Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

Uraian dalam bab ini terdiri dari latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, spesifikasi produk dan definisi operasional.

1.1 Latar Belakang Masalah

IPA merupakan kumpulan pengetahuan yang sistematis, penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam. Sesuai pengertian IPA, maka pembelajaran IPA di SD selain mengajarkan tentang fakta-fakta, konsep-konsep dan prinsip-prinsip tentang alam, IPA juga mengajarkan metode memecahkan masalah, melatih berpikir kritis dan mengambil kesimpulan, objektif, bekerja sama dan menghargai pendapat orang lain Samatowa dalam Trianto, 2012: 11- 12. Pada pengertian tersebut, jelas dikatakan bahwa pembelajaran IPA bukan semata-mata menghafal informasi atau mengingat dan menimbun informasi, akan tetapi siswa juga perlu memahami informasi yang diperoleh dan menghubungkan pada kehidupan sehari-hari Susanto dalam Trianto, 2012: 166. Selain itu, IPA untuk anak-anak SD dirancang sesuai dengan tahap perkembangan anak supaya anak-anak dapat mempelajarinya. Ide-ide serta konsep-konsep harus disederhanakan supaya sesuai dengan kemampuan anak untuk memahaminya Iskandar, 2001: 2. Ruang lingkup belajar IPA di SD meliputi 1 m akhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan ; 2 bendamateri, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas; 3 e nergi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 2 panas, magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana; dan 4 b umi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya. Salah satu Kompetensi Dasar KD yang harus dikuasai oleh siswa SD kelas II adalah mengenal bagian utama tubuh hewan dan tumbuhan, di sekitar rumah dan sekolah melalui pengamatan. Materi bagian-bagian tubuh hewan dan tumbuhan tersebut meliputi ciri-ciri utama hewan dan tumbuhan serta kegunaan bagian-bagian tubuh hewan dan tumbuhan. Salah satu materi yang diajarkan berdasarkan KD tersebut adalah bagian tubuh hewan dan kegunaan bagian- bagiannya. Peneliti memilih materi bagian-bagian tubuh hewan dan kegunaannya karena hewan merupakan makhluk hidup yang perlu dijaga dan dilestarikan. Dengan mengenalkan bagian-bagian hewan dan kegunaannya diharapkan siswa dapat mencintai dan turut serta melestarikan atau merawat hewan sebagai sesama makhluk hidup. Selain itu, peneliti memilih katak sebagai hewan yang diamati dan dipelajari, karena hewan ini banyak dijumpai di lingkungan sekitar, memiliki keunikan yaitu dapat hidup di air maupun di darat, serta merupakan pengembangan dari parts of a frog puzzle media pembelajaran berbasis metode Montessori. Meskipun katak merupakan hewan yang mudah ditemukan, namun struktur tubuhnya sulit untuk dibayangkan. Selain itu, materi bagian-bagian tubuh hewan dan kegunaannya cukup luas dan cukup rumit apabila hanya dihafalkan. Akan lebih baik apabila siswa diberi kesempatan untuk menggunakan alat-alat atau media belajar yang ada di lingkungannya dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari Samatowa, 2006: 11-12. Maka, dibutuhkan media pembelajaran yang dapat membantu siswa dalam memahami materi bagian-bagian 3 tubuh katak dan kegunaannya agar siswa benar-benar paham dan mengerti bagian- bagian beserta kegunaannya bukan hanya menghafal materi. Pada kenyataannya sering ditemui pembelajaran IPA dengan metode- metode yang kurang menggugah semangat siswa untuk belajar. Pembelajaran yang selama ini mereka terima hanyalah penonjolan tingkat hafalan dari sekian rentetan topik atau pokok bahasan, tetapi tidak diikuti dengan pemahaman atau pengertian yang mendalam, yang bisa diterapkan ketika mereka berhadapan dengan situasi baru dalam kehidupannya Muclish dalam Trianto, 2012: 40. Observasi yang dilakukan pada tanggal 1 Agustus 2016 di kelas II SD Kanisius Eksperimental Mangunan menunjukkan bahwa guru belum menggunakan media pembelajaran untuk menyampaikan materi pembelajaran IPA. Pada saat mempelajari materi bagian-bagian tubuh hewan dan kegunaannya, siswa terlihat bingung saat diminta menyebutkan bagian-bagiannya. Selain itu, guru menggunakan metode ceramah dan tanya jawab selama memberikan materi pembelajaran IPA. Pada saat menerima pembelajaran, siswa terlihat kurang aktif dan semangat dalam belajar. Sebagian siswa tidak memperhatikan penjelasan guru, ada yang sibuk menggambar sesuatu di kertas dan ada pula yang meletakkan kepala di atas meja. Saat mengerjakan tugas, banyak siswa yang masih bertanya dengan guru maupun melihat dan mencontoh pekerjaan milik teman. Berdasarkan hasil observasi tersebut, dapat disimpulkan bahwa siswa belum paham dengan materi bagian-bagian tubuh hewan dan kegunaannya yang disampaikan oleh guru. Selain melakukan observasi, peneliti juga melakukan wawancara. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru kelas II pada tanggal 13 November 4 2016, dari 24 siswa kelas II, sebanyak 65 mendapatkan nilai harian di bawah 70 pada mata pelajaran IPA. Guru menyampaikan bahwa salah satu materi yang sulit dipahami siswa adalah materi bagian-bagian tubuh hewan dan kegunaannya. Pada saat melakukan wawancara dengan siswa, siswa juga mengatakan kesulitan dalam mengingat dan memahami materi. Hal ini dikarenakan siswa belum paham betul bentuk dari bagian hewan yang dimaksud. Guru menyadari bahwa dalam menyampaikan materi bagian-bagian tubuh hewan dibutuhkan media konkret yang dapat membantu siswa dalam mengenal bagian. Melalui analisis kebutuhan, baik guru maupun siswa menyadari bahwa hal yang dapat mengatasi kesulitan yang dihadapi guru maupun siswa adalah penggunaan media pembelajaran yang konkret. Media pembelajaran dinilai dapat membantu siswa memperoleh pengalaman langsung, sehingga memudahkan siswa memahami materi dan menyimpulkan sendiri materi yang dipelajari. Akan tetapi jumlah media pembelajaran yang dimiliki sekolah hanyalah satu, yaitu berupa gambar katak yang berukuran 22 cm x 30 cm dan terlihat sangat kecil apabila diperuntukkan untuk proses belajar mengajar di kelas. Maka, dibutuhkan media pembelajaran bagian-bagian tubuh katak dan kegunaannya yang konkret yang dapat membantu siswa dalam memahami materi. Tahapan perkembangan menurut Piaget Crain, 2007: 17 usia kelas II SD atau pada usia 7 sampai 11 tahun berada pada tahapan operasional konkret. Pada tahapan operasional konkret anak sudah dapat berpikir secara sistematis, namun masih terbatas pada objek-objek atau benda-benda yang konkret dan aktivitas yang nyata. Maria Montessori Lillard, 1996: 44 juga menyatakan teori 5 perkembangan anak pada usia 7 sampai 12 tahun termasuk ke dalam tahap fanciulezza atau periode sensitif. Pada tahapan ini anak mampu berpikir secara menyeluruh, rasa ingin tahu yang besar, dan lebih bisa menerima informasi dari benda-benda yang konkret atau nyata. Anak dapat memecahkan permasalahan yang kompleks selama permasalahan tersebut konkret dan tidak abstrak Hergenhahn Olson, 2010: 320. Pada tahap operasional konkret, proses pemikirannya diarahkan pada kejadian nyata yang diamati oleh anak. Berdasarkan uraian tersebut, penggunaan media pembelajaran berupa benda-benda konkret sangat diperlukan bagi siswa yang berada pada tahapan operasional konkret. Salah satu metode yang menggunakan media pembelajaran pada pembelajarannya adalah metode Montessori. Metode Montessori merupakan metode pembelajaran yang diterapkan untuk anak-anak usia SD yang menekankan pembelajaran dengan bermain Sudono, 2010: 2. Pendidikan Montessori memiliki delapan prinsip yaitu 1 keleluasaan dalam bergerak untuk meningkatkan pembelajaran, 2 kebebasan dalam mempersiapkan lingkungan belajar, 3 ketertarikan dalam belajar, 4 menghindari penghargaan ekstrinsik, 5 pembelajaran dengan dan dari teman sebaya, 6 pembelajaran dalam konteks, 7 pentingnya gaya interaksi guru dengan siswa, 8 keteraturan lingkungan dan pikiran Liliard, 2005: 29-33. Media pembelajaran dalam Montessori telah didesain sesuai dengan kebutuhan pada setiap jenjangnya dan memiliki ciri-ciri yaitu, 1 menarik, 2 bergradasi, 3 auto-correction, 4 auto-education Montessori, 2002: 170-174. Berdasarkan hal tersebut maka dari penerapan metode Montessori dalam pembelajaran selalu 6 berkaitan dengan media pembelajaran. Media pembelajaran Montessori dirancang sesuai dengan kebutuhan anak, baik secara kognitif maupun secara fisik. Secara kognitif media pembelajaran dikembangkan untuk membuat materi pembelajaran lebih nyata, sedangkan secara fisik sesuai dengan kondisi fisik anak usia SD Magini, 2013: 46-50. Media pembelajaran merupakan peralatan fisik yang berguna untuk menyempurnakan isi pembelajaran atau membawa pesan untuk suatu tujuan pembelajaran Anitah, 2009: 4-5. Dalam pembelajaran IPA, media pembelajaran juga merupakan komponen yang penting. Tridianto Trianto, 2012: 143 mengemukakan bahwa penting dikembangkan suatu media pembelajaran IPA yang melibatkan siswa secara aktif dalam kegiatan pembelajaran untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-idenya. Media pembelajaran membuat siswa lebih paham dalam memahami suatu materi pembelajaran IPA. Selain itu, media pembelajaran dinilai mampu menarik minat belajar siswa dan pemahaman siswa. Hal ini dapat dibuktikan dengan hasil kuesioner analisis kebutuhan, bahwa guru setuju bahwa penggunaan media pembelajaran dapat membantu siswa dalam memahami konsep dalam mata pelajaran IPA. Selain itu, lima belas siswa atau 100 siswa juga menyetujui bahwa media pembelajaran dapat membantu dalam memahami materi IPA. Pendapat guru dan siswa tersebut menjadi pertimbangan peneliti dalam membuat media pembelajaran. Ananti 2014, Pertiwi 2015, dan Hardiyanti 2016 juga pernah melakukan penelitian dan pengembangan sesuai dengan ciri-ciri media pembelajaran berbasis metode Montessori, yaitu menarik, bergradasi, auto-correction, dan auto-education pada mata pelajaran Matematika 7 dan IPS. Berdasarkan ketiga penelitian dan pengembangan tersebut, menunjukkan adanya peningkatan pada hasil pretest ke posttest setelah menggunakan media pembelajaran Montessori. Berdasarkan permasalahan mengenai metode pembelajaran pada mata pelajaran IPA, kebutuhan media pembelajaran dan hasil penelitian mengenai Metode Montessori yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada paparan di atas, peneliti terdorong untuk melakukan penelitian dan pengembangan Research and Development pada mata pelajaran IPA yang sebelumnya penelitian ini belum pernah dilakukan. Peneliti melakukan penelitian dan pengembangan media pembelajaran pada materi bagian-bagian tubuh hewan dan kegunaannya, khususnya bagian-bagian tubuh katak dan kegunaannya untuk kelas II. Media pembelajaran tersebut dikembangkan berdasarkan media pembelajaran berbasis metode Montessori dengan memperhatikan lima ciri, yaitu menarik bergradasi, auto-education, auto-correction, dan kontekstual. Penelitian ini dibatasi pada tahapan menghasilkan produk media pembelajaran IPA yang diujikan secara ilmiah kepada ahli dan melalui uji coba lapangan terbatas.

1.2 Rumusan Masalah