103 Gambar 41. Diagram Persepsi Guru yang Berusia 41-50 Tahun
Persepsi guru yang berusia 51-60 tahun tentang kebijakan pengarusutamaan gender dalam pendidikan dapat dilihat pada tabel
berikut ini: Tabel 42. Persepsi Guru yang Berusia 51-60 Tahun
Kategori Interval
51-60 Tahun Frekuensi
Persentase
Responsif Gender = 150
Sensitif Gender 149 - 134
5 17
Netral Gender 133 - 117
14 47
Bias Gender 116 – 101
7 23
Buta Gender = 100
4 13
Total 30
100
Berdasarkan pada tabel di atas, sebanyak 5 orang atau 17 guru dengan kriteria usia 51-60 tahun mempunyai persepsi sensitif gender,
sebanyak 14 orang atau 47 mempunyai persepsi netral gender, sebanyak 7 orang atau 23 mempunyai persepsi bias gender, dan
sebanyak 4 orang atau 13 mempunyai persepsi buta gender. Mayoritas dari guru dengan usia 51-60 tahun mempunyai persepsi
Responsif gender
Sensitif gender
Netral gender
Bias gender
Buta gender
7 27
53
7 7
104 netral gender. Diagram persepsi guru dengan usia 51-60 tahun dapat
dilihat pada gambar berikut ini:
Gambar 42. Diagram Persepsi Guru yang Berusia 51-60 Tahun Berikut adalah diagram persepsi guru dengan usia 30 tahun,
31-40 tahun, 41-50 tahun, dan 51-60 tahun:
Gambar 43. Diagram Persepsi Guru Berdasarkan Kriteria Usia
17 47
23 13
Responsif gender
Sensitif gender
Netral gender
Bias gender
Buta gender
14 43
43 4
35 57
4 7
27 53
7 7
17 47
23 13
USIA 30 TH USIA 31- 40 TH
USIA 41- 50 TH USIA 51- 60 TH
105
C. Pembahasan
Pendidikan tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, sehingga nilai- nilai dan keyakinan yang dianut oleh masyarakat akan mempengaruhi
penyelenggaraan pendidikan yang ada di sekolah. Pendidikan merupakan sarana yang tepat untuk melaksanakan sosialisasi gender dengan tujuan untuk
menentang budaya patriarki. Pelaksanaan pendidikan berkesetaraan gender bergantung kepada mindset dari orang-orang yang berkompeten dalam
pendidikan. Di tingkat sekolah orang yang berkompeten tersebut adalah kepala sekolah dan guru. Persepsi yang baik dari para penyelenggara
pendidikan mempengaruhi implementasi kebijakan pengarusutamaan gender dalam pendidikan. Adanya persepsi yang responsif gender dari kepala
sekolah dan guru akan menciptakan keadilan dan kesetaraan gender dalam lembaga sekolah, sehingga akan terwujudnya pendidikan yang responsif
gender. Persepsi merupakan pandangan atau interpretasi yang dimiliki
seseorang dalam menanggapi suatu informasi. Menurut William dan Best dalam Rani Andriani, dkk, 2008: 70 mengungkapkan bahwa persepsi
mengenai gender merupakan suatu kepercayaan normatif tentang bagaimana seharusnya penampilan laki-laki dan perempuan, apa yang harus dilakukan
oleh laki-laki dan perempuan, dan bagaimana mereka melakukan interaksi. Berdasarkan Permendiknas No. 81 tahun 2008 tentang Pedoman
Pengarusutamaan Gender di Bidang Pendidikan setiap instansi pendidikan wajib melaksanakan kebijakan pengarusutamaan gender dalam pendidikan.
106 Pengarusutamaan gender dalam pendidikan merupakan suatu strategi yang
digunakan oleh pemerintah dalam rangka menghilangkan dan mengurangi kesenjangan gender dalam semua kebijakan, program, dan kegiatan yang
berlangsung di sekolah. Tenaga pendidik termasuk kepala sekolah mempunyai peranan yang penting dalam rangka mewujudkan keadilan dan
kesetaraan gender. Tenaga pendidik mempunyai peran strategis dalam implementasi kebijakan pengarusutamaan gender.
Guru atau pendidik harus menjadi pilar utama dalam pelaksanaan gender mainstreaming, karena pada dasarnya gender merupakan perilaku
yang sangat nampak pada perilaku dan perbuatan sehari-hari. Pada umumnya masyarakat sekolah masih menganut budaya patrialistik, sehingga
pengarusutamaan gender dalam pendidikan sangat penting untuk dilaksanakan. Guru harus diberikan pendidikan yang berprespektif gender
terlebih dahulu agar dapat tercapainya keadilan dan kesetaraan gender dalam bidang pendidikan Siswanto, 2009:14.
Guru mempunyai peranan penting dalam mengembangkan konstruksi gender karena pada dasarnya guru merupakan sumber informasi dan model,
penentu materi sekolah dan buku teks, pengembangan proses pembelajaran, dan pencipta lingkungan kelas atau sekolah Pairulsyah, dkk, 2012: 63. Hal
ini berarti bahwa apa yang diajarkan oleh guru akan dicontoh oleh peserta didik. Dalam pelaksanaan pendidikan kepala sekolah dan guru harus mengerti
dengan baik tentang konsep keadilan dan kesetaraan gender dalam bidang pendidikan. Hal ini dimaksudkan agar dalam pelaksanaan pelayanan
107 pendidikan tidak mencerminkan bias gender dan tidak semakin memupuk
budaya patriarki yang berkembang dimasyarakat.
1. Persepsi Kepala Sekolah dan Guru Secara Umum
Kebijakan pengarusutamaan gender merupakan kebijakan yang didalamnya terdapat strategi yang dilakukan secara rasional dan sistematis
untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender dengan memperhatikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan dan permasalahan antara laki-laki dan
perempuan dalam pelaksanaan pendidikan. Persepsi kepala sekolah dan guru tentang kebijakan pengarusutamaan gender berpengaruh terhadap
implementasi kebijakan pengarusutamaan gender dalam penyelenggaraan pendidikan. Kepala sekolah dan guru sebagai komponen yang penting
dalam penyelenggaraan pendidikan harus mempunyai persepsi responsif gender. Hal ini ditujukan agar dapat tercapainya penyelenggaraan
pendidikan yang berkesetaraan dan berkeadilan gender. a.
Persepsi Kepala Sekolah dan Guru
Kepala sekolah dan guru merupakan orang yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pendidikan disekolah. Kepala sekolah
merupakan guru yang diberi tugas tambahan untuk memimpin sekolah. Kualitas suatu lembaga sekolah sangat bergantung terhadap
kepemimpinan kepala sekolah dan tenaga pendidiknya. Persepsi kepala sekolah dan guru tentang kebijakan pengarusutamaan gender
merupakan interpretasi kepala sekolah dan guru tentang keadilan dan kesetaraan gender dalam pelaksanaan pendidikan. Persepsi kepala
108 sekolah dan guru sangat penting agar dapat tercapainya keadilan dan
kesetaraan gender. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepala sekolah dan guru
cenderung mempunyai persepsi yang netral gender sebesar 48. Netral gender merupakan suatu kondisi dimana kebijakanprogramkegiatan
atau kondisi yang tidak memihak kepada salah satu jenis kelamin. Interpretasi kepala sekolah dan guru yang netral gender menandakan
bahwa, dalam pelaksanaan pendidikan kepala sekolah dan guru tidak memihak pada salah satu jenis kelamin. Kepala sekolah dan guru
memberikan hak yang sama antara laki-laki dan perempuan. Terdapat sebanyak 16 kepala sekolah dan guru yang berpersepsi
bias gender dan sebanyak 5 kepala sekolah dan guru yang berpersepsi buta gender menandakan masih banyaknya kepala sekolah dan guru
yang belum memahami kebijakan pengarusutamaan gender dalam pendidikan. Kepala sekolah dan guru harus mempunyai persepsi yang
responsif gender, karena kepala sekolah dan guru mempunyai tanggung jawab untuk memberikan pendidikan kepada peserta didik. Hal ini
ditujukan agar dapat terciptanya keadilan dan kesetaraan gender sesuai dengan Permendiknas No. 81 tahun 2008.
Berdasarkan hasil uji beda rata-rata, persepsi kepala sekolah dan guru mempunyai nilai signifikansi p 0,574 nilai signifikansi kepala
sekolah dan guru 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa antara kepala