Pengalokasian Sumber Daya Implementasi Kebijakan Pengelolaan Asesmen Anak berkebutuhan

94

d. Pengalokasian Sumber Daya

Tahapan dalam mengalokasikan sumber daya ini untuk mendapatkan dampak kebijakan. Suatu proses pendidikan atau pembelajarannya tidak akan lepas dari peran serta guru, murid, kurikulum dan fasilitas. Berdasarkan hal tersebut, guru memegang peranan penting dalam proses pembelajaran. Guru merupakan tenaga pendidik yang mempunyai tugas untuk membimbing, membelajarkan, dan melatih peserta didik. Guru harus mampu untuk memberikan materi atau bimbingan dalam pembelajaran sesuai dengan kebutuhan anak yang dapat dilakukan melalui proses asesmen baik disekolah umum inklusi atau sekolah luar biasa. Guru kelas akan melaksanakan tugasnya bersama dengan guru pendamping khusus GPK. Hal ini untuk menyeimbangkan pengetahuan tentang kekhususan pada ABK yang belum secara penuh dipahami beberapa guru kelas. Pengalokasian GPK tersebut berasal dari tenaga yang ada di SLB, untuk diperbantukan di sekolah inklusi. Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Provinsi DIY sebagai badan yang bertanggung jawab dan mengelola SLB di Provinsi DIY mengalokasikan beberapa tenaga guru SLB untuk menjadi GPK. Sesuai dengan keberadaan sekolah inklusi yang ada di setiap KabupatenKota. Walaupun Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Provinsi DIY sudah mengirim GPK dari SLB untuk diperbantukan di sekolah inklusi namun tidak bisa memenuhi semua permintaan, dikarenakan SLB justru akan kekurangan guru atau bahkan 95 tutup. Hal tersebut disampaikan oleh Bapak P pada wawancara 6 September 2016 yang mengatakan: “...tapi seperti yang disampaikan Kepala Dinas, kami mengirim GPK kesana dengan jumlah terbatas. Jika kami mengirim GPK sesuai dengan permintaan yang diharapkan oleh sekolah reguler dalam artian sekolah inklusi itu habis guru- guru PLB. Nantinya SLB bisa tutup, karena sekolah SLB jika dibandingkan sekolah reguler jauh lebih banyak sekolah reguler” Pernyataan tersebut didukung oleh Bapak S pada wawancara tanggal 9 September 2016 bahwa: “....Jadi kebutuhan tenaga GPK saat ini masih terbatas dari Dinas Pendidikan Provinsi, tetapi kalau sekolah yang mampu mereka akan mencari GPK sendiri tetapi itu hanya beberapa saja”. Berdasarkan wawancara tersebut diketahui jika sumber daya guru di SLB sendiri terbatas, dan perbandingan antara SLB dengan sekolah umum sangat jauh. Apabila guru di SLB dipinjamkan ke sejumlah sekolah inklusi, dampak yang ditimbulkan adalah siswa SLB akan tertinggal bahkan SLB akan tutup. Dikarenakan kekurangan sumber daya pengajar di SLB. Sesuai dengan ketetapan pemerintah DIY tentang setiap sekolah reguler sama dengan inklusi, banyak permintaan GPK yang diajukan dari Dinas Pendidikan Kabupaten Kota. Peran GPK dalam pelaksanaan pendidikan inklusi sangat penting, selain bertugas mendampingi ABK, dan guru dalam proses belajar. Seorang GPK juga memberikan bimbingan yang berkesinambungan, dan melaksanakan pengelolaan asesmen disekolah bersama guru kelas. Asesmen menjadi proses awal dari pembelajaran inklusi untuk mengklasifikasikan anak berkebutuhan khusus dengan anak normal 96 meningkatkan potensi, dan meminimalisir kelemahan pada anak. Hal ini sebagai bentuk persiapan dalam menyusun rencana pembelajaran, penanganan, pelayanan dan pembimbingan kepada ABK. Pada pelaksanaanya asesmen hanya dapat dilakukan oleh orang orang ahli dibidangnya seperti dokter, psikolog, atau terapis, sehingga hasil dari asesmen tersebutlah yang menjadi dasar dalam membuat rencana pembelajaran khusus oleh guru yang bersangkutan. Didalam pelaksanaannya asesmen dilakukan jika telah dilakukan proses identifikasi terhadap anak berkebutuhan khusus. Secara khusus asesmen merupakan penyaringan, dengan mengumpulkan informasi lebih rinci. Sehingga asesmen ini merupakan proses penting dalam menyiapkan pemberian pelayanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusi. Hal tersebut seperti yang dikemukakan bapak S pada wawancara tanggal 9 September 2016 : “Penting, jadi anak itu kekhususannya seperti apa, apakah anak yang nakal, anak slow learner, ataukah anak yang tidak punya semangat belajar. Tapi asesmen juga harus diberikan oleh lembaga yang kompeten, jika asesmen dilakukan oleh orang yang tidak berkompeten nanti menyangkut harga diri orang tua. Tapi kalau mengeluarkan salah satu lembaga yang sudah menjadi profesi seperti rumah sakit, atau psikolog, itu sudah profesional. Jadi guru hanya menyampikan” Pendapat tersebut diperkuat dengan pernyataan dari Bapak P pada wawancara tanggal 6 September 2016 sebagaiamana berikut: “ Asesmen kalau dikatakan penting ya penting sekali untuk dilakukan. Jadi memang untuk mengetahui kemampuan dan ketunaan siswa seperti apa kita harus asesmen, dan itu memang penting sekali. Jadi setiap ABK yang masuk apakah di sekolah regular dalam artian sekolah inklusi atau sekolah khusus PLB juga 97 harus melakukan asesmen, disana harus dilakukan asesmen tersebut” Jadi dapat diketahui memang asesmen menjadi salah satu faktor penentu keberhasilan anak dalam pembelajaran di kelas. Melalui asesmen inilah kelemahan, potensi dan bentuk pelayanan yang sesuai dapat ditentukan. Asesmen khususnya bagian psikologis tidak bisa dilakukan oleh guru kelas, atau guru pendamping kelas GPK, mereka hanya menduga, menetapkan sementara, dan menyampaikan saja. Dikarenakan yang berhak melakukan hanyalah seorang pakar dibidangnya, sekolah tidak memiliki tolak ukur dalam penanganan ke PLB- an, atau bidang psikolognya. Seperti yang dkemukakan bapak S pada wawancara 9 September 2016 : “asesmen tidak bisa dilakukan oleh sekolah, sebab assessmen hanya dilakukan ahli atau pakar dibidangnya dan sekolah hanya menduga, memberi tahu saja. Jadi ya asesmen memang harus dilakukan oleh ahli, karena nantinya itu akan menyangkut harga diri orang tuanya mas, selain itu sekolah juga tidak mempunyai psikolog atau tolak ukur psikologisnya.” Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan dari bapak P pada wawancara 6 September 2016 : “Asesmen itu tidak bisa dilakukan oleh guru, seorang guru pendamping khusus pun tidak bisa melakukan asesmen. Yang bisa melakukan itu hanya pakar ahli, SLB bisa melakukan assessmen tetapi yang sudah berstatus sekolah Negeri” Asesmen dilakukan di sekolah tapi harus bersama pakar seperti Dokter, Psikolog, selain itu hal tersebut juga menyangkut harga diri orang tua siswa. Sehingga peran sekolah atau guru hanya menduga sementara siswa berkebutuhan, merujuk ke pakar yang dianggap mampu, 98 memberikan hasil asesmen terkait kondisi siswanya. Guru tidak bisa melakukan asesmen yang menyangkut besaran IQ seorang anak dan minim pengetahuan PLB. Hal tersebut menunjukkan jika seorang guru kelas harus mempunyai pengetahuan tentang asesmen ABK, atau keinklusiannya. Dengan demikian itu hasil atau dampak dari implementasi kebijakan pengelolaan asesmen ABK yang diterapkan oleh Dinas Pendidikan terkait untuk mendukung pelaksanaan disekolah inklusi dilakukan dengan cara: 1. Mengadakan Pelatihan Guru Kelas Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusi Tentang Pengelolaan Asesmen Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga DIY dan Kabupaten Kota berupaya mengatasi kelemahan pengetahuan guru- guru tentang ABK, serta dalam upaya mewujudkan Permendiknas No. 70 Tahun 2009 pasal 10 tentang kewajiban pemerintah provinsi dan Kabupaten Kota dalam meningkatkan kompetensi di bidang pendidikan khusus bagi tenaga pendidik dan tenaga non kependidikan. Salah satu bentuk kebijakan tersebut adalah melalui pelatihan kompetensi untuk menguatkan sumber daya manusia yang ada di sekolah-sekolah. Keberadaan GPK disekolah inklusi sendiri sangat terbatas baik dari segi waktu dan kemampuan yang dimiliki. Untuk mengatasi hal tersebut Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga dengan mengadakan pelatihan terkait pengelolaan assessmen anak berkebutuhan khusus. 99 Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga DIY dalam rangka meningkatkan kualitas guru dalam penanganan anak berkebutuhan khusus mengadakan pelatihan peningkatan pengelolaan asesmen guru sekolah inklusi. Hal tersebut didasari supaya guru mempunyai pengetahuan, dan lebih mandiri jika seorang GPK sedang tidak ditempat atau dipindah tugaskan. Seperti yang dikemukakan bapak P pada wawancara 6 September 2016: “Jadi begini sekolah inklusi tidak berada DISDIKPORA, sedangkan SLB langsung berada dibawah binaan kami, sedangkan sekolah reguler SD,SMP,SMA, ada dikabupatenkota. Jadi terkait implementasi pengelolaan asesmen di DISDIKPORA DIY yang disekolah itu ada di KabKota. Memang itu kebijakan kami, jadi Asesmen itu ada disekolah namun kami hanya memberikan bekal kemampuan guru reguler disekolah inklusi untuk mampu mengasesmen anak itu. Tapi kemampuannya seperti apa memang itu lain kita belum tahu, jadi disana belum tentu tahu tapi paling tidak ada bekal. Jadi terkait kebijakannya kami hanya memberikan pelatihan kepada guru reguler kaitannya dengan pembekalan pengetahuan bagaimana melakukan asesmen kepada peserta didik, sebatas pengetahuan saja.” Berdasarkan wawancara diatas dapat diketahui jika Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Provinsi DIY mengupayakan memberikan pelatihan terhadap guru terkait pengetahuan pelaksanaan asesmen secara khusus. Jadi pelaksanaan asesmen berada disekolah, kebijakan yang diambil Dinas Pendidikan Provinsi dengan memberikan pelatihan pengelolaan asesmen tersebut. Pelaksanaan diklat ini dapat menjadi wahana pengembangan, peningkatan dan pelayanan yang prima dalam pembelajaran terutama dalam pegetahuan pelaksanaan asesmen guru terhadap ABK dapat sesuai dan pemberian kebutuhan 100 serta bimbingan anak dapat berjalan optimal. Tujuan dilaksanakan program pelatihan dan peningkatan pengelolaan asesmen guru sekolah inklusi adalah a Meningkatkan profesionalisme guru dalam membimbing dan mengajar anak didik b Membangkitkan dan mendorong guru agar dalam melaksanakan tugasnya senantiasa memperhatikan bakat dan minat dan keterbatasan peserta didik dalam mengembangkan potensinya c Mendorong daya upaya guru di sekolah inklusi untuk meningkatkan dedikasi kerja dan profesionalisme dalam melakukan tugas pedidikan d Menyampaikan bekal keterampilan pembelajaran khususnya membedakan masing anak sesuai kebutuhan kepada guru di sekolah inklusi e Mengimbaskan kepada sesama guru yang menangani anak berkebutuhan khusus Jadi setiap pelaksanaan pelatihan perencanaan kegiatan yang dilakukan dengan mengundang narasumber dari UNY, SLB, Pengawas, Kepala seksi atau kepala sekolah. Jadi ada kebijakan terkait pelaksanaan untuk kedinasan yang harus dicapai seperti ini, untuk pelaksanaan dilapangan terkait dengan penerapan dilapangan oleh SLB, serta kaitananya dengan bidang akedemiknya dari UNY. Sehingga Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Provinsi DIY bersama- sama melibatkan unsur yang teribat dalam pelaksanakannya. Sedangkan 101 Penentuan peserta itu tidak memilih –milih harus sekolah ini namun meminta perwakilan dari kabupaten kota dengan pembagian 30 per kabupaten, khusus untuk pelatihan asesmen tersebut. Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Sleman dalam peningkatan kualitas guru di sekolah inklusi juga mengadakan pelatihan keinklusian. Namun bentuk pelatihannya, pengelolaan asesmen dberikan bersama materi pendidikian inklusi. Pemberian materi asesmen tersebut semata-mata untuk memberikan pengetahuan terhadap tenaga pendidik yang ada di sekolah, salah sautnya terkait pengelolaan dan penanganan pendidikan bagi ABK. Hal tersebut seperti yang dikatakan bapak S pada wawancara 9 September 2016 sebagaimana berikut ini : “ Bentuk pelatihan yang kami berikan berfokus pada materi penguatan SDM. Hanya saja untuk pelatihan asesmen tersendiri belum ada, karena materinya sudah disatukan dengan materi pelatihan pendidkan inklusi, karena juga menyampaikan teori assessmen juga. Jadi kita ya hanya memberikan pengetahuan tentang asesmen karena yang punya itu kan para ahli seperti psikolog gitu mas” Jadi Dinas Pendidikan Pemuda dan Olaharaga di DIY telah mengupayakan untuk tetap meningkatkan kualitas SDM di sekolah inklusi kaitannya dengan pengelolaan asesmen terhadap ABK. Hal tersebut berguna agar pelayanan pada ABK dapat sesuai, selain itu setiap guru yang diundang dapat menularkan pengetahuan yang didapat kepada rekan sejawatnya disekolah. Asesmen memang berada di sekolah, namun kebijakan Dinas hanya memberikan pengetahuan terkait asesmen atau inklusi serta kebutuhan dana kepada tiap sekolah. Selain itu untuk 102 membuat guru reguler tidak tergantung dengan GPK ataupun SLB, dalam melakukan asesmen. Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan Bapak A. Sarjiyo selaku Kepala Sekolah Dasar Negeri Brengosan I pada wawancara 15 September 2016: “Kalau dari Dinas kabupaten dan provinsi itu mendukung dan memberikan bantuan dalam bentuk satu dana dan dua teknis. Jadi kami sering ada pelatihan ataupun ada kunjngan ke sekolah inklusi, selain itu ada beasiswa khusus untuk sekolah inklusi” Pernyataan tersebut diperkuat dengan yang diungkapkan Ibu Yuning pada wawancara 29 September 2016: “Dinas sering melakukan pelatihan inklusi, tapi kalau keabkan masih banyak di provinsi, kalau kabupaten sekedar diklat pendidikan inklusi. Kalo di DIKPORA Sleman kemarin juga pernah ikut, tapi cuman kedua presentasi tentang abk disini. Ya kelebihannya lebih paham terhadap abk dibandung yang lalu” Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga telah memberikan fasilitas dalam penguatan SDM di sekolah inklusi. Akan tetapi bentuk pelatihan menyangkut kekhususan anak berkebutuhan lebih banyak diberikan oleh Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Provinsi DIY dibandingkan dengan Kabupaten. Secara tidak langsung diberikannya pelatihan tersebut untuk menyiapkan guru kelas agar dapat menangani ABK, dan tidak tergantung pada GPK. 2. Menjalin Mitra Kerja dengan Lembaga Terkait Berdasarkan Permendiknas No.70 Tahun 2009 Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif PENSIF pasal 11 bahwasanya satuan pendidikan penyelenggaraan pendidikan inklusif berhak memperoleh bantuan 103 operasional sesuai dengan kebutuhan dari pemerintah, dengan membentuk jaringan kerja sama dengan organisasi profesi, rumah sakit, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat dan sebagainya. Selain melakukan pelatihan, agar pelaksanaan pengelolaan asesmen dapat berjalan dengan baik. Pemerintah bekerja sama dengan pihak – pihak ketiga guna membantu terlaksananya program pelatihan serta pelaksanaan asesmen disekolah. Pihak-pihak dalam bidang akademis yang sering terlibat dalam hal ini seperti Universitas Negeri Yogyakarta jurusan Pendidikan Luar Biasa, Universitas Islam Sunan kalijaga, Universitas Gadjah Mada dan sebagainya. Pihak –pihak tersebut turut menjadi pembina akademik, kadangkala menjadi konsultan. Selain itu mereka juga sering menjadi narasumber dalam pelatihan inklusi khususnya asesmen. Hal tersebut menunjukkan jika Perguruan Tinggi berperan dalam program pelatihan asesmen, serta menjadi pembina akademik bagi Dinas Pendidikan. Pelaksanaan asesmen di sekolah inklusi sendiri Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Sleman menjalin kerja sama dengan lembaga kesehatan seperti Rumah Sakit, Puskesmas atau Dinas Kesehatan. Dikarenakan merekalah yang memiliki tolak ukur dalam melakukan asesmen, dan dipandang lebih berkompeten di bidang psikiologinya untuk dilakukan asesmen. Hal tersebut sesuai pernyataan bapak S pada wawancara tanggal 9 September 2016 sebagaimana berikut: 104 “Asesmen itukan penilaian, jadi kebijakannya diserahkan kelembaga yang profesional. DIKPORA Sleman atau sekolah itu menjalin kerja sama dengan mitra kerja seperti Puskesmas, RS, atau Psikolog, sekolah menjalin kerja sama dengan instansi terkait seperti instansi kesehatan tersebut. Dan pelatihan hanya di penguatan SDM-nya, jadi lebih ke pendekatannya, oh anak itu harus diasesmen dahululu. Jadi dia itu kekhususnanya itu dibidang apa, nanti penanaganan nya seperti apa akan lebih mudah nanti ditanganinya” Pemberian pelatihan dilakukan untuk memberikan bekal pengetahuan tentang pengelolaan asesmen, kelemahan yang dimiliki, serta penangananya. Hal tersebut penting karena, keahlian sekolah untuk ke PLB-an masih kurang, mereka tidak bisa termasuk didalamnya standar tes pengukuran psikologi. Selain memberikan pelatihan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga mengupayakan untuk dapat menjalin kerjasama dengan pihak profesional dalam bidang kesehatan untuk mendukung terlaksananya asesmen disekolah inklusi. Pihak yang terlibat dalam pelaksanaan asesmen ABK kebanyakan dari Puskesmas di tiap Kecamatan. Puskesmas dianggap mempunyai jarak yang tidak terlalu jauh dengan keberadaan sekolah- sekolah inklusi di Kabupaten Sleman, dibandngkan dengan Rumah Sakit yang cenderung terpusat di Kota. Persebaran Puskesmas sendiri saat ini dirasa masih minim yang mempunyai pakar psikologinya. Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Kurikulum Siswa Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Sleman, keberadaan Puskesmas di Sleman sekitar 27 puskesmas, dari 27 itu separuh lebih terdapat pakar psikolognya sekitar 15 orang yang dianggap mampu untuk melakukan asesmen. Sehingga 105 pemenuhan Puskesmas sebagai pelaksanaa asesmen masih belum mencukupi, jikalau menggunakan jasa Rumah Sakit tentu membutuhkan biaya yang lebih besar dibandingkan Puskesmas. Oleh karena itu Sleman berupaya untuk memenuhi Puskesmas dengan psikolog yang profesional, sehingga jikalaua ada anak yang perlu asesmen tidak perlu menuju ke RSUD. Hal tersebut dapat memperpendek alur pengelolaannya. 3. Membentuk Lembaga Khusus Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Provinsi DIY telah membentuk Resource Center Pusat Sumber dan Sub Pusat Sumber disetiap kabupaten kota. Pusat Sumber ini merupakan lembaga non struktural yang bersifat ad hoc yang bertanggung jawab kepada Gubernur melalui Kepala SKPD yang mempunyai tugas pokok di bidang pendidikan inklusif. Berdasarkan Peraturan Gubernur DIY No. 41 tentang Pusat Sumber dan Surat Keputusan Gubernur DIY No. 91 Kep tahun 2015 tentang Pembentukan Anggota Pusat Sumber Pendidikan Inklusif. Pusat Sumber bertugas melaksanakan koordinasi, fasilitasi, penguatan, dan pendampingan pelaksanaan sistem dukungan penyelenggaraan pendidikan inklusi. Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Provinsi DIY juga membentuk Sub Pusat Sumber disetiap Kabupaten Kota sesuai Surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga DIY No. 0131 Tahun 2013 tentang Pembentukan Sub Pusat Sumber di DIY. Hal tersebut sesuai pernyataan dari Bapak P pada wawancara tanggal 6 September 2016 : 106 “ Kalau pusat sumber itu ada di SLB N 2 Yogyakarta berdasarkan SK Gubernur, kalau disetiap kabupaten itu namanya sub pusat sumber dan pembentukannya dari SK Kepala Dinas. Jadi dibawah pusat sumber itu ada sub pusat sumber, itu ada di masing kabupaten kota, kebanyakan SLB yang ditunjuk SLB Negeri, jadi kalo sub pusat sumber yang dikabupaten kota itu biasanya negeri tapi kalau yang kekhususan, seperti autis ada yang swasta juga.” Pendapat tersebut diperkuat dengan pernyataan dari Bapak S pada wawancara tanggal 9 September 2016 : “Ada, pusat sumber yang di Kabupaten itu ada di beberapa SLB namanya RC resource center sudah ada sejak tahun 2013. Surat pemutusannya ada di DIKDAS PLB Dinas Provinsi. SLB itu dipilih yang mampu sebagai menjadi pusat rujukan artinya kalo ada permasalahan bisa menjadi sumber pertanyaan informasi, atau konsultan bagi sekolah inklusi mas” Hal tersebut menunjukkan jika Dinas Pendidikan terkait telah berupaya untuk memberikan fasiltas untuk mendukung pendidikan inklusi atau sebagai rujukan jika sekolah mengalami permasalahan. Hal tersebut perlu agar penanangan ABK di sekolah dapat efektif. Pusat Sumber dan Sub pusat sumber ini juga dapat membantu melaksanakan asesmen bagi ABK. Secara fungsional, tugas dari Sub Pusat Sumber tersebut adalah sebagai berikut: Menjalin kemitraan dengan Dinas Pendidikan Kabupaten Kota, sekolah penyelenggara pendidikan inklusi, dan atau lembaga lain yang bergiat dalam penyelenggaraan pendidikan inklusi di masing wilayah Menyediakan layanan pendidikan khusus bagi sekolah inklusi Menyediakan layanan asesmen fungsional dan akademik 107 Menyediakan layanan konsultasi

e. Pengelolaan Asesmen Anak Berkebutuhan Khusus di SD Negeri

Dokumen yang terkait

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSI BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA) (Studi Kasus di Sekolah Inklusi SMA Negeri 10 Surabaya)

2 11 20

PENGELOLAAN PEMBELAJARAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SEKOLAH DASAR PENYELENGGARA PENDIDIKAN INKLUSIF Pengelolaan Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus Di Sekolah Dasar Penyelenggara Pendidikan Inklusif Sekolah Dasar Negeri Iii Giriwono Wonogiri.

0 5 21

PENGELOLAAN PEMBELAJARAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SEKOLAH DASAR PENYELENGGARA PENDIDIKAN INKLUSIF Pengelolaan Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus Di Sekolah Dasar Penyelenggara Pendidikan Inklusif Sekolah Dasar Negeri Iii Giriwono Wonogiri.

0 2 13

PENGELOLAAN PENDIDIKAN KARAKTER ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (INKLUSI) LAMBAT BELAJAR DI SDN 2 SRAGEN Pengelolaan Pendidikan Karakter Anak Berkebutuhan Khusus (Inklusi) Lambat Belajar Di SDN 2 Sragen Tahun Pelajaran 2013/2014.

0 4 12

PENGELOLAAN PENDIDIKAN KARAKTER ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (INKLUSI) Pengelolaan Pendidikan Karakter Anak Berkebutuhan Khusus (Inklusi) Lambat Belajar Di SDN 2 Sragen Tahun Pelajaran 2013/2014.

0 3 15

PROGRAM PENDIDIKAN INKLUSI UNTUK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SEKOLAH ALAM BANDUNG.

0 2 38

PENGELOLAAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI OLAHRAGA DAN KESEHATAN BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS PADA Pengelolaan Pembelajaran Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan Bagi Anak Berkebutuhan Khusus Pada Sekolah Dasar Penyelenggara Program Inklusi Di Kab

0 0 19

Pengembangan Buku Panduan Pendidikan Keterampilan Kompensatoris untuk Anak Berkebutuhan Khusus di Sekolah Inklusi.

0 1 1

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENDIDIKAN KESEHATAN REPRODUKSI PADA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SEKOLAH LUAR BIASA KOTA YOGYAKARTA.

0 1 261

PARTISIPASI LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT (LSM) PENDIDIKAN DALAM PERUMUSAN KEBIJAKAN PENDIDIKAN DI DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA (DIKPORA) DIY.

0 1 107