model produksi. Keseimbangan rumahtangga usahatani dalam konsumsi dicapai pada saat kurva indiferens bersinggungan dengan garis upah gg’ pada titik E
1
. Titik keseimbangan ini menentukan tingkat konsumsi output usahatani sendiri K
h
dan tingkat penawaran pasar Y-K
h
. Kondisi di atas hanya berlaku bila tingkat upah serta harga output tetap.
Apabila terjadi perubahan tingkat upah atau perubahan harga output maka keputusan rumahtangga dalam menghasilkan output, bekerja pada usahatani, konsumsi output
sendiri maupun penjualan pasar akan berubah. Implikasinya kondisi keseimbangan fungsi produksi dan kurva indiferens akan berubah dengan berubahnya rasio harga
Gh. Selain itu kondisi juga akan berubah bila ukuran dan komposisi keluarga berubah. Variabel-variabel ini akan berpengaruh terhadap keputusan konsumsi
rumahtangga. Berdasarkan konsep pemikiran dalam model Barnum-Squire ini menunjukkan adanya interaksi antara keputusan produksi dan keputusan konsumsi.
3.1.4. Konsep Rumahtangga Low
Seperti model Barnum-Squire, Allan Low mengembangkan dan menerapkan model rumahtangga usahatani yang bersumber sebagian dari Chayanov dan sebagian
lagi dari new home economic Ellis, 1988c. Model Low mempunyai perbedaan asumsi dan penekanan dari model Barnum-Squire. Kondisi yang menjadi perhatian
Low adalah : 1 adanya pasar tenaga kerja dengan tingkat upah bervariasi untuk kategori tenaga kerja yang berbeda, khususnya antara laki-laki dan wanita. Hal ini
berbeda dari asumsi tingkat upah pasar tunggal dalam model Barnum-Squire; 2 akses terhadap lahan secara fleksibel dari rumahtangga usahatani menurut ukuran
keluarga. Hal ini sama dengan model Chayanov dan berbeda dari asumsi lahan yang tetap dalam model Barnum-Squire; 3 harga pangan di tingkat rumahtangga usaha-
tani semi subsisten berbeda dengan tingkat retail yang mana pangan dapat dibeli di pasar. Hal ini berbeda dengan harga pangan tunggal yang diasumsikan dalam model
Barnum-Squire; dan 4 adanya defisit pangan rumahtangga usahatani dengan menyewakan tenaga kerja keluarga. Hal ini berbeda dengan model Barnum-Squire
tentang surplus pangan rumahtangga usahatani yang sebagian besar menyewa tenaga kerja hire in daripada menyewakan keluar hire out.
Kondisi pertama mengimplikasikan bahwa perbedaan anggota rumahtangga mempunyai perbedaan potensial untuk penerimaan upah. Beberapa anggota
mempunyai keunggulan komparatif lebih besar dalam bekerja dan menghasilkan pendapatan dibanding yang lain. Kondisi kedua menunjukkan input lahan dapat
ditingkatkan secara paralel dengan input tenaga kerja. Kondisi ketiga dan keempat menunjukkan defisit pangan rumahtangga, jumlah tenaga kerja untuk melakukan
produksi pangan subsisten tidak tergantung pada farm gate price dari pangan tetapi pada rasio upah terhadap harga retail pembelian pangan.
Konsep Low lebih menekankan pada defisit pangan dan melihat hubungan antara tenaga kerja dengan pendapatan riil. Tenaga kerja diasumsikan terdiri dari tiga
individu dengan usia kerja dan waktu yang berbeda. Ketiga individu mempunyai produktivitas tenaga kerja yang sama dalam produksi usahatani subsisten, tetapi
mempunyai upah yang berbeda. Dalam konsep Low tersebut tidak membahas pada aspek konsumsi. Pemikiran Low pada perilaku produksi dengan melihat defisit
pangan rumahtangga. Low memisahkan penggunaan tenaga kerja pria dan wanita, hal
ini berbeda dengan konsep Barnum-Squire. Namun ide dasar kedua konsep ini sama yaitu alokasi tenaga kerja yang optimal dalam fungsi produksi.
Konsep serupa dengan Becker dikembangkan oleh Bryant 1990. Bryant 1990 membahas teori work-leisure dari rumahtangga. Rumahtangga memperoleh
kepuasan dari tiga barang yang dibedakan sebagai : barang dan jasa yang dibeli di pasar dikatakan sebagai barang-barang pasar, K
B
, barang dan jasa yang diproduksi dan dikonsumsi oleh keluarga home good, R dan waktu santai individu S. Fokus
analisis Bryant pada keputusan penggunaan waktu keluarga, dengan kendala batasan waktu. Jadi alokasi keputusan berhubungan dengan waktu seseorang atau keluarga.
Teori rumahtangga usahatani sering digunakan sebagai analisis alokasi tenaga kerja rumahtangga dalam pertanian di Negara berkembang Sicular, 1986. Dalam
penelitian ekonomi rumahtangga petani peternak, berlaku kombinasi teori rumah- tangga yang telah dijelaskan di atas. Lahan yang digunakan rumahtangga adalah
tertentu tidak bisa diperluas, malahan dengan adanya alih fungsi lahan maka lahan usahatani yang ada bisa berkurang. Hal yang dapat dilakukan rumahtangga petani
peternak adalah pola usahatani dapat disesuaikan dengan kondisi lahan yang ada. Rumahtangga dapat melakukan perluasan penanaman komoditas tertentu dengan
mengurangi penanaman komoditas yang lain. Untuk lahan perkebunan kelapa dapat dimanfaatkan sebagai tanaman pangan dikombinasikan dengan tanaman makanan
ternak berupa hijauan atau leguminosa. Rumahtangga mengalokasikan tenaga kerja untuk proses produksi usaha
ternak, usahatani kelapa maupun usahatani lainnya. Peningkatan proses produksi dilakukan untuk meningkatkan pendapatan dalam rangka memaksimumkan
keuntungan. Rumahtangga menggunakan tenaga kerja keluarga dapat juga menyewa dari luar keluarga. Tenaga kerja pada saat tertentu dapat digunakan untuk pekerjaan
yang lain di luar pertanian. Pekerjaan di luar usahatani dengan memanfaatkan waktu luang dalam pekerjaan usahatani. Tenaga kerja ternak dapat dimanfaatkan untuk
mengolah lahan rumahtangga juga dapat disewa oleh rumahtangga lain. Disini tenaga kerja ternak juga merupakan sumber pendapatan.
Rumahtangga bertujuan juga memaksimumkan utilitasnya. Utilitas dapat dicapai oleh rumahtangga dalam mengkonsumsi barang dan jasa. Konsumsi barang
dan jasa baik dari pangan maupun non pangan. Semakin tinggi pendapatan yang diperoleh rumahtangga maka pengeluaran untuk konsumsi rumahtangga dan anggota
keluarganya semakin tinggi. Implikasi fenomena ini menunjukkan bahwa rumahtangga dapat memaksimumkan pendapatan sekaligus memaksimumkan
utilitasnya. Dalam rangka memaksimumkan utilitasnya rumahtangga mengalokasikan tenaga kerja keluarganya untuk memproduksi barang-barang akhir. Berarti
dibutuhkan waktu untuk home production, seperti dalam konsep Becker. Namun demikian, rumahtangga petani peternak selain mencurahkan waktunya untuk produksi
pertanian, juga mencurahkan waktu untuk aktivitas kerja lain di luar produksi rumah.
3.2. Model Dasar Perilaku Rumahtangga