94
d. Pengalokasian Sumber Daya
Tahapan dalam mengalokasikan sumber daya ini untuk mendapatkan dampak kebijakan. Suatu proses pendidikan atau
pembelajarannya tidak akan lepas dari peran serta guru, murid, kurikulum dan fasilitas. Berdasarkan hal tersebut, guru memegang
peranan penting dalam proses pembelajaran. Guru merupakan tenaga pendidik yang mempunyai tugas untuk membimbing, membelajarkan,
dan melatih peserta didik. Guru harus mampu untuk memberikan materi atau bimbingan dalam pembelajaran sesuai dengan kebutuhan anak yang
dapat dilakukan melalui proses asesmen baik disekolah umum inklusi atau sekolah luar biasa. Guru kelas akan melaksanakan tugasnya bersama
dengan guru pendamping khusus GPK. Hal ini untuk menyeimbangkan pengetahuan tentang kekhususan
pada ABK yang belum secara penuh dipahami beberapa guru kelas. Pengalokasian GPK tersebut berasal dari tenaga yang ada di SLB, untuk
diperbantukan di sekolah inklusi. Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Provinsi DIY sebagai badan yang bertanggung jawab dan
mengelola SLB di Provinsi DIY mengalokasikan beberapa tenaga guru SLB untuk menjadi GPK. Sesuai dengan keberadaan sekolah inklusi
yang ada di setiap KabupatenKota. Walaupun Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Provinsi DIY sudah mengirim GPK dari SLB untuk
diperbantukan di sekolah inklusi namun tidak bisa memenuhi semua permintaan, dikarenakan SLB justru akan kekurangan guru atau bahkan
95
tutup. Hal tersebut disampaikan oleh Bapak P pada wawancara 6 September 2016 yang mengatakan:
“...tapi seperti yang disampaikan Kepala Dinas, kami mengirim GPK kesana dengan jumlah terbatas. Jika kami mengirim GPK
sesuai dengan permintaan yang diharapkan oleh sekolah reguler dalam artian sekolah inklusi itu habis guru- guru PLB. Nantinya
SLB bisa tutup, karena sekolah SLB jika dibandingkan sekolah reguler jauh lebih
banyak sekolah reguler” Pernyataan tersebut didukung oleh Bapak S pada wawancara
tanggal 9 September 2016 bahwa: “....Jadi kebutuhan tenaga GPK saat ini masih terbatas dari Dinas
Pendidikan Provinsi, tetapi kalau sekolah yang mampu mereka akan mencari GPK
sendiri tetapi itu hanya beberapa saja”. Berdasarkan wawancara tersebut diketahui jika sumber daya guru
di SLB sendiri terbatas, dan perbandingan antara SLB dengan sekolah umum sangat jauh. Apabila guru di SLB dipinjamkan ke sejumlah
sekolah inklusi, dampak yang ditimbulkan adalah siswa SLB akan tertinggal bahkan SLB akan tutup. Dikarenakan kekurangan sumber daya
pengajar di SLB. Sesuai dengan ketetapan pemerintah DIY tentang setiap sekolah reguler sama dengan inklusi, banyak permintaan GPK yang
diajukan dari Dinas Pendidikan Kabupaten Kota. Peran GPK dalam pelaksanaan pendidikan inklusi sangat penting,
selain bertugas mendampingi ABK, dan guru dalam proses belajar. Seorang GPK juga memberikan bimbingan yang berkesinambungan, dan
melaksanakan pengelolaan asesmen disekolah bersama guru kelas. Asesmen menjadi proses awal dari pembelajaran inklusi untuk
mengklasifikasikan anak berkebutuhan khusus dengan anak normal
96
meningkatkan potensi, dan meminimalisir kelemahan pada anak. Hal ini sebagai bentuk persiapan dalam menyusun rencana pembelajaran,
penanganan, pelayanan dan pembimbingan kepada ABK. Pada pelaksanaanya asesmen hanya dapat dilakukan oleh orang orang ahli
dibidangnya seperti dokter, psikolog, atau terapis, sehingga hasil dari asesmen tersebutlah yang menjadi dasar dalam membuat rencana
pembelajaran khusus oleh guru yang bersangkutan. Didalam pelaksanaannya asesmen dilakukan jika telah dilakukan
proses identifikasi terhadap anak berkebutuhan khusus. Secara khusus asesmen merupakan penyaringan, dengan mengumpulkan informasi lebih
rinci. Sehingga asesmen ini merupakan proses penting dalam menyiapkan pemberian pelayanan pendidikan bagi anak berkebutuhan
khusus di sekolah inklusi. Hal tersebut seperti yang dikemukakan bapak S pada wawancara tanggal 9 September 2016 :
“Penting, jadi anak itu kekhususannya seperti apa, apakah anak yang nakal, anak slow learner, ataukah anak yang tidak punya
semangat belajar. Tapi asesmen juga harus diberikan oleh lembaga yang kompeten, jika asesmen dilakukan oleh orang yang tidak
berkompeten nanti menyangkut harga diri orang tua. Tapi kalau mengeluarkan salah satu lembaga yang sudah menjadi profesi
seperti rumah sakit, atau psikolog, itu sudah profesional. Jadi guru
hanya menyampikan” Pendapat tersebut diperkuat dengan pernyataan dari Bapak P pada
wawancara tanggal 6 September 2016 sebagaiamana berikut:
“
Asesmen kalau dikatakan penting ya penting sekali untuk dilakukan. Jadi memang untuk mengetahui kemampuan dan
ketunaan siswa seperti apa kita harus asesmen, dan itu memang penting sekali. Jadi setiap ABK yang masuk apakah di sekolah
regular dalam artian sekolah inklusi atau sekolah khusus PLB juga
97
harus melakukan asesmen, disana harus dilakukan asesmen tersebut”
Jadi dapat diketahui memang asesmen menjadi salah satu faktor penentu keberhasilan anak dalam pembelajaran di kelas. Melalui asesmen
inilah kelemahan, potensi dan bentuk pelayanan yang sesuai dapat ditentukan. Asesmen khususnya bagian psikologis tidak bisa dilakukan
oleh guru kelas, atau guru pendamping kelas GPK, mereka hanya menduga, menetapkan sementara, dan menyampaikan saja. Dikarenakan
yang berhak melakukan hanyalah seorang pakar dibidangnya, sekolah tidak memiliki tolak ukur dalam penanganan ke PLB- an, atau bidang
psikolognya. Seperti yang dkemukakan bapak S pada wawancara 9 September 2016 :
“asesmen tidak bisa dilakukan oleh sekolah, sebab assessmen hanya dilakukan ahli atau pakar dibidangnya dan sekolah hanya
menduga, memberi tahu saja. Jadi ya asesmen memang harus dilakukan oleh ahli, karena nantinya itu akan menyangkut harga
diri orang tuanya mas, selain itu sekolah juga tidak mempunyai
psikolog atau tolak ukur psikologisnya.” Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan dari bapak P pada
wawancara 6 September 2016 : “Asesmen itu tidak bisa dilakukan oleh guru, seorang guru
pendamping khusus pun tidak bisa melakukan asesmen. Yang bisa melakukan itu hanya pakar ahli, SLB bisa melakukan assessmen
tetapi yang sudah berstatus sekolah Negeri” Asesmen dilakukan di sekolah tapi harus bersama pakar seperti
Dokter, Psikolog, selain itu hal tersebut juga menyangkut harga diri orang tua siswa. Sehingga peran sekolah atau guru hanya menduga sementara
siswa berkebutuhan, merujuk ke pakar yang dianggap mampu,
98
memberikan hasil asesmen terkait kondisi siswanya. Guru tidak bisa melakukan asesmen yang menyangkut besaran IQ seorang anak dan
minim pengetahuan PLB. Hal tersebut menunjukkan jika seorang guru kelas harus mempunyai pengetahuan tentang asesmen ABK, atau
keinklusiannya. Dengan demikian itu hasil atau dampak dari implementasi
kebijakan pengelolaan asesmen ABK yang diterapkan oleh Dinas Pendidikan terkait untuk mendukung pelaksanaan disekolah inklusi
dilakukan dengan cara: 1.
Mengadakan Pelatihan Guru Kelas Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusi Tentang Pengelolaan Asesmen
Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga DIY dan Kabupaten Kota berupaya mengatasi kelemahan pengetahuan guru- guru tentang
ABK, serta dalam upaya mewujudkan Permendiknas No. 70 Tahun 2009 pasal 10 tentang kewajiban pemerintah provinsi dan Kabupaten
Kota dalam meningkatkan kompetensi di bidang pendidikan khusus bagi tenaga pendidik dan tenaga non kependidikan. Salah satu bentuk
kebijakan tersebut adalah melalui pelatihan kompetensi untuk menguatkan sumber daya manusia yang ada di sekolah-sekolah.
Keberadaan GPK disekolah inklusi sendiri sangat terbatas baik dari segi waktu dan kemampuan yang dimiliki. Untuk mengatasi hal tersebut
Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga dengan mengadakan pelatihan terkait pengelolaan assessmen anak berkebutuhan khusus.
99
Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga DIY dalam rangka meningkatkan kualitas guru dalam penanganan anak berkebutuhan
khusus mengadakan pelatihan peningkatan pengelolaan asesmen guru sekolah inklusi. Hal tersebut didasari supaya guru mempunyai
pengetahuan, dan lebih mandiri jika seorang GPK sedang tidak ditempat atau dipindah tugaskan. Seperti yang dikemukakan bapak P
pada wawancara 6 September 2016: “Jadi begini sekolah inklusi tidak berada DISDIKPORA,
sedangkan SLB langsung berada dibawah binaan kami, sedangkan
sekolah reguler
SD,SMP,SMA, ada
dikabupatenkota. Jadi terkait implementasi pengelolaan asesmen di DISDIKPORA DIY yang disekolah itu ada di
KabKota. Memang itu kebijakan kami, jadi Asesmen itu ada disekolah namun kami hanya memberikan bekal kemampuan
guru reguler disekolah inklusi untuk mampu mengasesmen anak itu. Tapi kemampuannya seperti apa memang itu lain kita
belum tahu, jadi disana belum tentu tahu tapi paling tidak ada bekal. Jadi terkait kebijakannya kami hanya memberikan
pelatihan kepada guru reguler kaitannya dengan pembekalan pengetahuan bagaimana melakukan asesmen kepada peserta
didik, sebatas pengetahuan saja.” Berdasarkan wawancara diatas dapat diketahui jika Dinas
Pendidikan Pemuda dan Olahraga Provinsi DIY mengupayakan memberikan pelatihan terhadap guru terkait pengetahuan pelaksanaan
asesmen secara khusus. Jadi pelaksanaan asesmen berada disekolah, kebijakan yang diambil Dinas Pendidikan Provinsi dengan memberikan
pelatihan pengelolaan asesmen tersebut. Pelaksanaan diklat ini dapat menjadi wahana pengembangan, peningkatan dan pelayanan yang
prima dalam pembelajaran terutama dalam pegetahuan pelaksanaan asesmen guru terhadap ABK dapat sesuai dan pemberian kebutuhan
100
serta bimbingan anak dapat berjalan optimal. Tujuan dilaksanakan program pelatihan dan peningkatan pengelolaan asesmen guru sekolah
inklusi adalah a
Meningkatkan profesionalisme guru dalam membimbing dan mengajar anak didik
b Membangkitkan dan mendorong guru agar dalam melaksanakan
tugasnya senantiasa memperhatikan bakat dan minat dan keterbatasan peserta didik dalam mengembangkan potensinya
c Mendorong daya upaya guru di sekolah inklusi untuk meningkatkan
dedikasi kerja dan profesionalisme dalam melakukan tugas pedidikan d
Menyampaikan bekal keterampilan pembelajaran khususnya membedakan masing anak sesuai kebutuhan kepada guru di sekolah
inklusi e
Mengimbaskan kepada sesama guru yang menangani anak berkebutuhan khusus
Jadi setiap pelaksanaan pelatihan perencanaan kegiatan yang dilakukan dengan mengundang narasumber dari UNY, SLB, Pengawas,
Kepala seksi atau kepala sekolah. Jadi ada kebijakan terkait pelaksanaan untuk kedinasan yang harus dicapai seperti ini, untuk pelaksanaan
dilapangan terkait dengan penerapan dilapangan oleh SLB, serta kaitananya dengan bidang akedemiknya dari UNY. Sehingga Dinas
Pendidikan Pemuda dan Olahraga Provinsi DIY bersama- sama melibatkan unsur yang teribat dalam pelaksanakannya. Sedangkan
101
Penentuan peserta itu tidak memilih –milih harus sekolah ini namun
meminta perwakilan dari kabupaten kota dengan pembagian 30 per kabupaten, khusus untuk pelatihan asesmen tersebut.
Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Sleman dalam peningkatan kualitas guru di sekolah inklusi juga mengadakan pelatihan
keinklusian. Namun bentuk pelatihannya, pengelolaan asesmen dberikan bersama materi pendidikian inklusi. Pemberian materi asesmen tersebut
semata-mata untuk memberikan pengetahuan terhadap tenaga pendidik yang ada di sekolah, salah sautnya terkait pengelolaan dan penanganan
pendidikan bagi ABK. Hal tersebut seperti yang dikatakan bapak S pada wawancara 9 September 2016 sebagaimana berikut ini :
“
Bentuk pelatihan yang kami berikan berfokus pada materi penguatan SDM. Hanya saja untuk pelatihan asesmen tersendiri
belum ada, karena materinya sudah disatukan dengan materi pelatihan pendidkan inklusi, karena juga menyampaikan teori
assessmen juga. Jadi kita ya hanya memberikan pengetahuan tentang asesmen karena yang punya itu kan para ahli seperti
psikolog gitu mas” Jadi Dinas Pendidikan Pemuda dan Olaharaga di DIY telah
mengupayakan untuk tetap meningkatkan kualitas SDM di sekolah inklusi kaitannya dengan pengelolaan asesmen terhadap ABK. Hal
tersebut berguna agar pelayanan pada ABK dapat sesuai, selain itu setiap guru yang diundang dapat menularkan pengetahuan yang didapat kepada
rekan sejawatnya disekolah. Asesmen memang berada di sekolah, namun kebijakan Dinas hanya memberikan pengetahuan terkait asesmen atau
inklusi serta kebutuhan dana kepada tiap sekolah. Selain itu untuk
102
membuat guru reguler tidak tergantung dengan GPK ataupun SLB, dalam melakukan asesmen. Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan Bapak A.
Sarjiyo selaku Kepala Sekolah Dasar Negeri Brengosan I pada wawancara 15 September 2016:
“Kalau dari Dinas kabupaten dan provinsi itu mendukung dan memberikan bantuan dalam bentuk satu dana dan dua teknis. Jadi
kami sering ada pelatihan ataupun ada kunjngan ke sekolah
inklusi, selain itu ada beasiswa khusus untuk sekolah inklusi” Pernyataan tersebut diperkuat dengan yang diungkapkan Ibu
Yuning pada wawancara 29 September 2016: “Dinas sering melakukan pelatihan inklusi, tapi kalau keabkan
masih banyak di provinsi, kalau kabupaten sekedar diklat pendidikan inklusi. Kalo di DIKPORA Sleman kemarin juga
pernah ikut, tapi cuman kedua presentasi tentang abk disini. Ya kelebihannya
lebih paham terhadap abk dibandung yang lalu” Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga telah memberikan
fasilitas dalam penguatan SDM di sekolah inklusi. Akan tetapi bentuk pelatihan menyangkut kekhususan anak berkebutuhan lebih banyak
diberikan oleh Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Provinsi DIY dibandingkan dengan Kabupaten. Secara tidak langsung diberikannya
pelatihan tersebut untuk menyiapkan guru kelas agar dapat menangani ABK, dan tidak tergantung pada GPK.
2. Menjalin Mitra Kerja dengan Lembaga Terkait
Berdasarkan Permendiknas No.70 Tahun 2009 Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif PENSIF pasal 11 bahwasanya satuan pendidikan
penyelenggaraan pendidikan inklusif berhak memperoleh bantuan
103
operasional sesuai dengan kebutuhan dari pemerintah, dengan membentuk jaringan kerja sama dengan organisasi profesi, rumah sakit,
perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat dan sebagainya. Selain melakukan pelatihan, agar pelaksanaan pengelolaan asesmen dapat
berjalan dengan baik. Pemerintah bekerja sama dengan pihak – pihak
ketiga guna membantu terlaksananya program pelatihan serta pelaksanaan asesmen disekolah.
Pihak-pihak dalam bidang akademis yang sering terlibat dalam hal ini seperti Universitas Negeri Yogyakarta jurusan Pendidikan Luar
Biasa, Universitas Islam Sunan kalijaga, Universitas Gadjah Mada dan sebagainya. Pihak
–pihak tersebut turut menjadi pembina akademik, kadangkala menjadi konsultan.
Selain itu mereka juga sering menjadi narasumber dalam pelatihan inklusi khususnya asesmen. Hal tersebut
menunjukkan jika Perguruan Tinggi berperan dalam program pelatihan asesmen, serta menjadi pembina akademik bagi Dinas Pendidikan.
Pelaksanaan asesmen di sekolah inklusi sendiri Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Sleman menjalin kerja sama dengan
lembaga kesehatan seperti Rumah Sakit, Puskesmas atau Dinas Kesehatan. Dikarenakan merekalah yang memiliki tolak ukur dalam
melakukan asesmen, dan dipandang lebih berkompeten di bidang psikiologinya untuk dilakukan asesmen. Hal tersebut sesuai pernyataan
bapak S pada wawancara tanggal 9 September 2016 sebagaimana berikut:
104
“Asesmen itukan penilaian, jadi kebijakannya diserahkan kelembaga yang profesional. DIKPORA Sleman atau sekolah
itu menjalin kerja sama dengan mitra kerja seperti Puskesmas, RS, atau Psikolog, sekolah menjalin kerja sama dengan instansi
terkait seperti instansi kesehatan tersebut. Dan pelatihan hanya di penguatan SDM-nya, jadi lebih ke pendekatannya, oh anak itu
harus diasesmen dahululu. Jadi dia itu kekhususnanya itu dibidang apa, nanti penanaganan nya seperti apa akan lebih
mudah nanti ditanganinya” Pemberian pelatihan dilakukan untuk memberikan bekal
pengetahuan tentang pengelolaan asesmen, kelemahan yang dimiliki, serta penangananya. Hal tersebut penting karena, keahlian sekolah untuk
ke PLB-an masih kurang, mereka tidak bisa termasuk didalamnya standar tes pengukuran psikologi. Selain memberikan pelatihan Dinas
Pendidikan Pemuda dan Olahraga mengupayakan untuk dapat menjalin kerjasama dengan pihak profesional dalam bidang kesehatan untuk
mendukung terlaksananya asesmen disekolah inklusi. Pihak yang terlibat dalam pelaksanaan asesmen ABK kebanyakan dari Puskesmas di tiap
Kecamatan. Puskesmas dianggap mempunyai jarak yang tidak terlalu jauh dengan keberadaan sekolah- sekolah inklusi di Kabupaten Sleman,
dibandngkan dengan Rumah Sakit yang cenderung terpusat di Kota. Persebaran Puskesmas sendiri saat ini dirasa masih minim yang
mempunyai pakar psikologinya. Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Kurikulum Siswa Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga
Kabupaten Sleman, keberadaan Puskesmas di Sleman sekitar 27 puskesmas, dari 27 itu separuh lebih terdapat pakar psikolognya sekitar
15 orang yang dianggap mampu untuk melakukan asesmen. Sehingga
105
pemenuhan Puskesmas sebagai pelaksanaa asesmen masih belum mencukupi, jikalau menggunakan jasa Rumah Sakit tentu membutuhkan
biaya yang lebih besar dibandingkan Puskesmas. Oleh karena itu Sleman berupaya untuk memenuhi Puskesmas dengan psikolog yang profesional,
sehingga jikalaua ada anak yang perlu asesmen tidak perlu menuju ke RSUD. Hal tersebut dapat memperpendek alur pengelolaannya.
3. Membentuk Lembaga Khusus
Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Provinsi DIY telah membentuk Resource Center Pusat Sumber dan Sub Pusat Sumber
disetiap kabupaten kota. Pusat Sumber ini merupakan lembaga non struktural yang bersifat ad hoc yang bertanggung jawab kepada Gubernur
melalui Kepala SKPD yang mempunyai tugas pokok di bidang pendidikan inklusif. Berdasarkan Peraturan Gubernur DIY No. 41
tentang Pusat Sumber dan Surat Keputusan Gubernur DIY No. 91 Kep tahun 2015 tentang Pembentukan Anggota Pusat Sumber Pendidikan
Inklusif. Pusat Sumber bertugas melaksanakan koordinasi, fasilitasi, penguatan,
dan pendampingan
pelaksanaan sistem
dukungan penyelenggaraan pendidikan inklusi. Dinas Pendidikan Pemuda dan
Olahraga Provinsi DIY juga membentuk Sub Pusat Sumber disetiap Kabupaten Kota sesuai Surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan
Pemuda dan Olahraga DIY No. 0131 Tahun 2013 tentang Pembentukan Sub Pusat Sumber di DIY. Hal tersebut sesuai pernyataan dari Bapak P
pada wawancara tanggal 6 September 2016 :
106 “
Kalau pusat sumber itu ada di SLB N 2 Yogyakarta berdasarkan SK Gubernur, kalau disetiap kabupaten itu
namanya sub pusat sumber dan pembentukannya dari SK Kepala Dinas. Jadi dibawah pusat sumber itu ada sub pusat
sumber, itu ada di masing kabupaten kota, kebanyakan SLB yang ditunjuk SLB Negeri, jadi kalo sub pusat sumber yang
dikabupaten kota itu biasanya negeri tapi kalau yang
kekhususan, seperti autis ada yang swasta juga.” Pendapat tersebut diperkuat dengan pernyataan dari Bapak S
pada wawancara tanggal 9 September 2016 : “Ada, pusat sumber yang di Kabupaten itu ada di beberapa SLB
namanya RC resource center sudah ada sejak tahun 2013. Surat pemutusannya ada di DIKDAS PLB Dinas Provinsi. SLB
itu dipilih yang mampu sebagai menjadi pusat rujukan artinya kalo ada permasalahan bisa menjadi sumber pertanyaan
informasi, atau konsultan bagi sekolah inklusi mas” Hal tersebut menunjukkan jika Dinas Pendidikan terkait telah
berupaya untuk memberikan fasiltas untuk mendukung pendidikan inklusi atau sebagai rujukan jika sekolah mengalami permasalahan. Hal
tersebut perlu agar penanangan ABK di sekolah dapat efektif. Pusat Sumber dan Sub pusat sumber ini juga dapat membantu melaksanakan
asesmen bagi ABK. Secara fungsional, tugas dari Sub Pusat Sumber tersebut adalah sebagai berikut:
Menjalin kemitraan dengan Dinas Pendidikan Kabupaten Kota, sekolah penyelenggara pendidikan inklusi, dan atau lembaga
lain yang bergiat dalam penyelenggaraan pendidikan inklusi di masing wilayah
Menyediakan layanan pendidikan khusus bagi sekolah inklusi Menyediakan layanan asesmen fungsional dan akademik
107
Menyediakan layanan konsultasi
e. Pengelolaan Asesmen Anak Berkebutuhan Khusus di SD Negeri