Perilaku Ekonomi Rumahtangga Petani Peternak

Manajemen juga menyangkut tenaga kerja ternak sapi dan pupuk yang berdampak terhadap aktivitas usaha kelapa dan tanaman pangan yang dilakukan rumahtangga. Sub model biologi, sub model ekonomi dan sub model manajemen mempengaruhi ketersediaan lapangan kerja, pendapatan dan keuntungan rumah- tangga. Berdasarkan hubungan tersebut, dengan mengasumsikan model biological secara efektif dioperasikan, output dapat bermanfaat untuk proyeksi ekonomi.

3.4. Perilaku Ekonomi Rumahtangga Petani Peternak

Model perilaku rumahtangga petani peternak yang akan dibangun berdasarkan tujuan penelitian. Secara teoritis, rumahtangga petani peternak dalam aktivitas ekonominya menjalankan tiga peran sekaligus, yaitu sebagai produsen, konsumen dan penghasil tenaga kerja. Ketiga peran ini dijalankan secara simultan. Rumahtangga sebagai produsen bertujuan untuk memaksimumkan keuntungannya. Sedangkan rumahtangga sebagai konsumen bertujuan memaksimumkan utilitasnya. Untuk mencapai tujuan tersebut, rumahtangga sebagai produsen maupun konsumen harus mampu membuat pilihan ekonomis dan mengambil keputusan yang tepat dalam melakukan aktivitas ekonominya. Model keseimbangan secara subyektif dari rumahtangga petani menekankan saling ketergantungan antara perilaku produksi dan konsumsi. Bila keputusan produksi mempengaruhi keputusan konsumsi, bukan sebaliknya dinamakan sebagai separable, jadi model produksi dan konsumsi adalah recursive Coyle, 1994, Caillavet, 1994 dan Sadoulet and de Janvry, 1995. Model perilaku rumahtangga yang separable terjadi apabila pasar output maupun pasar input bersaing sempurna, mencakup perbedaan kategori tenaga kerja keluarga. Semua harga yang berlaku dikategorikan sebagai variabel eksogen. Produk yang dihasilkan dan input yang digunakan dapat diperdagangkan, tanpa biaya transaksi. Dalam kasus ini, keputusan produksi dan konsumsikerja adalah berkaitan dengan harga, yaitu sebagai penentu opportunity cost untuk semua produk dan input yang dimiliki rumahtangga. Secara khusus kasus ini terjadi pada pasar tenaga kerja dan tanpa biaya transaksi. Hal ini berlaku apakah rumahtangga mengkonsumsi produk miliknya sendiri atau menjual untuk membeli kebutuhan konsumsi mereka. Demikian juga apakah rumahtangga menggunakan tenaga kerja miliknya ataukah menyewa untuk kebutuhan memproduksi. Pada kondisi ini, rumahtangga berperilaku memutuskan produksi, konsumsikerja jika terjadi sekuensial. Ringkasnya dalam model separable, kapan saja harga adalah eksogenus dan pasar dapat digunakan meskipun harga penjualan dan pembelian tidak identik. Bilamana model rumahtangga separable, dapat dipecahkan secara rekursif dengan dua step yaitu pemecahan masalah produksi dan pemecahan masalah konsumsi secara terpisah seperti dijelaskan di atas. Pemecahan masalah produksi berdasarkan variasi harga pasar output maupun input. Sedangkan pemecahan masalah konsumsi berdasarkan pilihan konsumsi rumahtangga dan kondisi leisure dari keuntungan usahatani Lambert and Magnac, 1994. Implikasi model separabel adalah keputusan produksi tidak dipengaruhi keputusan konsumsi rumahtangga, di lain sisi keputusan konsumsi tergantung pada keputusan produksi rumahtangga. Untuk menunjukkan peranan perbedaan harga tenaga kerja dalam model rumahtangga pedesaan dipertimbangkan kasus yang lebih sederhana dan non-recursive. Pemecahan permasalahan rumahtangga dilakukan dengan mengintegrasikan keputusan produsen, keputusan konsumen dan keputusan pekerja dalam rumahtangga. Dalam kasus rumahtangga, pembuat keputusan menganalisis secara simultan dalam produksi, konsumsi dan kerja. Ketiga masalah tersebut diintegrasikan ke dalam satu masalah rumahtangga tunggal. Masalah tersebut dipecahkan secara non-recursive. Berdasarkan pembahasan di atas, maka pemecahan masalah produksi dan konsumsi dengan separabel bila menggunakan asumsi : 1 pasar kompetitif dan komplet, 2 biaya transaksi nol, 3 substitusi sempurna dalam produksi antara tenaga kerja keluarga dan luar keluarga, 4 substitusi sempurna dalam konsumsi antara pekerja off-farm dan on-farm, dan 5 produksi usahatani tidak tergantung konsumsi rumahtangga. Pemahaman selanjutnya tentang pendekatan separabel pada model ekonomi rumahtangga petani peternak dapat dipelajari berdasarkan model dasar contoh berikut. Dengan mengasumsikan bahwa rumahtangga mengkonsumsi dua set barang yaitu R 1 dan R 2 yang dinyatakan sebagai fungsi utilitas sebagai berikut : U = UR 1 , R 2 ,…,R n 3.24 Fungsi produksi untuk barang konsumsi R adalah : R i = R i K B , K P , K S , F, Z i = 1,2,…,n 3.25 dimana : K B = konsumsi barang yang dibeli di pasar, K P = konsumsi barang pokok pertanian yang diproduksi rumahtangga, K S = konsumsi waktu santai, F = input tenaga kerja keluarga, Z = karakteristik rumahtangga seperti umur, pendidikan, ukuran rumahtangga. Fungsi utilitas rumahtangga dapat dinyatakan sebagai berikut : U = UR 1 K B ,K P ,K S ,F,Z,R 2 K B ,K P ,K S ,F,Z,…,R n K B ,K P ,K S ,F,Z 3.26 Dalam memaksimumkan utilitas dari konsumsi barang tersebut di atas, rumahtangga dapat memilih bundel konsumsi yang optimal. Rumahtangga dalam memaksimumkan utilitas juga dihadapkan pada beberapa kendala diantaranya kendala tehnologi produksi, kendala anggaran dan kendala waktu. Kendala tehnologi produksi yang dihadapi rumahtangga dinyatakan sebagai : Y P = Y P

L, T, V, N 3.27

yaitu rumahtangga dalam memproduksi barang pokok untuk konsumsi dipengaruhi lahan L, total input tenaga kerja T, input variabel lain V dan tenaga kerja ternak sapi N. Pengeluaran rumahtangga untuk konsumsi harus sama dengan pendapatan rumahtangga dari nilai produksi yang dijual dikurangi pendapatan tenaga kerja ditambah pendapatan bukan tenaga kerja. Kendala pendapatan dapat dinyatakan : H B K B = H p Y-K p – gT-F + E dimana : H B K B = total pengeluaran untuk konsumsi barang yang dibeli di pasar, H p Y-K p = nilai produksi yang dijual dipasar yaitu produksi produk pertanian yang diperoleh dikurangi jumlah konsumsi dikali dengan harga. gT-F = total pendapatan yang diperoleh dari tenaga kerja yang diupah yaitu selisih antara total tenaga kerja dengan tenaga kerja keluarga dikali upah. E = pendapatan yang diperoleh selain tenaga kerja yang diupah. Rumahtangga juga menghadapi kendala waktu. Ketersediaan waktu harus sama dengan konsumsi waktu santai ditambah input tenaga kerja keluarga. Kendala waktu tersebut dapat dinyatakan sebagai : K S + F = W 3.28 Dengan mensubstitusikan persamaan kendala produksi dan kendala waktu ke dalam kendala anggaran diperoleh kendala seperti : H B K B + H p K p + GK S = GW + ∏ +E 3.29 ∏ = H P Y P L, T, V, N – gT adalah pengukuran keuntungan usahatani. H B K B + H p K p + GK S merupakan total pengeluaran rumahtangga dalam mengkonsumsi komoditas yang dibeli di pasar K B , komoditas pokok pertanian K p serta waktu santai K S . Sedangkan jumlah keuntungan ∏ dengan nilai stok waktu GW dan pendapatan bukan tenaga kerja E merupakan pendapatan penuh full income. Berdasarkan fungsi utilitas dan kendala tunggal, rumahtangga dapat memilih apakah tingkat konsumsi untuk barang-barang konsumsi R melalui konsumsi K B , K p , dan K S atau total input tenaga kerja yang dimasukkan dalam produksi pertanian. Dengan menggunakan Lagrangiang diperoleh FOC untuk tenaga kerja merupakan fungsi dari harga H p , G, parameter teknologi dari fungsi produksi dan areal lahan yang tetap, T = TH p ,G, L, N 3.30 dimana : T = tingkat penggunaan atau permintaan input tenaga kerja, G = harga input variabel, L = input tetap, N = tenaga kerja ternak Keuntungan dalam pendapatan penuh dapat dimaksimisasi melalui pilihan input tenaga kerja yang sesuai dengan mensubstitusi T kedalam kendala pendapatan penuh diperoleh : H B K B + H p K p + GK S = P 3.31 Nilai pendapatan penuh dihubungkan dengan perilaku maksimisasi keuntungan. Maksimisasi fungsi utilitas dengan kendala T = TH p ,G, K, L dapat menghasilkan kurva permintaan standar dari bentuk : K j = K j H B , H p , G, R 1 , R 2 ,…,R n , P; Z j = 1,2,…,n 3.32 Berdasarkan persamaan 3.32 dapat dinyatakan permintaan tergantung pada harga dan pendapatan juga karakteristik rumahtangga. Pada rumahtangga pertanian semi subsisten, pendapatan ditentukan oleh aktivitas produksi rumahtangga, dapat dinyatakan bahwa perubahan dalam input mempengaruhi produksi. Perubahan input ini seperti introduksi tehnologi baru akan mempengaruhi produksi. Hal ini akan berpengaruh terhadap perilaku konsumsi. Jadi perilaku konsumsi dapat digambarkan sebagai : K j = K j H B , H p , G, R 1 , R 2 ,…,R n , PL,T,V,N; Z 3.33 Persamaan 3.33 adalah tergantung dari perilaku produksi yang digambarkan dalam fungsi produksi Y P = Y P L,T,V,N. Lebih lanjut persamaan ini dapat digambarkan dalam persamaan pengeluaran sebagai berikut : H j K j = E H B , H p , G, PL,T,V,N; Z 3.34 Persamaan 3.34 di atas menunjukkan permintaan diturunkan dari permintaan barang R. Persamaan permintaan untuk barang R dapat dinyatakan : R i = R i K j H B , H p , G, PL,T,V,N; Z i = 1,2,…,n 3.35 Implikasi persamaan 3.35 menunjukkan perilaku konsumsi barang oleh rumahtangga dipengaruhi oleh produksi yang dihasilkan rumahtangga. Hal ini menunjukkan selama produksi tidak dipengaruhi oleh pilihan konsumsi rumahtangga maka bentuk model ini adalah model separable yang pemecahannya secara recursive. Berdasarkan fenomena di atas ternyata bahwa perilaku produksi rumahtangga mempengaruhi perilaku konsumsi yang terjadi melalui perubahan pendapatan. Perilaku ini dapat dilihat dari persamaan permintaan barang. Sedangkan perilaku konsumsi mempengaruhi perilaku produksi dapat dilihat melalui karakteristik rumahtangga. Perubahan internal dalam rumahtangga misalnya terjadinya perubahan struktur demografi rumahtangga. Struktur demografi rumahtangga ini dapat dilihat dari ukuran keluarga dan jumlah pekerja. Apabila terjadi perubahan struktur keluarga yang berdampak pada jumlah konsumsi maka akan menyebabkan terjadi perubahan rasio konsumsi dan pekerja. Rumahtangga akan mengurangi waktu santai dengan menambah waktu untuk bekerja dan memperoleh pendapatan. Implikasinya rumahtangga dapat meningkatkan pendapatan yang diperoleh dari peningkatan alokasi waktu kerja pada usahatani dengan mengurangi waktu santai mereka. Fenomena ini menunjukkan bahwa perilaku konsumsi dapat mempengaruhi perilaku produksi. Keputusan produksi dan konsumsi adalah non-separable bilamana terjadi kegagalan pasar. Dalam hal ini variabel yang mempengaruhi keputusan konsumsi seperti kekayaan, total tenaga kerja dalam keluarga, harga barang konsumen dan karakteristik rumahtangga juga dapat mempengaruhi keputusan produksi Vakis, et al., 2004 Pada model rumahtangga petani peternak sapi dalam penelitian ini perilaku konsumsi, produksi maupun suplai tenaga kerja akan dianalisis secara simultan. Perilaku produksi mempengaruhi perilaku konsumsi sebaliknya perilaku konsumsi mempengaruhi perilaku suplai tenaga kerja dan produksi. Dalam perilaku ekonomi rumahtangga petani peternak terdapat biaya transaksi, sehingga asumsi dalam model pendekatan separabel seperti tersebut di atas tidak berlaku karena dalam memasarkan produksinya rumahtangga menanggung biaya transaksi. Implikasinya salah satu asumsi di atas tidak berlaku, pemecahan masalah produksi, masalah konsumsi dan suplai tenaga kerja dapat dilakukan dengan cara pendekatan non-recursive.

3.5. Pengaruh Biaya Transaksi