44
Tingkatan persepsi Matching level
Diskrimnasi Kemampuan membedakan bentuk
Bentuk dan latar Kemampuan memfokuskan atau
membedakan bentuk
utama dengan latarnya
Closure Kemampuan
menambah detailyang hilang
Ingatan Kemampuan
mengingat dari
panca indra Sekuens
Kemampuan mengatur
sesuai urutan yang diamati oleh indra
Integrasi Penggunaan dua saluran input
atau lebih
serta menghubungkannya
Tingkatan Konseptual Caategorization
Kemampuan anak
dalam membuat kategori serta klasifikasi
pengalaman yang diperoleh
Sumber: Mangunsong Modul Training of Trainer, 2009: 50-51
E. Penelitian yang Relevan
1. Penelitian relevan I: Hasil penelititan yang dilakukan Herdina Tyas Leylasari dari Prodi Psikologi, Fakultas Psikologi yang beralmamater Universitas
Katolik Widya Mandala Madiun dengan judul Pengembangan Panduan Identifikasi dan Asesmen Siswa Berkebutuhan Khusus di SDN Inklusi X
Surabaya tahun 2015.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian pengembangan research and development yang merupakan suatu proses
atau langkah-langkah untuk mengembangkan suatu produk baru atau menyempurnakan produk yang telah ada yang dapat dipertanggungjawabkan.
Pada tahap asesmen partisipan penelitian adalah wakil kepala sekolah, lima orang guru kelas kelas 1-5, dan tiga orang guru kelas khusus. Sedangkan
pada tahap intervensi partisipan penelitian adalah lima guru kelas kelas 1-5
45
dan tiga guru kelas khusus. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu pengumpulan data untuk
asesmen dan pengumpulan data untuk intervensi. Hasil penelitian ini dibagi menjadi dua yakni Analisis Hasil Penelitian
Tahap Asesmen dan intervensi. Untuk tahap assessmen diantaranya pelaksanaan identifikasi dan asesmen siswa berkebutuhan khusus di sekolah
masih belum memahami cara-cara melakukan identifikasi dan asesmen yang tepat. Pihak sekolah juga selama ini belum mempunyai panduan yang baku
dalam melakukan identifikasi dan asesmen. Sarana dan prasarana yang menunjang pembelajaran untuk siswa berkebutuhan khusus terbatas.
Pengelolaan kelas guru terutama pada siswa berkebutuhan khusus masih disamakan dengan siswa reguler. Guru juga tidak menempatkan posisi duduk
siswa secara strategis berdasarkan gangguannya. Pendidik dan tenaga profesional lain yang mendukung layanan pendidikan bukan berasal dari
pendidikan luar biasa. Sekolah memiliki psikolog namun psikolog di sekolah ini belum
berperan dalam proses identifikasi dan asesmen. Tugas psikolog hanya membantu guru dalam menangani siswa berkebutuhan khusus. Kurikulum,
proses dan penilaian pembelajaran bagi siswa berkebutuhan khusus menggunakan kurikulum modifikasi bagi siswa berkebutuhan khusus.
Program Pembelajaran Individual PPI baru dibuat tiga guru khusus saat ada penilaian kinerja dari Diknas dan modelnya belum sesuai dengan Program
Pembelajaran Individual PPI yang sebenarnya.
46
Analisis studi kedua tentang intervensi menunjukkan hasil dari angket evaluasi buku panduan yang diberikan saat proses diseminasi buku panduan
maka diperoleh hasil seluruh partisipan 100 mengatakan bahwa buku panduan menarik. Alasan dikatakan menarik karena dapat digunakan semua
guru yang menangani siswa berkebutuhan khusus 45,45. Ada yang tertarik membaca karena isinya yang memberi banyak informasi tentang
langkah-langkah identifikasi dan asesmen untuk siswa berkebutuhan khusus 27,27 dan ada pula yang tertarik membaca buku panduan itu karena
terdapat checklist atau contoh-contoh cara melakukan identifikasi dan asesmen untuk siswa berkebutuhan khusus 27,27.
2. Penelitian relevan II : Hasil Penelitian skripsi Imam Yuwono dari FKIP
UNLAM Banjarmasin, dengan judul Penerapan Identifikasi, Asesmen, dan
Pembelajaran pada Anak Autis di Sekolah Inklusif. Implementasi dari
identifikasi, asesmen dan pembelajaran dalam pendidikan inklusif di Kalimantan Selatan masih memiliki kendala yang dihadapi. Kurangnya
pengetahuan guru dan tidak adanya pedoman pelaksanaan identifikasi menjadi alasan penting.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Subjek dalam penelitian ini adalah salah satu guru dan satu kepala
sekolah dari Banua Hanyar 8 Banjarmasin bahwa ada anak-anak dengan autisme. Sekolah ini sudah enam tahun penyelenggaraan pendidikan inklusif.
Pengambilan data menggunakan metode tes, observasi, wawancara dan dokumentasi.
Analisis data
menggunakan model
interaktif yang
47
dikembangkan oleh Miles dan Huberman dengan tiga prosedur reduksi data, penyajian data dan verifikasi.
Temuan penelitian 1 bagaimana mengidentifikasi anak autis di SD Banua Hanyar 8 menggunakan instrumen yang dikembangkan oleh DSM IV,
identifikasi dilakukan oleh guru untuk mengidentifikasi anak-anak dengan autisme; 2 asesmen guru dipahami untuk mengambil keputusan di membuat
program pembelajaran. Yang dilakukan oleh guru dengan cara anak-anak mengumpulkan data, dan kemudian dianalisis untuk dipertimbangkan
bersama-sama program pembelajaran; 3 dalam pembelajaran anak-anak autis dengan guru diperlukan memodifikasi kurikulum sesuai dengan kebutuhan
anak-anak autisme; 4 kendala yang dialami oleh guru dalam identifikasi dan asesmen pemahaman guru dari mereka tidak memadai, pendidikan inklusif
hanyalah menerima anak-anak dengan kebutuhan khusus. Relevansi dengan dari kedua penelitian diatas adalah sama- sama meneliti
tentang implementasi pengelolaan asesmen ABK yang dlaksanakan di sekolah inklusi, dan berfokus pada penggambaran penerapan pelaksanaan
identifikasi dan asesmen di sekolah. Sedangkan yang membedakan antara peneliti dengan penelitian diatas adalah fokus peneliti yang ingin
menggambarkan pula proses implementasi kebijakan pengelolaan asesmen anak berkebutuhan khusus sekolah inklusi yang diterapkan Dinas Pendidikan.
Sumbangsih dari kedua penelitian diatas terhadap penelitian ini adalah dapat memberikan gambaran tentang penerapan asesmen disekolah, permasalahan
yang dihadapi dan faktor yang menyertainya.
48
F. Kerangka Pikir