47
diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk
menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industri, atau kerajinan tangan. Pasal 1
Ayat 1.
4. Hak Cipta. Berdasarkan Undang‐Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta:
Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan
atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak
mengurangi pembatasan‐pembatasan menurut peraturan perundang‐undangan yang
berlaku.Pasal 1 ayat 1.
Sasaran yang ingin dicapai dalam rangka menciptakan inovasi berlandaskan kearifan dan
warisan budaya nusantara adalah:
Periode Penguatan Pondasi dan Pilar, 2008‐2014
Rata ‐rata pertumbuhan paten domestik yang terdaftar pada tahun 2001‐2007 sebesar 4.
Sasaran yang ditargetkan pada periode ini adalah mempertahankan tingkat
pertumbuhan paten domestik terdaftar sebesar 4.
Rata ‐rata pertumbuhan hak cipta domestik yang terdaftar pada tahun 2001‐2007 sebesar
38,94. Sasaran yang ditargetkan pada periode ini adalah mempertahankan tingkat
pertumbuhan hak cipta domestik terdaftar sebesar 38,94.
Rata ‐rata pertumbuhan merek yang terdaftar pada tahun 2001‐2007 sebesar 6. Sasaran
yang ditargetkan pada periode ini adalah mempertahankan tingkat pertumbuhan merek
domestik terdaftar sebesar 6.
Rata ‐rata pertumbuhan desain industri domestik yang terdaftar pada tahun 2001‐2007
sebesar 39,7. Sasaran yang ditargetkan pada periode ini adalah mempertahankan
tingkat pertumbuhan desain industri domestik terdaftar sebesar 39,7.
Periode Akselerasi, 2015‐2024
Sasaran penciptaan inovasi berlandaskan kearifan dan warisan budaya nusantara pada
periode penguatan pondasi pilar ini lebih kepada berusaha mempertahankan tingkat
pertumbuhan paten, hak cipta, merek, desain industri dan pada periode akselerasi, yaitu
masing ‐masing sebesar 4, 38,94, 6 dan 39,7.
Pada periode ini pertumbuhan dipertahankan dengan pertimbangan bahwa: tingkat
pertumbuhan keempat jenis inovasi di atas sudah berada di tingkat yang agresif. Mampu
mempertahankan kecepatan pertumbuhan tersebut sudah merupakan prestasi yang
baik. Akan tetapi berbeda dengan periode 2002‐2006, pada kedua periode
pengembangan industri kreatif ini, sasaran pengembangan tidak hanya
mempertahankan pertumbuhan inovasi, tetapi diikuti dengan penguatan image inovasi
tersebut, melalui information dissemination baik di pasar domestik maupun pasar
internasional
P
ENUMBUHKEMBANGAN KAWASAN
KAWASAN KREATIF DI WILAYAH
I
NDONESIA YANG POTENSIAL
Saat ini, kawasan‐kawasan yang sudah diakui sebagai kawasan kreatif, dengan infrastruktur
pondasi dan pilar industri kreatif yang kuat antara lain; Bandung, Bali, DKI Jakarta dan
Yogyakarta. Ketiga kota ini merupakan citra atau identitas yang menjadi tolak ukur
48
perkembangan industri kreatif di Indonesia. Sejauh ini, beberapa kawasan lain di Indonesia
berpotensi menjadi kawasan‐kawasan kreatif baru, seperti Pekalongan, Cirebon, Garut,
Tasikmalaya, Papua, Jepara, Palembang, dan masih banyak daerah lainnya. Definisi
kawasan dalam studi yang dikembangkan, bisa berupa daerah tingkat I, daerah tingkat II
atau tingkat kecamatan, bergantung pada batas‐batas keberadaan potensi infrastruktur
kreatif di kawasan tersebut.
Dalam rencana pengembangan industri kreatif ini, selain menguatkan infrastruktur industri
kreatif di kawasan‐kawasan yang sudah established, percepatan pembentukan kawasan‐
kawasan kreatif baru juga merupakan sasaran utama, dengan target sebagai berikut:
Periode Penguatan Pondasi dan Pilar, 2008‐2014
Menumbuhkembangkan 3 kawasan kreatif potensial di wilayah Indonesia 1 kawasan
per 2 tahun.
Periode Akselerasi, 2015‐2024
Menumbuhkembangkan 7 kawasan kreatif potensial di wilayah Indonesia 1 kawasan
per tahun.
P
ENGUATAN CITRA KREATIF PADA PRODUK JASA SEBAGAI UPAYA
‘N
ATIONAL
B
RANDING
’ I
NDONESIA DI MATA DUNIA
I
NTERNASIONAL
Citra adalah kesan dan persepsi yang diterima oleh seseorang pada saat melihat mendengar
dan merasakan sesuatu. Semakin baik citra suatu seseorang akan semakin mempermudah
orang itu mendapat dukungan dalam mencapai tujuan. Citra sangat dipengaruhi oleh
kondisi sosial, ekonomi dan lingkungan. Sehingga citra adalah sesuatu yang harus
dibangun, dimantapkan dan dilestarikan. Bila tidak dilestarikan, citra dapat berubah
menjadi semakin buruk. Apabila masyarakat terlanjur memiliki citra yang buruk atas
sesuatu, akan dibutuhkan usaha yang lebih besar dan lebih keras dalam memperbaiki citra
tersebut, sehingga berdampak pada biaya yang dikeluarkan untuk memperbaikinya menjadi
lebih tinggimahal.
Pada awalnya pencitraan hanyalah suatu penanda terhadap kepemilikan seperti: nama atau
merek, arti, desain dan simbol. Saat ini kaitannya sudah sangat meluas dan meliputi aspek
perilakubudaya perusahaan, komunikasi dan promosi atau cara‐cara komersialisasi lainnya
yang tujuannya mempersepsikan suatu hal dibenak target pendengarpemirsapembaca
yang menjadi target materi yang ingin dikomunikasikan.
Tidak hanya bagi perusahaan, saat ini negara‐negara diseluruh dunia juga mulai mem‐
pencitraan negaranya Nation Branding. Dahulu pencitraan negara tercipta secara tidak
sengaja yang merupakan dampak tambahan dari suatu kampanye promosi pariwisata.
Tetapi saat ini kita harus mulai menyadari bahwa globalisasi telah membuat dunia ini
menyatu global village dan kompetisi antar negara menjadi semakin sengit, sehingga
membutuhkan pencitraan negara yang lebih serius, tidak sekedar mengharapkan efek
tambahan namun harus menjadi fokus.
Citra negara yang baik dapat menuntun cita‐cita suatu negara mencapai peningkatan
perdagangan, investasi dan pariwisata. Citra negara yang baik juga akan mampu
mengangkat citra pemimpin negara dimata pemimpin negara bangsa lain.