136
nantinya orang bisa terus-terusan salah kaprah mengartikan pahlawan. Mereka yang bermimpi jadi pahlawan akan selalu merindukan datangnya perang, padahal
menyelesaikan persoalan dengan menyelenggarakan peperangan sudah jadi mode yang kaduluwarsa. Sudah usang. Nggak jamannya lagi. Itu hanya lahir dari
kumpulan mahluk yang menjunjung budaya kekerasan. Mana ada sih masyarakat sipil yang memuliakan kekerasan kecuali kecu, gali, preman, bromocorah, gentho
dan sebangsanya?
Mungkin karena itulah, tempo hari beberapa anak muda Bandung masih merasa perlu mem-baiat warga genk-nya dengan cara gebuk-gebukan. Kekerasan
dijadikan cara berbahasa dan keharusan yang musti dilewati. Sekolah tinggi pamong praja yang mendidik calon camat juga setali tiga uang. Mendidik dengan
tendangan dan jotosan. Kita seakan-akan lupa bahwa masyarakat sipil sudah berhasil mencatatkan prestasinya, yaitu menciptakan perdamaian di Aceh.
Dengan kelembutan sebuah persoalan gawat bisa terselesaikan dengan apik. Justru melalui dialog, melalui ketulusan yang bersumber dari keikhlasan hati
nurani, Aceh yang sebelumnya hanya diwarnai dar-der-dor berhasil menyelamatkan diri tetap sebagai bagian dari NKRI.
Jika nilai kepahlawanan boleh dimaknai sebagai ikhtiar memuliakan kehidupan dengan kesediaan diri menjadi tumbalnya, maka siapa saja kelak
boleh mendapatkan kapling di pusaranya para pahlawan. Bukan hanya para pembunuh yang terampil menggunakan bedil.
Guru, seniman, pengusaha, tukang becak, tukang pijat, wakil rakyat, bakul jamu, insinyur, tukang ojek, pelawak, dokter, penyair, dosen, wartawan,
aparat hukum dan profesi apapun – kalian juga punya potensi jadi pahlawan. “Khusus untuk aparat hukum, kalian akan jadi pahlawan, asalkan mulai
hari ini kalian benar-benar kapok memperdagangkan pasal-pasal hukum,” sergah Mas Celathu buru-buru tanpa bermaksud bercanda.
Analisis 1. Tindak Tutur dalam Tuturan ekspresif
a. Tindak Tuturan ilokusi
• “ Masyarakat sedikit punya nyali. Biarpun oleh guru bangsa
Gus Dur masih digolongkan berdemokrasi setingkat taman kanak-kanak.70
Maksud penutur
: penutur bermaksud masyarakat sekarang ini sudah mempunyai keberanian dalam berdemokrasi meskipun
oleg Gus Dur dikatakan masih setingkat dengan anak TK. b.
Tindak Tutur Perlokusi • “ Betapa pun terkadang masih ada yang sekedar waton sulaya,
waton ngamuk lantaran kepentingannya terganggu. Haruslah
137
semua itu diartikan sebagai tabungan untuk membangun kehidupan yang lebih baik.71
Maksud penutur: penutur bermaksud bahwa walaupun masih
ada yang masih putus asa tetapi penutur mendorong agar semua itu diartikan sebagai bekal untuk membangun masa depan yang
lebih baik.
c. Tindak Tutur Langsung
• “Saya setuju bikin tumpeng, asalkan lauk pendampingnya tongseng kambing,”
kata Mas elathu sambil menghembuskan
asap rokok kesekian ratus kalinya.72 Maksud penutur
: penutur menginformasikan bahwa menyetujui kalau buat nasi tumpeng yang lauk pendampingnya
tongseng kambing.
d. Tindak Tutur Tidak Langsung
• “ Tapi, sampai hari ini kok belum tampak usaha serius menfasir kembali arti pahlawan dan kepahlawanan ya?73
Maksud penutur : penutur secara tidak langsung
mengungkapkan ati kepahlawanan yang sampai sekarang ini belum ada usaha serius tentang arti pahlawan itu sebenarnya.
• “Dan itu tentu saja, hanya bisa dilakukan oleh mereka yang
mengandalkan kekuatan fisik. Maka siapa lagi kalau bukan tentara, dan preman yang berhak menyandang gelar
itu?74
Maksud penutur : peutur secara tidak langsung mengutarakan
siapa lagi kalau bukan tentara dan preman yang dijuluki sebagai pahlawan yang mengandalkan kekuatan fisik.
e. Tindak Tutur Harfiah
• “ Soalnya, selama ini yang diketahui dari dogeng-dongeng masa lalu, yang namanya pahlawan itu adalah hanya mereka yang
berbaring dipusara Taman Makam Pahlawan”.75 Maksud penutur
: arti pahlawan dalam tuturan diatas yaitu orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanan di
dalam membela negara. • “ Lebih baik berkembang dengan sedikit belepotan, katimbang
sama sekali macet menjadi bonsai. Tambah usia , tapi tetap cebol dalam berdemokrasi.76
Maksud penutur : arti kata bonsai bukanlah arti yang
sebenarnya tetapi merupakan ungkapan yang mengartikan bahwa dalam hal bedemokrasi pemikiran manusia janganlah
seperti bonsai yang kerdil dalam hal pemikiran.
2. Fungsi Pragmatis Tuturan Ekspresif a.
Fungsi Ekspresif Mengkritik • “Sementara mereka yang berjuang dengan kecerdasan otak
atau dengan ketulusan pengabdian mendadani dan
138
menyelamatkan kehidupan, belum bisa dinobatkan sebagai pahlawan77
Maksud penutur : penutur mengkritik gelar pahlawan hanya
untuk mereka yang berjuang dengan kekuatan fisik saja sementara mereka yang berjuang dengan kekuatan otak belum
dapat dikatakan sebagai pahlawan.
• “ Khusus untuk aparat hukum, kalian akan jadi pahlawan,
asalkan mulai hari ini kalian bener-bener kapok memperdagangkan pasal-pasal hukum.78
Maksud penutur: p enutur mengkritik para apatrat hukum
yang selalu tidak adil dalam menangani soal hukum.
b. Fungsi Ekspresif Menyalahkan