Kompetensi Guru Kepala Sekolah dan Guru
22 UNFA mendefinisikan pengarusutamaan gender sebagai suatu proses yang
ditempuh untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender melalui kebijakan dan program yang memperhatikan pengalaman, aspirasi,
kebutuhan, dan permasalahan perempuan dan laki-laki dalam proses perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi dari seluruh kebijakan
dan program diberbagai bidang kehidupan dan pembangunan Ismi Dwi A., dkk, 2010: 6-7.
Dalam konferensi yang telah diadakan oleh PBB muncullah sebuah konsep yang bernama Gender Mainstreaming. Wacana Gender
Mainstreaming merupakan sebuah bentuk perlawanan yang digunakan untuk menggugah kesadaran para pejabat dan pengambil kebijakan akan
perlunya pengimplementasian
Gender equality
disemua aspek
pembangunan. Darwin dalam Ismi Dwi mengungkapkan bahwa gerakan gender mainstreaming merupakan pematangan dari konsep GAD. Hal ini
bertujuan agar dengan adanya pengarusutamaan gender semua kebijakan dalam bidang pembangunan dapat memberikan perhatian terhadap
perbedaan laki-laki dan perempuan Ismi Dwi A., 2009: 62. Riant Nugroho juga mengungkapkan bahwa pengarusutamaan
gender bukan hanya sekedar mengintegrasikan masalah gender dalam aspek pembangunan, tetapi juga harus memberikan perubahan kepada
pembangunan agar lebih responsif dan sensitif terhadap permasalahan gender. Gender mainstreaming merupakan suatu strategi yang dapat
23 mengembangkan kebijakan, program dan kegiatan pembangunan yang
responsif gender Riant Nugroho, 2008: 57. Pengarusutamaan gender dapat dimaknai dengan bagaimana
perempuan dan laki-laki dapat menerima manfaat dari pembangunan. Pengarusutamaan gender bukanlah sebuah program melainkan sebuah
strategi yang digunakan oleh pemerintah dalam rangka mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender dalam seluruh bidang pembangunan.
Strategi pengarusutamaan gender dilakukan secara rasional dan sistematik guna mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam aspek kehidupan
manusia, baik dalam lingkup rumah tangga maupun dalam masyarakat dan negara.
Strategi pengarusutamaan gender diharapkan akan dapat merubah sikap masyarakat yang awalnya bias gender, buta gender dan netral
gender menjadi sensitif gender dan pada akhirnya kan menjadi responsif gender. Lilis Widaningsih 2012: 4 mengungkapkan bahwa:
a. Buta gender merupakan suatu kondisi seseorang atau masyarakat
dimana sama sekali tidak memahami pengertian gender dan permasalahan gender. Gender dianggap sebagai suatu gerakan untuk
menghilangkan peran laki-laki. b.
Bias gender merupakan suatu kondisi yang menguntungkan pada salah satu jenis kelamin yang berakibat munculnya permasalahan gender.
Kondisi bias gender ini menganggap bahwa suatu kebijakanprogram