Tindak Tutur Harfiah Tindak Tutur Tidak Harfiah Fungsi Ekspresif Mengeluh

180

d. Tindak Tutur Tidak Langsung

• “Sebagai manusia saya benar-benar tersinggung dengan kebijaksanaan itu. Mosok kita dibinatangkan? Tiba-tiba Mas Celathu nyerocos menumpahkan gregetannya.173 Maksud penutur : penutur secara tidak langsung merasa terhina atas suatu kebijaksanaan yang menyatakan bahwa rakyat dianggap seperti binatang. • “ Sekarang kan zaman kan sudah berubah. Sudah reformasi. Lha kok kesan menakutkan masih dipelihara. Gimana ta ini?” gugat Mas Celathu.174 Maksud penutur : penutur secara tidak langsung mempertanyakan mengenai soal nyali rakyat yang masih ciut, zaman reformasi tapi rakyat masih terkesan takut. • “ ayo, diminum dulu. Marah ya marah, tapi hati harus tetep dingin.175 Maksud penutur: penutur secara tidak langsung memerintah agar mitra tutur melakukan apa yang disuruh oleh mitra tutur yaitu minum dulu biar emosinya dapat terkendali.

e. Tindak Tutur Harfiah

• “ Jika anda tak ingin berdusta, pastilah anda sudah hafal kisah Kancil Nyolong Timun.176 Maksud penutur :arti kata kancil mempunyai makna yang sebenarnya yaitu binatang pemakan tanaman yang cepat larinya, berbadan langsing, kaki depan pendek daripada kaki belakang. • “Sebagai orang yang ingin menghormati polisi, sulit baginya menerima dasar pikiran atas terselenggarakannya patung memedi itu.177 Maksud penutur : polisi dalam tuturan di atas mempunyai makna arti sebenarnya yaitu: badan pemerintah yang bertugas memelihara keamanan dan ketertiban umum.

f. Tindak Tutur Tidak Harfiah

“ Kalau sekarang ini nyatanya tak sedikit “kancil-kancil” berpangkat dan berdasi pada nyemplung bui, tentu bukannya mereka tak pernah mendengar fabel kancil ini.178 Maksud penutur : Makna kancil-kancil dalam tuturan di atas merupaka suatu ungkapan yang artinya suatu sifat orang yang licik.

2. Fungsi Pragmatis Tuturan Ekspresif a.

Fungsi Ekspresif Menyindir • “ Rupanya leluhur kita memang tidak suka kekerasan. Kalau sekarang ini nyatanya tak sedikit” kancil-kancil” berpangkat dan berdasi pada nyemplung bui, tentu bukannya mereka tak pernah mendengar fabel kancil ini.179 181 Maksud penutur: penutur bermaksud menyindir para pejabat yang akhirnya masuk penjara karena ketahuan curang dalam melaksanakan tugasnya.

b. Fungsi Ekspresif Mengeluh

• “ Memangnya kita ini dianggap kancil yang gampang dikibuli. Katanya polisi itu sahabat rakyat, tapi kok mencritakan diri jadi memedi,” Mas Celathu masih meneruskan omelannya.180 Maksud penutur :penutur mengeluhkan sikap para aparat hukum yang mencitrakan diri jadi patung memedi yang secara tidak langsung menghina rakyat.

3. Kemungkinan Efek yang Timbul dalam Tuturan Ekspresif a.

Efek Menghina • Saya ingin marah, tapi nggak tahu musti dialamatkan kemana.Sebagai manusia saya benar-benar tersinggung dengan kebijaksanaan itu. Mosok kita dibinatangkan?” tiba-tiba Mas Celathu nyerocos.181 Maksud penutur: penutur merasa terhina atas kebijaksanaan yang telah diungkapkan yaitu rakyat diibaratkan seperti layaknya binatang. • “Itu, lho patung-patung polisi di jalanan. Setiap melihat patung itu saya betul-betul terhina. Memang kita ini dianggap kancil yang mudah dikibuli.182 Maksud penutur: penutur merasa terhina karena merasa seperti binatang yang mudah saja di bohongi atas kebijaksanaan pemerintah. • “ Patung-patung itu akan diberhalakan sebagai protes. Atau dilempari uang recehan sebagai penghinaan,” Nih jatah kamu Cuma recehan”183 Maksud penutur :penutur bermaksud menyindir aparat hukum jika mereka mencritakan diri sebagai patung memedi, mereka akan dilempari uang recehan, hal tersebut akan menimbulkan efek terhina bagi aparat hukum yaitu polisi. 182 No.Data: Sumber Data

15. Buku “Presiden Guyonan”

Risiko Pemimpin Ditengah keprihatinan bangsanya yang tengah memanen “prestasi”, yaitu berhasil meningkatkan jumlah orang mati karena kelaparan dan meningginya jumlah orang bunuh diri lantaran tekanan ekonomi, para pemimpin berbondong- bondong nonton film nasional. Nonton rame-rame dan diliput media massa. Semua orang jadi tahu, di gedung bioskop para pemimpin sedang cari hiburan. Mas Celathu tidak tahu musti bagaimana. Apakah ikut gembira karena para pemimpin mulai peduli dan apresiatif atas kerja kebudayaan? Atau malah bersedih, kok ya tega-teganya para pemimpin pada tebar pesona pamer air mata, sementara untuk keterpurukan nasib rakyatnya mereka pelit mencucurkan air mata? “Mbok ya jangan sinis begitu. Sampeyan kan pemah bilang; pemimpin kan juga manusia. Apa salahnya mereka nonton film. Toh mereka saban hari sudah bekerja keras. Boleh dong istirahat, buang penat cari hiburan?” ujar Mbakyu Celathu ketika mendengar celoteh sinis suaminya. “Memang nggak ada yang salah, kalau peristiwa nonton film itu juga diperlakukan sebagai peristiwa biasa. Nggak usah diliput media massa. Nggak usah diikuti protokol kenegaraan. Begitu diliput dan protokoler, jadinya sangart politis. Gampang dicurigai sedang tebar pesona,” sergah Mas Celathu sengit. Menonton film memang bukan tindakan yang keliru. Mas Celathu yang sesekali mengecerkan seni aktingnya dengan ikutan main film, diam-diam merasa korps-nya mendapat kehormatan. Bayangkan, di-priksani Pak Presiden Iho. Nggak main-main itu. Film sebagai ekspresi kesenian sanggup merebut waktu dan perhatian orang nomer satu yang super sibuk. Apa nggak dahsyat? Presiden Iho, presiden Iho.... Dalam hati Mas Celathu memuji, betapa para pemimpin benar-benar sedang memperhatikan nasib kebudayaan, induk dari ekspresi para sineas pembuat film itu. Artinya, dengan begitu hasil-hasil kerja kebudayaan seperti kesenian, filsafat dan pendidikan akan memperoleh kedudukan yang layak dan pantas dibanggakan. Dan betapa membahagiakan jika nantinya perspektif kebudayaan akan dijadikan pertimbangan untuk mengambil keputusan. Bukan hanya didasarkan pertimbangan politik dan ekonomi semata-mata. Wuah, pastilah nanti fasilitas untuk berkembangannya kebudayaan akan lebih diperhatikan dengan anggaran yang lebih longgar. Komitmen dan kesadaran akan pentingnya kebudayaan dalam membangun kehidupan, bukannya tidak disadari oleh para pemimpin. Bukankah di masa kampanye Pak SBY menjanjikan akan ada Menteri Kebudayaan? Dahsyat, ta? Bahwa nyatanya sekarang janji itu tidak kunjung 183 diwujudkan, kita pun maklum. Karena janji kampanye memang seperti perut kembung yang bisa menghasilkan bunyi nyaring: duuuutttt Yah, begitulah risikonya jadi pejabat publik. Hanya nonton film saja jadi perkara. Begird salah, begitu keliru. Setiap langkah selalu dipandang dengan kecurigaan. Terutama jika tindakan itu tidak tergolong dalam domain tugas seorang pemimpin. Selama ini, sebagaimana dicitrakan protokol kenegaraan, tugas pemimpin itu ya sidang kabinet, rapat, pidato, menerima tamu negara, memimpin upacara, memarahi dan memecat bawahan yang bego, dan - ini yang utama - kesana kemari dikawal nguing-nguing dan bikin macet jalanan. Rakyat belum terlatih melihat keniscayaan bahwa pemimpin juga manusia biasa, dan tentunya mempunyai kewajiban sosial yang tidak beda dengan umumnya rakyat kecil. Semua ini bisa terjadi, mungkin salah satunya karena kecenderungan petugas protokol yang selalu meng-hadirkan citra angker bagi para pemimpin bangsa. Para pejabat daerah atau pengurus organisasi yang bakal menerima kunjungan presiden atau wakilnya, pastilah sudah mencicipi betapa over aktingnya petugas-petugas itu. Aturan dan tatanan protokoler seperti didesain untuk menjauhkan para pemimpin dari rakyatnya. Belum lagi urusan pembiayaan untuk kepentingan ini dan itu. Ada yang wajar, ada yang kelewatan. Para petugas protokoler tinggal perintah dan musti dilaksanakan oleh tuan rumah. Dan ujung-ujungnya sang tuan rumah tinggal garuk-garuk kepala karena harus menanggung tagihan pembelanjaan yang melejit. Pikir Mas Celathu, Analisis 1. Tindak Tutur dalam Tuturan Ekspresif

a. Tindak Tutur ilokusi

Dokumen yang terkait

TINDAK TUTUR DIREKTIF DAN EKSPRESIF PADA WACANA RUBRIK KRIIING SURAT KABAR SOLOPOS Tindak Tutur Direktif Dan Ekspresif Pada Wacana Rubrik Kriiing Surat Kabar Solopos Edisi April 2015.

0 4 29

TINDAK TUTUR DIREKTIF DAN EKSPRESIF PADA WACANA RUBRIK KRIIING SURAT KABAR SOLOPOS Tindak Tutur Direktif Dan Ekspresif Pada Wacana Rubrik Kriiing Surat Kabar Solopos Edisi April 2015.

1 3 15

TINDAK TUTUR EKSPRESIF DALAM SLOGAN DI WILAYAH KOTA SURAKARTA Tindak Tutur Ekspresif Dalam Slogan Di Wilayah Kota Surakarta.

0 2 16

TINDAK TUTUR EKSPRESIF DALAM SLOGAN DI WILAYAH KOTA SURAKARTA Tindak Tutur Ekspresif Dalam Slogan Di Wilayah Kota Surakarta.

0 0 14

TINDAK TUTUR DIREKTIF DAN EKSPRESIF PADA DIALOG FILM GIE TINDAK TUTUR DIREKTIF DAN EKSPRESIF PADA DIALOG FILM GIE SUTRADARA RIRI REZA.

0 2 13

ANALISIS TINDAK TUTUR DIREKTIF DAN EKSPRESIF PADA WACANA PIDATO PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SUSILO BAMBANG YUDHOYONO MASA JABATAN 2004-2009.

1 2 7

TINDAK TUTUR EKSPRESIF DALAM WACANA NONRESMI DI KALANGAN GURU SD KECAMATAN BANYUDONO KABUPATEN Tindak Tutur Ekspresif Dalam Wacana Nonresmi Di Kalangan Guru SD Kecamatan Banyudono Kabupaten Boyolali.

0 0 14

TINDAK TUTUR EKSPRESIF DALAM WACANA NONRESMI DI KALANGAN GURU SD KECAMATAN BANYUDONO KABUPATEN Tindak Tutur Ekspresif Dalam Wacana Nonresmi Di Kalangan Guru SD Kecamatan Banyudono Kabupaten Boyolali.

0 1 15

TINDAK TUTUR EKSPRESIF DAN STRATEGI KESANTUNAN DALAM RUBRIK “SORAK SUPORTER DAN UMPAN BALIK”.

0 0 16

Analisis Humor dalam Tindak Tutur di Ser

0 0 6