Menurut Joint Comitte (1981), memaparkan beberapa jenis penilaian, yaitu: (a) penilaian program; (b) penilaian proyek; dan (c) penilaian bahan.

Kemudian definisi AECT 2008 meliputistandar pengetahuan, standar isi pembelajaran, standar lingkungan pembelajaran, standar ilmu dan kinerja, dan standar penelitian. Sehingga dapat dijelaskan bahwa: (1) Standar pengetahuan dibutuhkan untuk menciptakan, menggunakan, mengelola dan menilai penerapan teori dan praktek dari proses dan teknologi dalam pendidikan; (2) Standar isi pembelajaran dibutuhkan sebagai acuan praktisi untuk meningkatkan efektivitas penggunaan teknologi dalam pendidikan; (3) Standar lingkungan pembelajaran dibutuhkan sebagai acuan untuk memfasilitasi pembelajaran; (4) Standar profesionalisme kerja dan keilmuan dibutuhkan sebagai acuan untuk mendesain, mengembangkan, menerapkan dan mengevaluasi lingkungan pembelajaran dengan memperhatikan etika praktek; dan (5) Standar riset atau penelitian dibutuhkan sebagai acuan untuk menganalisis, mengevaluasi, mengumpulkan dan menerapkan metode


(68)

Berdasarkan kelima landasan teknologi pembelajaran di atas, baik penjabaran definisi AECT 1994 dan AECT 2008, maka posisi penelitian ini yaitu pada kawasan evaluasi dengan sub bidang evaluasi program atau standar riset. Pentingnya penelitian evaluasi dimaksudkan untuk mendapatkan data mengenai pengambilan keputusan dalam memperbaiki, memperluas, atau menghentikan suatu proyek, program atau produk (Seels dan Richey, 1994: 59). F. Penelitian yang Relevan

Penelitian ini relevan dengan penelitian yang dilakukan Baskara Yoga (2014) yang berjudul “Evaluasi Program Pembelajaran Berbasis E-Learning di

SD Muhammadiyah Condongcatur Yogyakarta”. Dalam penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui hasil evaluasi program E-Learning yang

dilaksanakan di SD Muhammadiyah Condongcatur ditinjau dari tujuan program. Pendekatan evaluasi yang digunakan ialah berfokus pada tujuan (goal approach) dengan model evaluasi CIPP. Teknik pengumpulan data yang

digunakan ialah observasi, wawancara, dan dokumentasi dengan jenis data yang diperoleh berupa deskriptif kualitatif.

Hasil dari penelitian tersebut menyatakan bahwa hasil evaluasi context

sudah baik dilihat dari kesesuaian latar belakang program yang terstruktur dengan baik, analisis kebutuhan program telah memenuhi kebutuhan sesuai tujuan, relevan dengan kurikulum sekolah dan mencakup stakeholders secara

aktif ikut berpartisipasi. Hasil evaluasi input sudah baik dilihat dari kesiapan

pendidik pada kelas 3, 4 dan 5, kesiapan siswa secara teknis dan motivasi sudah baik, kelengkapan sarana dan prasarana sudah cukup menunjang proses


(69)

pembelajaran, kualitas materi sudah baik dan layak, pengelola program memiliki kompetensi yang memadahi. Hasil dari evaluasi process sudah baik

dilihat dari kesesuaian pelaksanaan program terhadap kondisi yang diharapkan, faktor pendukung yang lengkap, dan faktor penghambat yang masih mampu diantisipasi. Hasil dari evaluasi product sudah baik dilihat dari ketercapaian

tujuan program yang tergolong efektif sesuai kriteria yang ditetapkan peneliti. G. Kerangka Pikir

Pembelajaran muatan lokal khususnya Bahasa Jawa berbasis E-Learning

dinilai masih sangat baru dan belum banyak digunakan oleh instansi pendidikan sekolah. Pembelajaran berbasis TIK dewasa ini dianggap memiliki kebermanfaatan yang banyak. E-Learning merupakan salah satu contoh model

pembelajaran berbasis TIK yang mulai diintegrasikan menjadi program pembelajaran di sekolah maupun pendidikan tinggi. Pembelajaran E-Learning

bertujuan untuk menciptakan kondisi belajar yang efektif, efisien, penuh dengan keterlibatan siswa dan dapat dilaksanakan dengan mudah karena tidak terbatas dari segi ruang dan waktu.

Pelaksanaan program pembelajaran tidak terlepas dari kegiatan evaluasi. Hal ini dilakukan untuk melihat tingkat keefektivan dan keberhasilan dari program yang sedang dijalankan. Dalam hal ini, peneliti berupaya untuk melakukan evaluasi program E-Learning yang dilaksanakan di SMA Negeri 2


(70)

Evaluasi context meliputi latar belakang program, analisis kebutuhan

program, relevansi kurikulum dan tujuan program, dan sasaran program. Evaluasi input meliputi kompetensi pendidik, kesiapan siswa, sarana dan

prasana, kualitas penyajian materi, dan kecakapan pengelola program. Evaluasi

process meliputi pelaksanaan program, faktor pendukung program dan faktor

penghambat program. Evaluasi product meliputi ketercapaian tujuan program,

selanjutnya bagan kerangka pikir dijabarkan sebagai berikut: (terlampir di halaman berikutnya)


(71)

Gambar 4. Bagan kerangka berpikir evaluasi program pembelajaran muatan lokal

Progra  E‐ Lear i gSMA  Negeri 2 Bantul

Evaluasi Context

Latar elaka g progra

A alisis Ke utuha Progra Rele a si Kurikulu da Tujua Progra   Sasara Progra

Evaluasi Input

Ko pete si Pe didik Kesiapa Sis a

Sara a da Prasa a Kualitas Pe yajia

Materi Ke akapa Pe gelola Evaluasi Process Pelaksa aa Progra Faktor Pe duku g

Progra Faktor Pe gha at

Progra


(1)

 

196

Mengerjakan Soal Dengan Aksara Jawa di Portal E-Learning

Guru Memberikan Apersepsi Materi Dengan Multimedia Proyektor


(2)

 

197

Guru Sedang Membantu Siswa MemahamiPenulisan Aksara Jawa

Kegiatan Diskusi Kelas XI CI MIA (IPA 1)


(3)

 

198

Kegiatan Presentasi Siswa Setelah Mengerjakan Soal

Guru Memberikan Apersepsi Materi Dengan Multimedia Proyektor


(4)

(5)

(6)