167
M: Terima kasih, terima kasih. Kemudian giliran berikutnya saya persilakan
Bapak JK, mohon maaf, saya persilakan Bapak Hatta Rajasa untuk bertanya kembali kepada Bapak JK dalam waktu dua menit. Dua menit mulai sekarang.
HR: Terima kasih. Pertanyaan yang simple saja, Bapak JK. Saya membaca di
dalam visi misi Bapak JK dan Pak Jokowi, itu memang tidak lagi memperhitungkan atau menolak ujian nasional.
Ini suatu perkembangan menurut saya yang cukup menarik. Karena saya tahu waktu kita sama-sama di KIB Bapaklah promotor utama untuk Ujian Nasional.
Apakah ada suatu perubahan di Pak JK? Kalau ada perubahan, kira-kira, hal apa yang salah dalam sistem Ujian Nasional kita? Terima kasih, Pak JK.
M: Terima kasih, mohon segera untuk langsung saja ditanggapi, mmm menjawab.
Mohon untuk langsung dijawab dalam waktu dua menit, sekarang.
JK: Pak Hatta, kalau Anda baca betul-betul tentang visi misi kami, bunyinya
adalah “Akan dievaluasi sistem pendidikan, seperti kurikulum dan juga akan dievaluasi
Ujian Nasional”.
Evaluasi, evaluasi itu boleh diperbaiki sistemnya, boleh bobotnya, boleh apapun. Tapi evaluasi tidak menghilangkannya dalam segera gitu.
Jadi evaluasi, contohnya saja, dulu, soal hanya satu. Kemudian karena orang suka nyontek dibagikan dua. Sekarang, soalnya 20 satu kelas.
Dulu, bobotnya 100 Ujian Nasional. Untuk urusan sekarang, bobotnya cuma 60, 40 ke daerah. Jadi didaerahkan. Tadi, pertanyaan Ibu, bagaimana
kesenjangan pendidikan di daerah-daerah luar biasa. Tidak mungkin kita perbaiki kesenjangan itu kalau tidak ada pemetaan. Pemetaan.
Dan pemetaan tidak mungkin diketahui apabila tidak ada Ujian Nasional. Dan Ujian nasional itu merupakan sejarah lama. Bukan hanya sekarang, tahun 50-an
sudah ada Ujian Nasional, tahun 60-an ada, tahun 80-an ada. Di negara-negara maju
semua Ujian
Nasional. Jadi, kesimpulannya, kurikulum, Ujian Nasional semuanya secara bertahap selalu
dievaluasi sesuai dengan waktunya. Evaluasi. Nah, itu maknanya untuk memenuhi tadi ibu, bahwa ada teori kesenjangan
nasional, sehingga kesenjangan itu di atasi dengan pengetahuan dan pemetaan. Tanpa itu tidak mungkin kita atasi kesenjangan pendidikan nasional. Itu
masalahnya.
M: Terima kasih. Mohon Bapak Hatta Rajasa untuk menanggapi jawaban yang
telah disampaikan Bapak Jusuf Kalla, disela oleh HR mulai sekarang.
HR: Terima kasih, Pak JK penjelasannya. Tapi saya belum puas karena apa yang
dievaluasi, dan kalau membaca itu runtun memang yang ditolak itu adalah penyeragaman, penyamarataan.
168 Sistem Ujian Nasional kita itu tidak sekedar indikator kelulusan, tapi juga
indikator kompetensi daerah. Sehingga kita bisa mengukur, berapa jauh daerah memiliki kualifikasi, memiliki kualitas.
Nah, tentu para pakar-pakar pendidikan kita sudah memperhitungkan, menggabungkan, antara standar nasional dan memperhitungkan standar yang
berlaku di daerah. Kalau Pak JK ingin melakukan evaluasi, pada sisi apanya? Karena menurut pandangan kami, tiga kompetensi akan dihasilkan apabila sistem
ini kita
konsisten kita
jalankan. Yang pertama tentu kompetensi knowledge, yang kedua itu kompetensi skill, dan
yang ketiga tentu adalah kompetensi atitude. Dan tiga ini, tentu attitude-nya attitude Republik Indonesia.
Jangan nanti kita justru tidak memiliki suatu identity karena sistem kita yang tidak menganut kepada satu, katakanlah, perpaduan antara nasional dan daerah tersebut.
Pertanyaan saya adalah, bagaimana yang dievaluasi pada sisi apanya? Terima kasih.
M: Bapak Jusuf Kalla mohon untuk menanggapi tanggapan tersebut dalam waktu