1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Setiap pelaksanaan kegiatan tidak akan lepas dari sebuah kebijakan baik dalam bidang ekonomi, sosial, budaya atau pendidikan. Kebijakan
menjadi satu hal yang sangat penting dalam pendidikan, dikarenakan menyangkut arah pendidikan itu akan dibawa, kemajuan dan pendidikan yang
bermutu, tujuan dari pendidikan serta kepentingan unsur didalamnya. Proses pembuatan kebijakan tidak akan lepas dari beberapa langkah dalam
merumuskan kebijakan pendidikan yaitu formulasi kebijakan, implementasi kebijakan, dan evaluasi kebijakan.
Pada dasarnya kebijakan dapat diungkap sebagai langkah dalam melakukan ataupun bertindak sesuatu yang disengaja untuk mengatasi
beberapa masalah yang ditemui Hugh Heclo dalam Arif Rohman, 2009: 108. Kebijakan pendidikan sendiri merupakan bagian dari kebijakan publik
yang didalamnya mengandung acuan atau aturan yang berkaitan dengan alokasi, penyerapan, dan persebaran sumber, juga pengaturan perilaku dalam
dunia pendidikan Arif Rohman, 2009: 108. Kebijakan pendidikan ini merupakan bagian kebijakan publik dalam dunia pendidikan untuk mencapai
tujuan yang diharapkan. Begitu halnya dengan kebijakan atau program yang ada di
DISDIKPORA Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Provinsi Yogyakarta khususnya Seksi PLB Pendidikan Luar Biasa dalam usaha
2
peningkatan mutu pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Seksi Pendidikan Luar Biasa Dinas Pendidikan Provinsi Yogyakarta merupakan
sebuah lembaga pendidikan yang bertugas melaksanakan perencanaan, pengelolaan, monitoring, serta pengawasan seluruh kegiatan pembelajaran
pendidikan luar biasa di Provinsi Yogyakarta. Seksi PLB ini bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pendidikan SLB Sekolah Luar Biasa yang ada
di 5 lima kabupaten di Provinsi Yogyakarta. Seksi PLB tidak hanya bertanggung jawab pada Sekolah Luar Biasa,
namun juga berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan di setiap Kabupaten terhadap keberlangsungan Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusi SPPI.
Hal tersebut dikarenakan persebaran sekolah inklusi di seluruh kabupaten yang terbilang banyak, sehingga butuh peran dari setiap Dinas Pendidikan
setempat. Seperti halnya DISDIKPORA Kabupaten Sleman yang turut berperan dalam mengelola pendidikan inklusi di Kabupaten Sleman.
Anak yang dikategorikan sebagai ABK Anak Berkebutuhan Khusus sesuai dengan
Permendiknas RI No.70 Tahun 2009 menimbang bahwa ”anak berkebutuhan khusus adalah anak-anak yang mengalami kelainanan fisik
emosional, mental, sosial, dan atau bakat istimewa”. Sebagai manusia, ABK memiliki hak untuk tumbuh kembang ditengah keluarga, masyarakat, dan
bangsa. Sesuai dengan UUD 1945 pasal 31 ayat 1 y ang berbunyi “setiap
warga negara berhak mendapatkan pendidikan”. Diperkuat dengan UU Sisdiknas No.20 Tahun 2003 pasal 5 ayat 1 yang mengatakan
“setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang
3
bermutu”. ABK memiliki hak untuk sekolah sama seperti saudara lainnya yang normal. Setiap ABK diperlukan layanan pendidikan khusus sesuai
dengan keterbatasan pada dirinya. Tidak ada satu alasan bagi Sekolah Luar Biasa SLB dan Sekolah umum TK, SD, SMP, SMA, atau SMK melarang
ABK untuk masuk ke sekolah tersebut. Pendidikan inklusi menurut Permendiknas No.70 tahun 2009
didefinisikan sebagai ”sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang mempunyai keterbatasan fisik
atau kelainan dan mempunyai kecerdasan maupun bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran didalam lingkungan pendidikan
bersama peserta didik pada umumnya”.Sistem layanan pendidikan disesuaikan dengan kebutuhan anak yang bersifat khusus. Penyesuain dalam
hal adapatasi kurikulum, pembelajaran, sarana prasarana ataupun penilaian. Secara sederhana pendidikan inklusi ini untuk memberikan kesempatan yang
sama kepada setiap anak, menghargai keberagaman, tidak diskriminasi kepada setiap peserta didik.
Suatu proses pendidikan atau pembelajaran tidak akan lepas dari peran serta guru, murid, kurikulum dan faktor pendukung lainnya. Berdasarkan hal
tersebut, guru memegang peranan penting dalam proses pembelajaran. Tanpa adanya guru yang berkompeten dapat menimbulkan kegagalan dalam proses
pembelajaran. Khususunya peran guru dalam proses pembelajaran di Sekolah inklusi, sehingga dalam menentukan program belajar dan bimbingan anak
terlebih pada anak berkebutuhan khusus diperlukan teknik yang berbeda.
4
Didalam menghadapi anak berkebutuhan khsusus tidak serta merta dapat diamati secara gamblang, sehingga peran guru harus berperan aktif
dalam melihat apa yang menjadi kendala siswa dalam belajar ataupun mengetahui kebutuhan khusus yang dibutuhkan. Hal tersebut dapat dilakukan
melalui proses identifikasi dan asesmen pada peserta didik ketika ada anak berkebutuhan khusus masuk ke sekolah.
Identifikasi dan asesmen pada anak berkebutuhan khusus merupakan dua jenis kegiatan yang sangat penting dilakukan oleh seorang guru untuk
memahami anak. Hal tersebut sebagai bagian usaha mengembangkan kemampuan yang dimiliki anak berkebutuhan khsusus secara dini.
Identifikasi anak berkebutuhan khusus sesuai Permendiknas No.70 tahun 2009 sebagai “proses penjaringan, yang akan menghasilkan peserta didik
yang berkelainan dan perlu m endapat layanan pendidikan”. Asesmen
merupakan “penyaringan, menyusun informasi untuk bahan program pembelajaran siswa, dengan memahami
kelebihan dan kekurangan siswa”. Dengan demikian identifikasi merupakan tahapan pertama sebelum
dilakukan asesmen, dan proses asesmen hanya dapat dilakukan setelah ada identifikasi McLoughlin dan Lewis dalam Budiyanto, 2014: 33. Keduanya
merupakan satu rangkaian yang saling berkaitan. Pelaksanaan asesmen terhadap ABK di sekolah inklusi lebih tertuju pada peran guru dalam
mengklasifikasikan anak berkebutuhan khusus dengan anak normal sesuai kebutuhan yang dibutuhkan anak. Pelaksanaan asesmen harus dilakukan
secara mendalam terhadap siswa disekolah inklusi yang telah diidentifikasi
5
sebagai anak berkebutuhan khusus. Dilanjutkan dengan memberikan penanganan secara khusus pada ABK. Berhasil atau tidaknya pembelajaran
juga dipengaruhi oleh pemberian pelayanan anak berkelainan melalui asesmen ini.
Jika melihat orang yang melakukannya, proses identifikasi dapat dilakukan oleh guru, ahli yang profesioanal, dapat juga dilakukan oleh orang
terdekat, orang tua ataupun keluarga. Hal tersebut dikarenakan proses identifikasi lebih menjaring kekurangan atau kelainan yang memang dapat
diamati dan diukur sesuai kriteria yang berlaku, seperti ciri ketunaan, faktor penyebab, data anak dan sebagainya.
Disisi lain proses asesmen yang ideal merupakan suatu proses yang harus dilakukan mendalam, berkesinambungan, melibatkan orang terdekat
dan dilakukan oleh pakar atau tenaga ahli yang sesuai bidang kemampuan yang dimiliki seperti, psikolog, terapis ataupun sosiolog. Hal ini dikarenakan
dalam memahami kekhususan anak, ada anak-anak yang dapat dikenali dengan mudah sebagai anak berkebutuhan khusus, namun ada juga yang
membutuhkan pendekatan dan peralatan khusus untuk menentukan, penanganan yang akan diberikan. Anak-anak yang mengalami kelainan fisik
misalnya, dapat dikenali melalui pengamatan guru saja, sedangkan untuk anak-anak yang mengalami kelainan dalam segi emosional dan intelektual
memerlukan alat khusus, pemahaman lebih serta penelusuran mendalam untuk dapat menentukan penangan serta pelayanan bagi anak itu. Selain itu
pemaknaan hasil asesmen yang diperoleh tidak hanya berakhir di sekolah
6
dalam penyusunan RPP dan pelayanan. Hasil tersebut dapat menjadi modal orang tua dalam membimbing anaknya dirumah. Berdasarkan proses asesmen
inilah muncul keselarasan antara pemberian pembelajaran disekolah dan dirumah, sehingga ABK memperoleh pelayanan sesuai kebutuhan, dan
berkesinambungan sampai anak itu mampu mengembangkan diri Pada kenyataanya dilapangan banyak guru sekolah inklusi yang sukar
untuk mengklasifikasikan anak berkebutuhan khusus, membuat rencana pembelajaran, atau memberikan pelayanan yang sesuai. Selain itu sulitnya
guru dalam mengajar atau mengarahkan anak berkebutuhan khusus didalam kelas juga kerap ditemui. Hal ini dapat dipicu karena tidak semua guru di
sekolah inklusi berlatar belakang Pendidikan Luar Biasa sehingga masih minim pengetahuan terkait penanganan anak berkebutuhan khusus. Tidak
seimbangnya pula guru pendamping khusus dengan sekolah inklusi dan alokasi waktu yang diberikan. Selain itu adanya hubungan beberapa orang
tua ABK dan sekolah yang tidak selaras dengan yang diharapkan, seperti beberapa orang tua yang kurang peduli dengan anaknya. Turut memberi
gambaran bahwa sekolahlah yang bertanggung jawab penuh, dan pelayananannya hanya sebatas di sekolah saja.
Perbedaan penilaian dan pemahaman tersebut membuat pemberian pembelajaran yang dilakukan oleh sekolah menjadi kurang tepat sasaran dan
pemenuhan kebutuhan terhadap anak didiknya menjadi terhambat. Hal tersebut membuat guru sulit untuk mengetahui perkembangan anak dan cara
guru dalam memberikan pelayanan kebutuhan yang sesuai bagi anak.
7
Dampaknya justru menghambat bakat, minat, serta intelektual anak berkebutuhan khusus dalam pembelajaran.
Implementasi kebijakan seharusnya mampu mengatasi permasalahan yang ada untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Sebuah proses penerapan
kebijakan, harus ada bentuk pengawasan dan tindak lanjutnya. Apakah kebijakan tersebut mampu mengatasi permasalahan yang ada atau tidak.
Berdasarkan permasalahan diatas dibentuklah kebijakan pendidikan dalam pengelolaan asesmen anak berkebutuhan khusus di DISDIKPORA DIY.
Kebijakan pengelolaan asesmen seharusnya ada sinergi antara Dinas Pendidikan sebagai pemegang kebijakan, pihak-pihak pendukung dan sekolah
sebagai sasaran kebijakan. Dinas Pendidikan seharusnya menindaklanjuti kebijakan yang diterapkan, tidak hanya sebatas menerapkan. Sehingga
penerapannya tidak hanya sebatas sampai di lembaga saja, namun juga elemen masyarakat. SD Negeri Brengosan I merupakan salah satu satuan
pendidikan Dinas Pendidikan Provinsi Yogyakarta berbasis inklusi yang melaksanakan kebijakan pengelolaan asesmen tersebut. Sekolah ini berada di
dusun Kayunan, Desa Donoharjo, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman. Tercatat pada tahun 20152016 ini ada sekitar 20 anak yang berkelainan
ABK di SD N Brengosan I. Kenyataannya, sekolah masih mengalami kendala dalam melakukan
asesmen dan pelayanan khusus. Kendala tersebut muncul karena faktor intern disekolah SDM dan ekstern seperti orang tua. Oleh karena itu penelitian
ini penting diteliti untuk mengetahui dan mendeskripsikan implementasi dari
8
kebijakan pengelolaan asesmen ABK yang dilaksanakan oleh DISDIKPORA DIY dan ditindaklanjuti dengan mengetahui penerapannya di sekolah inklusi
tersebut.
B. Identifikasi Masalah