24 hanya untuk laki-laki saja atau perempuan saja dan akan menimbulkan
streotipe. c.
Netral gender merupakan kondisi yang tidak memihak pada salah satu jenis kelamin atau menyamaratakan hak antara laki-laki dan
perempuan. Laki-laki dan perempuan dianggap sama persis dan tidak ada pembedaannya.
d. Sensitif gender merupakan kemampuan atau kepekaan dalam melihat
dan menilai hasil pembangunan serta aspek kehidupan lainnya dari perspektif gender. Pada kondisi sensitif gender mulai memperhatikan
adanya perbedaan kebutuhan antara laki-laki dan perempuan. e.
Responsif gender merupakan kondisi yang sudah memperhatikan berbagai pertimbangan bagi keadilan dan kesetaraan gender pada
berbagai aspek
kehidupan antara
laki-laki dan
perempuan. Memperhatikan semua aspek yang berkaitan, sehingga tercipta kondisi
yang nyaman untuk laki-laki dan perempuan. Kategori sensitif dan responsif gender merupakan salah satu kunci
terwujudnya kesetaraan gender. Mami Hajaroh 2011: 4 mengungkapkan adanya strategi pembangunan pengarusutamaan gender dapat memastikan
bahwa laki-laki dan perempuan: 1 Berpartisipasi yang sama dalam proses pengambilan keputusan dan kebijakan; 2 Mempunyai akses yang sama
terhadap pembangunan; 3 Memiliki peluang yang sama dalam melakukan kontrol terhadap pembangunan; 4 Memperoleh manfaat yang sama dalam
pembangunan. Strategi pengarusutamaan gender bertujuan untuk
25 mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender dalam semua bidang
pembangunan. Kesetaraan gender dapat diukur berdasarkan beberapa indikator yaitu Ismi Dwi A., 2010: 27:
a. Partisipasi merupakan keikutsertaan atau keterlibatan seseorang dalam
berbagai kegiatan dan pengambilan keputusan. Dalam penelitian ini, partisipasi antara kepala sekolah, guru dan siswa mempunyai peran
yang sama dalam penyelenggaraan pendidikan. b.
Akses merupakan kesempatan dalam menggunakan sumber daya tertentu. Dalam kontek ini, akses yang diperoleh guru dan siswa dalam
menggunakan segala fasilitas yang ada di sekolah. c.
Kontrol merupakan penguasaan dan wewenang dalam penyelenggraan pendidikan. Dalam hal ini, kontrol yang diberikan oleh kepala sekolah,
guru, dan siswa dalam berbagai program penyelenggaraan pendidikan. d.
Manfaat merupakan kegunaan yang dapat dinikmati secara optimal. Dalam penelitian ini, kebijakan atau keputusan yang diambil oleh
sekolah dapat dinikmati oleh laki-laki dan perempuan atau tidak.
3. Pengarusutamaan Gender dalam Bidang Pendidikan
Kebijakan merupakan suatu tindakan yang diambil oleh seseorang atau sekelompok orang dalam rangka melakukan tindakan atau aktifitas
tertentu. Thomas R. Dye mengungkapkan bahwa kebijakan publik adalah segala sesuatu yang dikerjakan oleh pemerintah, alasannya dan hasil yang
diperolehnya. Singkatnya Thomas R. Dye menegaskan bahwa kebijakan publik merupakan segala sesuatu yang dipilih oleh pemerintah untuk
26 dilakukan dan tidak dilakukan Riant Nugroho, 2008: 32. Secara umum
kebijakan dapat diartikan sebagai suatu keputusan yang digunakan untuk menemukan solusi atas masalah-masalah yang disepakati dengan memilih
berbagai alternatif yang telah disediakan. Kebijakan merupakan suatu keputusan yang dibuat oleh seseorang atau sekelompok orang mengenai
pedoman atau dasar yang digunakan untuk melakukan aktifitas tertentu. Pelaksanaan pengarusutamaan gender PUG dalam pendidikan
sangat diperlukan, karena dengan adanya strategi pengarusutamaan gender PUG dapat diidentifikasikan apakah laki-laki dan perempuan: 1
Memperoleh akses yang sama kepada sumberdaya pembangunan; 2 Berpartisipasi yang sama dalam proses pembangunan dan proses
pengambilan keputusan; 3 Memiliki kontrol yang sama atas sumberdaya pembangunan; dan 4 Memperoleh manfaat yang sama dari hasil
pembangunan Ismi Dwi A., dkk, 2010: 8. Sasaran dalam pelaksanaan dan pengimplementasian kebijakan pengarusutamaan gender adalah
lembaga-lembaga pemerintahan, LSM organisasi perempuan, organisasi swasta, organisasi profesi, organisasi keagamaan, sampai pada unit
masyarakat terkecil yaitu keluarga.
4. Landasan Hukum Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender
Pengarusutamaan gender dalam segala aspek pembangunan memiliki beberapa landasan hukum diantaranya Ismi Dwi A., dkk, 2010:
1-2 :
27
a. Target Dakar
Target Dakkar merupakan salah satu target yang dikeluarkan oleh UNESCO melalui programnya yaitu Education For All EFA. Salah
satu Target Dakkar menyebutkan bahwa “penghapusan kesenjangan gender pada pendidikan dasar dan menengah pada tahun 2025 dengan
fokus pada kepastian sepenuhnya bagi anak perempuan terhadap akses dalam memperoleh pendidikan dasar yang bermutu”.
b. Target Millenium Development Goals MDGs.
Goal 2 : Mencapai pendidikan dasar bagi semnya dengan tujuan tahun 2015 semua anak baik laki-laki maupun perempuan dapat
mengenyam pendidikan dasar. Goal 3: Mempromosikan kesetaraan dan pemberdayaan perempuan
dengan tujuan untuk menghapuskan segala bentuk disparitas gender dalam pendidikan dasar dan menengah paling lambat
tahun 2015.
c. Inpres No. 9 Tahun 2000
Inpres No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan
Nasional. Inpres
ini menyebutkan
bahwa pengarusutamaan gender adalah sebuah strategi untuk mencapai
kesetaraan dan keadilan gender melalui berbagai kebijakan dan program yang memperhatikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan, dan
permasalahan perempuan baik laki-laki maupun perempuan dalam setiap proses perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi atas
28 seluruh kebijakan dan program diberbagai bidang kehidupan dan sektor
pembangunan.
d. UU No. 17 Tahun 2007 tentang RPJMN
Peningkatan kesetaraan gender merupakan salah satu tujuan dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah RPJMN ke-2 tahun 2010-
2014.
e. Permen No. 15 Tahun 2008
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 15 Tahun 2008 ini menegaskan
mengenai pedoman
umum dalam
pelaksanaan pengarusutamaan gender di daerah
f. Permendiknas No. 84 Tahun 2008
Dalam Permendiknas ini memberikan acuan bagi Kementerian Pendidikan Nasional, Dinas Pendidikan ProvinsiKabupatenKota dan
Satuan Pendidikan dalam memasukkan unsur kesetraan dan keadilan gender dalam semua dimensi pembangunan pendidikan.
g. Perda No. 4 Tahun 2009
Komitmen pemerintah Provinsi Jawa Tengah untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender tertuang dalam Resentra Provinsi Jawa
Tengah melalui Perda No. 4 tahun 2009 dimana salah satu isu strategisnya mengenai belum terwujudnya kesetaraan dan keadilan
gender. Dalam Resentra Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah juga mengakomodasi isu yang ada dalam MDGs Millenium Development
Goals salah satunya yaitu mengenai mewujudkan kesetaraan gender