Intensitas Sumber Daya Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2025 - Buku 1

75 sepenuhnya kreativitas sebagai sumber daya utama. Industri‐industri ini kita kategorikan sebagai industri yang berbasis sumber daya yang tidak kasat mata intangible‐based. Berdasarkan kedua dimensi di atas, ke‐14 sektor industri kreatif yang ada dapat diposisikan ke dalam sebuah matriks 2 dimensi, yang masing‐masing dimensi memiliki 3 dan 4 komponen matriks 3x4. Sebuah subsektor bisa mengandung lebih dari satu substansi yang dominan untuk menciptakan nilai tambah bagi barang dan jasa yang dihasilkannya, sehingga bisa diposisikan di tengah‐tengah kedua substansi tersebut. Sebagai contoh, musik adalah subsektor yang terkait Seni dan Budaya, tetapi juga sangat erat kaitannya dengan media yang digunakan untuk menampilkannya, sehingga musik diposisikan di antara kedua aspek tersebut. Substansi Dominan dalam Industri Tersebut Intensitas Sumber Daya Seni Budaya Media Desain I pTek Substansi Dominan dalam Industri Tersebut IT Software RD Game Interaktif Desain Arsitektur Film, Video, Fotografi Musik Kerajinan Pasar Barang Seni Periklanan TV Radio Penerbitan Percetakan Fesyen Seni Pertunjukan Gambar 27 Klasifikasi 14 Subsektor Industri Kreatif Berdasarkan klasifikasi pada matriks di atas, subsektor yang dikelompokkan dengan warna yang sama akan memerlukan strategi pengembangan yang serupa karena kemiripan karakterisitik, baik dari aspek sumber daya insani maupun substansi yang harus dikembangkan. Terdapat 7 kelompok subsektor industri kreatif: 1. Kelompok Subsektor Industri publikasi dan presentasi lewat media Media Publishing and Presence yaitu: subsektor Penerbitan‐Percetakan dan subsektor Periklanan warna oranye, 2 subsektor 2. Kelompok Subsektor Industri dengan kandungan budaya yang disampaikan lewat media elektronik Electronic Media Presentation with Cultural Content: yaitu subsektor TV dan Radio dan subsektor Film Video dan Fotografi warna ungu, 2 subsektor 3. Kelompok Subsektor Industri dengan kandungan budaya yang ditampilkan ke publik baik secara langsung maupun lewat media elektronik Cultural Presentation yaitu subsektor Musik dan subsektor Seni Pertunjukan warna merah, 2 subsektor 76 4. Kelompok Subsektor Industri yang padat kandungan seni dan budaya Arts Culture Intensive , yaitu subsektor Kerajinan dan subsektor Pasar barang seni warna coklat 2 subsektor 5. Kelompok Subsektor Industri Design, yaitu subsektor Desain, subsektor Fesyen dan subsektor Arsitektur warna hijau, 3 subsektor 6. Kelompok Subsektor Industri kreatif dengan muatan teknologi Creativity with Technology: subsektor Riset dan Pengembangan, subsektor Permainan Interaktif dan subsektor Teknologi Informasi dan Jasa Perangkat Lunak warna biru tua, 3 sektor. Kerangka kerja melalui pembagian ke dalam tujuh kelompok industri kreatif ini akan berperan penting dalam menentukan strategi pengembangan. Dengan mengetahui intensitas pemanfaatan sumber daya alam di dalam industri kreatif, maka strategi pengembangan sektor tertentu harus memperhatikan aspek kebijakan pengelolaan sumber daya alam yang dibutuhkan dalam industri tersebut. Selain itu, kebijakan pemerintah dari berbagai instansi yang menyentuh empat aspek dominan yang berbeda di dalam industri kreatif tersebut Seni Budaya, Media, Desain dan IpTek akan berdampak pula pada subsektor industri kreatif bersangkutan. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah terhadap pengembangan industri kreatif akan bersifat lintas sektoral dan membutuhkan koordinasi antar instansi. Dalam hal ini, kebijakan industri kreatif nasional nantinya akan memerlukan kebijakan dari berbagai instansi pemerintah baik di pusat maupun di daerah, yang harus dilengkapi dengan program kerja masing‐masing yang bermuara pada Rancangan Pengembangan Industri Kreatif nasional. BAGIAN TIGA ‐ RENCANA STRATEGIS PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF INDONESIA 77 Analisis Pemetaan Kondisi Pondasi Pilar Ekonomi Kreatif Tahapan pengembangan industri kreatif didasari dengan pemikiran bahwa bagaimana cendekiawan, bisnis dan pemerintah secara bersama‐sama mampu mengantarkan kondisi pondasi dan pilar‐pilar saat ini menuju kepada kondisi yang diharapkan pada tahun 2015, melalui perannya masing‐masing. Oleh karena itu, dalam pengembangan rencana strategis pengembangan industri kreatif 2009 ‐2015 dilakukan tahapan‐tahapan sebagai berikut: • Penilaian kondisi pondasi dan pilar dari model pengembangan ekonomi kreatif people‐ Industry ‐ Technology‐ Resources‐Institution‐Financial Intermediary di Indonesia; • Penetapan sasaran dan arah pada pondasi dan pilar industri kreatif pada tahun 2015; • Penentuan peran cendekiawan, bisnis dan pemerintah dalam menggerakkan faktor penggerak yang telah didefiniskan untuk mencapai kondisi pondasi pilar industri kreatif di tahun 2015; • Pengembangan Peta jalan pengembangan Industri Kreatif Menuju Sasaran Tahun 2015; dan • Pembuatan Rencana Aksi Pengembangan Industri Kreatif oleh Pemerintah A NALISIS K ONDISI P ILAR DAN P ONDASI I NDUSTRI K REATIF S UMBER D AYA I NSANI P EOPLE

1. Jumlah Creative Worker masih rendah dibandingkan sektor lain, dengan kualitas yang

masih dapat ditingkatkan Jumlah tenaga kerja yang terlibat dalam sektor industri kreatif pada tahun 2006 berdasarkan Studi Pemetaan Industri Kreatif Departemen Perdagangan Republik Indonesia 2007 adalah sekitar 4,9 juta tenaga kerja. Walaupun angka tersebut menunjukkan tingkat partisipasi sekitar 5,14 dan menempati peringkat 6 dibandingkan dengan 9 sektor industri utama Indonesia, tetapi sesungguhnya terdapat kekhawatiran karena angka tingkat partisipasi ini mengalami penurunan, bahkan merupakan titik terendah dari data yang didapat sejak tahun 2002, di mana pada tahun 2002 terdapat hampir 5,9 juta tenaga kerja di sektor industri kreatif. Perlu dilakukan identifikasi penyebab terjadinya situasi ini, dan diambil langkah untuk mengatasinya. Selain itu, tidak hanya dalam aspek kuantitas namun juga aspek kualitas terdapat adanya ruang peningkatan jika dilihat dari aspek produktifitas tenaga kerja. Data dari studi yang sama menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan produktifitas sejak tahun 2002 Rp. 17,4 jutatenaga kerjatahun hingga sekitar Rp. 21,3 jutatenaga kerjatahun pada tahun 2006. Tapi angka ini masih menempati peringkat ke‐6 dari 10 sektor yang dibandingkan, di bawah industri yang padat sumber daya alam Pertambangan dan Penggalian; Listrik, Gas dan Air Bersih, industri primer yang padat modal Industri Pengolahan dan Bangunan dan jasa yang padat modal Keuangan, Real Estat dan Jasa 78 Perusahaan. Seiring dengan sasaran peningkatan peran sumber daya insani sebagai sasaran pembangunan industri kreatif, peringkat produktifitas tenaga kerja sektor industri kreatif ini harus meningkat.

2. Menjadi creative talent mulai menarik

Keterbukaan yang tumbuh dalam masyarakat, terutama dalam hal media, membawa dampak positif bagi tumbuhnya ruang untuk berekspresi dan berkreasi. Hal ini membuat masyarakat, terutama generasi muda, melihat profesi di bidang seni hiburan seperti musik, film video. TV dan radio sebagai sesuatu yang atraktif tidak hanya secara ekonomi tetapi juga dilihat dari apresiasi masyarakat. Memang kebanyakan anggota masyarakat masih memiliki preferensi terhadap profesi yang ‘konvensional’ seperti insinyur, dokter, ekonom, pengacara, dll, tapi saat ini menjadi penyanyi, aktor dan aktris film atau drama, seniman, dll mulai menjadi pilihan dan mendapat apresiasi masyarakat.

3. Enterpreneurship

mulai tumbuh Selain tenaga kerja kreatif, peran wirausahawan juga sangat penting dalam tumbuhnya industri kreatif. Secara perlahan, berwirausaha mulai menjadi opsi profesi yang menarik terutama bagi yang berpendidikan tinggi, walaupun masyarakat tenaga kerja dan non tenaga kerja masih memiliki preferensi pola pikir bekerja sebagai pegawai swasta atau PNS. Situasi ini walaupun masih menjadi hambatan bagi jiwa kewirausahaan untuk tumbuh lebih subur, namun sesungguhnya menyiratkan harapan bagi berubahnya daya dorong masyarakat untuk tumbuhnya kewirausahaan. Walaupun demikian harus diakui bahwa peran pemerintah dalam menciptakan insentif untuk tumbuhnya kewirausahaan ini masih kecil. Sebagian besar tumbuhnya jiwa kewirausahaan ini justru disebabkan kebanyakan karena kondisi ekonomi yang tidak mampu menyediakan lapangan kerja yang cukup, terutama paska krisis ekonomi. Ternyata kondisi keterpaksaan ini justru membawa blessing in disguise bagi lahirnya para wirausahawan. Menjadi tantangan justru untuk menumbuhkan jiwa kewirausahaan by design berdasarkan perencanaan, bukan by chance berdasarkan kebetulan.

4. Creative

talent Indonesia dan perannya di dunia internasional Fakta yang juga menggembirakan –walaupun juga menyiratkan tantangan untuk memelihara hubungan erat dengan tanah air– adalah mulai banyaknya SDM kreatif Indonesia yang kiprahnya diakui di dunia internasional, baik yang berbasis di tanah air maupun yang berdomisili di luar negeri. Mulai dari artis musik yang albumnya digemari di negara tetangga, desainer fesyen yang produknya dicari oleh konsumen dari luar negeri, hingga peneliti muda yang menjadi profesor di universitas terkemuka di luar negeri, semuanya adalah bukti yang menunjukkan pengakuan terhadap kualitas creative talent Indonesia. Tantangannya adalah untuk mencegah terjadinya fenomena ‘brain drain’ atau mungkin lebih tepatnya ‘talent drain’ yang dapat terjadi jika para putra‐putri terbaik bangsa yang berdomisili di luar negeri tidak kembali, atau tidak dapat menyalurkan kembali pengalaman, keahlian dan nilai tambah yang didapatnya di mancanegara menjadi manfaat bagi Indonesia. Akan tetapi, talent drain ini dapat diubah menjadi ‘talent