Insentif: Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2025 - Buku 1

67 inovasi. Insentif ini dapat diberikan kepada industri‐industri kreatif yang berusia muda dan memperlihatkan tanda‐tanda berkembang ataupun kepada industri kreatif yang sudah mengalami periode deklinasi. Pada kondisi periode deklinasi, pemerintah harus memberi insentif yang memotivasi industri untuk menciptakan variasi‐variasi produk dan jasa baru yang inovatif. Sedangkan pada industri kreatif yang berusia muda dan memperlihatkan tanda‐ tanda berkembang, pemerintah diharapkan dapat merangsang calon entrepreneur untuk memasuki industri kreatif. Insentif yang dapat diberikan oleh pemerintah misalnya: memberikan bebas bea impor barang modal dan perangkat riset, memberikan kredit lunak investasi inovasi, atau berupa pengurangan pajak penghasilan.

d. Insentif berupa tanpa insentif: Bagi industri‐industri kreatif yang menunjukkan

kinerja yang kompetitif, maka peran pemerintah hanya minimal. Campur tangan yang berlebihan terkadang bisa merusak kondisi yang sudah ada.

12. Iklim Usaha yang Kondusif: Merupakan situasi serta kondisi lingkungan usaha yang

dapat mendukung pertumbuhan industri kreatif.

a. Toleransi antar budaya agama: Bukti empiris menunjukkan, pembangunan akan

terhambat ketika modal sosial tergerus akibat konflik antar suku, agama dan ras, di suatu wilayah maupun suatu negara. Toleransi antar budaya dan agama merupakan faktor penting untuk tumbuhnya kreativitas, dan mentransformasikan kreativitas tersebut ke dalam aspek‐aspek pembangunan.

b. Klaster dan Kota Kreatif: Mempersiapkan kota‐kota agar memiliki aura kreatif

creative city ataupun kawasan atau subsektor wilayah kreatif yang merupakan tempat berkumpulnya individu‐individu kreatif yang dapat saling berinteraksi dan berkolaborasi untuk menciptakan produk dan jasa kreatif yang bernilai ekonomi tinggi i. Kota kreatif. Kota yang kreatif mampu mengakumulasi dan mengkonsentrasikan energi dari individu‐individu kreatif menjadi magnet yang menarik minat orang‐ orang kreatif berkelas dunia untuk tinggal, berkolaborasi dan berkarya di kota‐ kota tersebut. ii. Klaster dan Kawasan kreatif. Klaster dan kawasan kreatif akan menjadi pendorong utama tumbuhnya konsentrasi pekerja‐pekerja kreatif dan ruang interaksi untuk berbagi pengembangan enterpreneurship baik berupa eksperimentasi maupun berbagi pengalaman pembelajaran. Hal ini tentunya akan mencapai efisiensi industri kreatif yang akan meningkatkan daya saing industri kreatif Indonesia.

c. Administrasi Kreatif: Sistim birokrasi administrasi kepemerintahan tidak semuanya

bisa menyerap ide‐ide dan gagasan‐gagasan baru yang disampaikan oleh swasta. Padahal ekonomi berbasis kreativitas ini membutuhkan interaksi dan kolaborasi yang horizontal. Dengan demikian pemerintah perlu membenahi Kepres, Inpres, KepMen, PerDa dan lain‐lain yang lebih horizontal berupa kemudahan‐kemudahan 68 serta kerjasama internasional untuk melakukan bisnisusaha di bidang industri kreatif ini. Hal ini tentunya diharapkan juga untuk dapat menarik minat perusahaan‐ perusahaan kelas dunia untuk mendirikan kantor, atau berinvestasi di industri kreatif di Indonesia Foreign Direct Investment.

d. Kebijakan persaingan, Kebijakan persaingan membantu terciptanya iklim usaha

yang kondusif dan kompetitif, baik vertikal hulu sampai hilir, maupun horizontal antar perusahaan sejenis. Kebijakan persaingan usaha akan menjaga terjadinya persaingan yang sehat, melalui larangan terhadap: praktek‐praktek monopoli, penyalahgunaan posisi dominan, perjanjian dan kontrak ilegal yang mengakibatkan monopoli dan persaingan tidak sehat, kolusi dan kartel, integrasi dan akuisisi yang mengurangi intensitas persaingan, price discrimination tying dan bundling, price fixing, resale price maintenance dan aspek‐aspek persaingan lainnya. Pada akhirnya kebijakan persaingan ini akan memberikan kesempatan yang sama bagi setiap orang untuk melakukan produksi dan konsumsi, sehingga tercipta tingkat kesejahteraan yang optimum di pasar industri. ICT dan desain merupakan aspek sentral dalam industri kreatif. Kedua hal tersebut dekat dengan HKI. Disatu sisi HKI mengurangi intensitas persaingan, mengurangi kesempatan produksi dan konsumsi, namun disisi lain memberi dampak agar pelaku usaha selalu berinovasi. Salah satu tantangan besar untuk menerapkan kebijakan persaingan yang baik adalah: mampu mengelola nature yang kontradiktif antara proteksi HKI dan persaingan usaha. Keduanya penting untuk industri kreatif, akan tetapi memiliki sifat yang bertolak belakang. Kemampuan untuk menentukan waktu, kapan harus memiliki proteksi dan kapan harus melepaskan freewaremenjadi kunci sukses kebijakan yang baik. e. Jalur Distribusi Konektivitas antar daerah: Jalur distribusi merupakan infrastruktur fisik sedangkan konektivitas lebih diasosiasikan sebagai keterhubungan secara virtual. Pemerintah harus berperan aktif untuk menyediakan jalur distribusi baik distribusi konvensional maupun distribusi digital distribusi yang didukung oleh teknologi informasi dan telekomunikasi agar tidak terjadi ekonomi berbiaya tinggi, dalam melayani pasar domestik maupun pasar internasional.

f. Public Spaces Places: Ruang publik terbuka dan gedung‐gedung publik menjadi

tempat berkumpulnya masyarakat. Selain untuk leisure, ruang publik terbuka serta gedung ‐gedung publik dapat menjadi media pertukaran: informasi, nilai‐nilai dan budaya. Untuk para insan kreatif, keberadaan ruang publik dan gedung publik ini akan menjadi daya tarik sendiri untuk merealisasikan kreativitasnya, bahkan bisa menjadi daya tarik daerah tersebut untuk didatangi insan‐insan kreatif dari daerah dan negara lain. The power of place, demikian menurut Florida, sangat penting dalam pembangunan ekonomi kreatif.

g. Perlindungan HKI: Penegakan hukum yang konsisten, penerapan undang‐undang

anti monopoli dan jaminan HKI tidak cukup ditataran nasional saja. Karena HKI tidak saja berdimensi hukum namun juga telah berkembang menjadi dimensi perdagangan internasional. Banyaknya registrasi paten, hakcipta, merek dan desain dari negara asing di Indonesia menunjukkan bahwa ada kepentingan ekonomi yang