Struktur Industri Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2025 - Buku 1

82 + Jalur distribusi fisik seperti pasar modern dan tradisional, galeri, toko dan lain‐ lain semakin banyak. + Konektivitas virtual semakin baik seiring dengan membaiknya industri telekomunikasi. − Jalur transportasi masih bermasalah ketidakadaan dan kemacetan.

4. Iklim Usaha dan Persaingan

Isu iklim usaha dan persaingan pada industri kreatif umumnya meliputi: a. Regulasi bahan baku. Isu ini khususnya mengemuka pada subsektor industri kreatif yang mengandalkan sumber daya alam, seperti penerbitan dan percetakan, fesyen dan kerajinan. Kelangkaan dan mahalnya biaya bahan baku merupakan isu sentral. b. Regulasi impor dan ekspor. Isu yang mengemuka adalah lambatnya administrasi ekspor dan impor, maraknya impor ilegal, proteksi terhadap produk impor subtitusi impor kemudahan ekspor dan larangan ekspor bahan baku. c. Prosedur administrasi. Selain administrasi ekspor dan impor di atas, isu yang mengemuka adalah lama dan mahalnya biaya administrasi perijinan, pengurusan HKI dan pendirian usaha. d. Penyelundupan ditengarai menjadi salah satu penyebab kelangkaan‐kelangkaan bahan baku. e. Pembajakan dan HKI. Sebagai industri yang kental dengan hak cipta, desain, paten dan merk, isu pembajakan dan HKI merupakan salah satu isu sentral dalam industri kreatif. f. Pungutan ‐pungutan liar dirasakan mengurangi efisiensi, dan mengurangi akurasi estimasi perhitungan keuangan. Ekonomi biaya tinggi ditengarai terjadi karena pungutan ‐pungutan ini. g. Persaingan yang sehat. Isu ini merupakan persoalan yang kompleks untuk dibuktikan kebenarannya. Isu ini mengemuka terutama di industri televisi dan radio, periklanan dan industri film, video dan fotografi h. Pajak. Insentif pajak tax holiday dirasakan oleh beberapa pelaku usaha di industri kreatif sebagai suatu yang penting, terutama untuk subsektor‐subsektor dengan total keuntungan yang belum terlalu besar atau untuk para pendobrak‐pendobrak di luar pasar mainstream yang belum tentu memperoleh keuntungan karena resiko kegagalan agar produkjasa yang ditawarkan akan dapat diterima oleh pasar high risk. i. Tenaga kerja. Isu ini mengemuka terutama pada subsektor yang sifatnya padat karya labour intensive, seperti fesyen, percetakan besar, televisi, dan beberapa perusahaan kerajinan. Aturan tenaga kerja Indonesia memang bertujuan melindungi tenaga kerja dengan lebih baik. Labour market flexibility yang merupakan preferensi pengusaha menjadi terkekang. Pengusaha, pemerintah dan serikat pekerja sudah berusaha duduk bersama menyempurnakan aturan tenaga kerja, namun konsensus tak kunjung dicapai hingga kini. j. Kanal frekuensi. Teknologi transmisi penyiaran yang menggunakan teknologi analog memiliki keterbatasan kanal frekuensi. Di pihak lain, iklim penyiaran yang semakin 83 kondusif merangsang tumbuhnya perusahaan‐perusahaan penyiaran. Di beberapa daerah, pertumbuhan jumlah perusahaan penyiaran sudah melampaui kapasitas kanal. Akhirnya terjadi perebutan kanal. Regulasi yang sesuai harus dilakukan, sebelum implementasi peralihan ke teknologi digital, yang meniadakan keterbatasan kanal, dilakukan.

5. Lemahnya Peran Pusat Desain Indonesia dalam Industri

Dari 14 kelompok industri kreatif, peran sentral industri kreatif desain sangat penting. Seluruh subsektor industri kreatif membutuhkan layanan industri desain. Pusat desain merupakan suatu yang penting bagi proses pengembangan industri kreatif nasional dan harus secara intensif menghasilkan desain yang dapat meningkatkan nilai tambah produk dan jasa b aik industri kreatif ataupun bukan, di Indonesia. T EKNOLOGI T ECHNOLOGY Dukungan jenis teknologi terhadap industri kreatif sangat bergantung pada intensitas sumber daya serta substansi dominan dalam industri tersebut. Hampir seluruh subsektor industri kreatif ini membutuhkan teknologi informasi sebagai teknologi pendukung dalam proses kreasi, produksi maupun distribusi atau komersialisasi. Oleh karena itu, Information Communication Technology ICT merupakan infrastruktur yang vital bagi pengembangan ekonomi kreatif ini. ICT ini khususnya sangat dibutuhkan dalam subsektor industri kreatif yang memiliki substansi dominan media, desain dan iptek serta intensitas sumber daya yang bersifat intangible, seperti: Film, Video, Fotografi, Musik, TV dan Radio, Periklanan, Penerbitan Percetakan, arsitektur, desain, musik, riset dan pengembangan, permainan interaktif dan terutama layanan komputer piranti lunak Pada rantai kreasi, ICT umumnya dibutuhkan untuk memperoleh, menyebarkan, dan melakukan pertukaran informasi, untuk memperkaya ide kreasi dan pada rantai distribusi dan komersialisasi, dukungan ICT dibutuhkan dalam proses transaksi dan promosi. Subsektor Industri kreatif, dimana substansi dominannya adalah seni budaya dan intensitas sumber dayanya adalah bersifat tangible, seperti fesyen, kerajinan, penerbitan dan percetakan, selain membutuhkan teknologi ICT sebagai teknologi pendukung, juga membutuhkan teknologi proses kimia bahan baku serta teknologi yang dibutuhkan pada proses produksi, misalnya: mesin potong, mesin bubut, mesin gerinda, mesin press, dan mesin produksi lainnya. Secara umum, kondisi teknologi pendukung industri kreatif adalah sebagai berikut:

1. Teknologi informasi dan komunikasi sebagai Teknologi Pendukung.

Teknologi informasi dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok besar antara lain: 1 infrastruktur fisik, seperti International Access, Domestic Backbone Inter‐city, Inner‐city Wireline Connections, Broadband Wireless Access, Mobile Access Network, Convergence IP Network , dan lain‐lain, 2 Layanan pendukung atau koneksi seperti: Mobile Access, Broadband Fixed Access, Internet Access, Digital Broadcast, dll, serta 3 Piranti lunak sistem operasi, aplikasi, database, dll dan piranti keras personal computer, laptop, modem, dll. Beberapa kondisi teknologi informasi dan komunikasi di Indonesia: