148
Potong Hewan RPH, walaupun masih terbatas pada kesehatan hewan sebelum dan sesudah dipotong dengan tarif Rp 4 000. Kemudian PERDA No 19 Tahun 2001
tentang Izin Usaha Hasil Pertanian Peternakan serta pungutan retribusi. Pungutan retribusi menyangkut retribusi pengeluaran termasuk penjualan ternak, terutama
pengeluaran ke luar daerah Sulawesi Utara Pemda Bolaang Mongondow, 2005. Tarif dan retribusi diatur berdasarkan PERDA provinsi Sulawesi Utara No 3
Tahun 2003. Besarnya keterangan pengeluaranpemasukan ternak adalah Rp 50 000 dan pengeluaranpemasukan bibit ternak aneka ternak adalah Rp 10 000. Sedangkan
keterangan pengeluaranpemasukan ternak potong Rp 25 000. Kenyataan di lapangan surat keterangan pengeluaran ternak sebesar Rp 10 000 rupiah dikenakan bagi
pembeli. Bagi rumahtangga petani peternak dikenakan Rp 10 000 per ekor setelah ternak sapi terjual dan Rp 2 000 per ekor setiap masuk pasar blantik. Dalam
penelitian ini disebut biaya administrasi dan biaya retribusi sebagai komponen biaya transaksi. Namun biaya retribusi belum diatur dalam PERDA provinsi Sulawesi Utara
No 3 Tahun 2003 tersebut Pemda SULUT, 2003.
5.2. Karakteristik Rumahtangga Petani Usaha Ternak Sapi-Tanaman
Karakteristik rumahtangga menyangkut karakteristik kepala keluarga maupun ibu rumahtangga di Kabupaten Minahasa dan Bolaang Mongondow. Karakteristik
rumahtangga petani peternak sapi tersebut dapat dilihat pada Tabel 10. Karakteristik rumahtangga sangat penting dipelajari karena dapat mempengaruhi perilaku ekonomi
rumahtangga, dengan kata lain karakteristik rumahtangga dapat mempengaruhi keputusan produksi dan keputusan konsumsi. Dalam pengambilan keputusan
149
produksi termasuk bagaimana keputusan mengalokasikan tenaga kerja untuk memperoleh pendapatan. Pendapatan yang diperoleh dialokasikan untuk pengeluaran
konsumsi rumahtangga baik konsumsi pangan maupun non pangan. Tabel 10. Karakteristik Rumahtangga Petani Usaha Ternak Sapi-Tanaman di
Minahasa dan Bolaang Mongondow
Karakteristik RT Minahasa
Bolaang Mongondow Rata-Rata Umur Tahun :
- Kepala Keluarga 49.00
44.88 - Ibu RT
46.00 41.38
Rata-rata Pendidikan Formal Tahun : - Kepala Keluarga
8.00 8.33
- Ibu RT 8.00
7.80 Pendidikan Non Formal
58.25 33.47
Rata-rata Pengalaman Usaha Tahun 20.00
14.93 Rata-rata Jumlah Anggota Keluarga Orang
4.00 3.42
Rata-rata Jumlah Anak Sekolah Orang 0.50
1.13 Rata-rata Jumlah Angkatan Kerja Orang
1.00 1.13
Dalam teori ekonomi rumahtangga, keputusan konsumsi mempengaruhi keputusan produksi, sebaliknya keputusan produksi mempengaruhi keputusan
konsumsi berkaitan dengan karakteristik rumahtangga. Apabila terjadi perubahan internal dalam rumahtangga dapat berdampak pada konsumsi yang menyebabkan
terjadi perubahan rasio konsumsi dan pekerja. Semakin tinggi konsumsi maka rasio tersebut semakin besar sehingga rumahtangga harus menambah waktu untuk bekerja
dan mendapatkan pendapatan. Implikasinya, rumahtangga yang mempunyai struktur demografi lebih besar membutuhkan waktu untuk bekerja lebih besar.
Hasil penelitian seperti terlihat pada Tabel 10 menunjukkan bahwa rata-rata umur petani peternak sapi sebagai kepala keluarga di Minahasa sebesar 49 tahun atau
150
berkisar antara 23 – 74 tahun. Rata-rata umur ini lebih besar dibanding rata-rata umur petani peternak sapi di Bolaang Mongondow yaitu sebesar 44.88 tahun atau berkisar
antara 24 – 72 tahun. Demikian pula rata-rata umur ibu rumahtangga di Minahasa yaitu 46 tahun, lebih besar rata-rata umur ibu rumahtangga di Bolaang Mongondow
yaitu sebesar 41.38 tahun. Namun berdasarkan hasil penelitian dapat dinyatakan bahwa sebagian besar petani peternak sapi di daerah penelitian masih dikategorikan
sebagai usia produktif. Tingkat pendidikan petani peternak sebagai kepala keluarga maupun ibu
rumahtangga di Minahasa mulai dari tidak tamat SD sampai dengan tamat Perguruan Tinggi dengan rata-rata lama pendidikan sebesar 8 tahun. Sedangkan tingkat
pendidikan di Bolaang Mongondow mulai dari tidak tamat SD sampai dengan tamat SMA dengan rata-rata lama pendidikan petani peternak sebagai kepala keluarga
berkisar 8.33 tahun dan 7.80 tahun untuk ibu rumahtangga. Pendidikan petani peternak merupakan faktor yang mempengaruhi
pengembangan usaha ternak sapi. Dalam hal ini, pendidikan dapat mempengaruhi keputusan produksi. Semakin tinggi pendidikan, petani peternak semakin dapat
mengadopsi teknologi. Selanjutnya petani peternak dapat meningkatkan produksi dengan rasional untuk mencapai keuntungan maksimal. Demikian pula, tingkat
pendidikan dapat mempengaruhi keputusan konsumsi rumahtangga. Semakin tinggi pendidikan maka petani peternak dapat meningkatkan konsumsi dengan rasional
untuk mencapai utilitas yang maksimal. Pendidikan informal dalam hal ini penyuluhan dapat mempengaruhi
responden dalam beternak sapi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 113 58.25
151
petani peternak di Minahasa pernah mengikuti penyuluhan pertanian dan sisanya 81 41.75 petani peternak belum pernah mengikuti penyuluhan. Sedangkan petani
peternak di Bolaang Mongondow sekitar 78 33.48 petani peternak pernah mengikuti penyuluhan pertanian dan sisanya 155 66.52 belum pernah mengikuti
penyuluhan. Penyuluhan juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pengembangan usaha ternak sapi. Namun, penyuluhan yang pernah diikuti petani
peternak di kedua kabupaten bukan penyuluhan bidang peternakan. Petani peternak sebagai kepala keluarga baik di Minahasa maupun Bolaang
Mongondow umumnya telah berpengalaman memelihara sapi. Rata-rata pengalaman beternak sapi untuk petani peternak di Minahasa sebesar 20 tahun, lebih tinggi
dibanding rata-rata pengalaman beternak sapi di Bolaang Mongondow yaitu berkisar 14.93 tahun. Pengalaman beternak sapi ini juga dapat mempengaruhi keputusan
berproduksi bagi petani peternak. Diduga semakin lama beternak sapi maka petani peternak dapat meningkatkan produksi ternak sapi.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa pada awal mulai beternak, sebagian petani peternak memperoleh bibit sebagai warisan orangtua, sebagian sebagai warisan
dan beli sendiri. Sebagian petani peternak membeli sendiri ternaknya sebagai bibit atau bibit diperoleh dengan cara ditukar misalnya ditukar kebun. Bibit yang diperoleh
petani peternak di Minahasa sekitar 71 petani peternak 36.60 merupakan warisan orangtua. Sekitar 46 petani peternak 23.71 memperoleh bibit pada awal beternak
dengan cara beli dan sebagian merupakan warisan. Selanjutnya, sekitar 57 petani peternak 29.38 membeli bibit ternak sapi pada awal mulai beternak sapi, dan
sekitar 20 petani peternak 10.31 memperoleh bibit dengan cara tukar kebun.
152
Sedangkan di Bolaang Mongondow sekitar 111 petani peternak 47.64 memperoleh bibit dari orangtua warisan, 83 petani peternak 35.62 membeli
bibit sendiri, sisanya 39 petani peternak 16.74 membeli bbit dan sebagian warisan. Berdasarkan kondisi tersebut dapat dinyatakan bahwa usaha ternak yang ada
di Sulawesi Utara merupakan usaha ternak yang diusahakan secara turun temurun. Rata-rata jumlah anggota keluarga di Minahasa sebanyak 4 orang, lebih besar
dibanding dengan di Bolaang Mongondow rata-rata 3.42 orang. Jumlah anggota keluarga di Minahasa termasuk anak sekolah rata-rata 0.5 orang dan angkatan kerja
rata-rata 1 orang. Demikian juga jumlah anggota keluarga di Bolaang Mongondow termasuk anak sekolah dan angkatan kerja dengan jumlah rata-rata 1.13 orang baik
anak sekolah maupun angkatan kerja. Jumlah anggota keluarga dapat mempengaruhi baik keputusan produksi maupun keputusan konsumsi.
Dalam penelitian ini, peneliti juga mempelajari kondisi sosial dari petani peternak. Kondisi ini perlu diperhatikan karena berkaitan dengan peningkatan
kesejahteraan rumahtangga petani peternak sapi, dengan anggapan kondisi tersebut sebagai penunjang tingkat pendapatan maupun pengeluaran rumahtangga petani
peternak sapi. Sebagian besar tanah pekarangan dan rumah di Minahasa merupakan milik rumahtangga petani peternak 50. Sisanya 50 adalah milik orang tua atau
lainnya. Walaupun jenis rumah permanen hanya sekitar 26.29, 3.09 semi permanen, 6.70 berasal dari bambu dan 63.92 berasal dari papan rumah
panggung. Sedangkan status rumah dan pekarangan di Bolaang Mongondow sekitar 83.00 milik sendiri dan 17.00 milik orangtua atau lainnya. Jenis rumah
permanen dimiliki oleh 50.21 rumahtangga, 29.18 semi permanen, 15.45
153
rumah papan dan 5.15 rumah bambu. Berdasarkan kondisi tersebut dapat dinyatakan bahwa di Sulawesi Utara masih terdapat petani peternak yang
dikategorikan sebagai orang miskin. Sebagian besar petani peternak sapi di Minahasa sudah menggunakan listrik
dalam arti mempunyai meteran listrik. Hanya 12.37 petani peternak di Minahasa belum memasang listrik. Sedangkan di Bolaang Mongondow sekitar 16.74 yang
belum mempunyai meteran listrik. Sumber air di Minahasa berasal dari sumur dan PAM Desa. Sekitar 10.82 bersumber dari sumur, sisanya 89.18 merupakan
sumber PAM desa. Hasil penelitian di Minahasa juga menunjukkan 91.28 petani peternak sudah memiliki televisi dan 30.93 memiliki radio. Sedangkan di Bolaang
Mongondow, 71.24 sudah memiliki TV dan 24.03 masih memiliki radio. Hal ini menunjukkan petani peternak sudah mengenal teknologi dan sudah bisa memperoleh
informasi yang sebanyak-banyaknya dari media elektronik yang ada. Keadaan tersebut sangat menunjang pengembangan usaha ternak sapi di Sulawesi Utara.
5.3. Keadaan Usaha Ternak Sapi