87
membesar signifikan. Sehingga biaya post production tersebut dapat ditutupi dengan
pendapatan yang masih cukup besar.
3. Teknologi Penghasil Bahan Baku bagi Industri Kreatif
a. Lembaga riset cukup memadai jumlahnya, namun belum optimal berkontribusi
pada penelitian‐penelitian bahan baku.
Lembaga ‐lembaga riset ini terdapat pada departemen‐departemen pemerintahan,
perusahaan maupun pendidikan tinggi. Kendala biaya merupakan penyebab utama
minimnya kontribusi lembaga riset. Selain itu, lemahnya koordinasi dan kolaborasi
antara industri, lembaga riset pemerintah dan universitas, mengakibatkan hasil‐hasil
riset yang diperoleh selama ini kurang dapat diterapkan.
b. Sebagian besar mesin penghasil bahan baku diimpor dan sudah obsolete.
Mesin ‐mesin penghasil bahan baku, khususnya bahan baku tekstil dan kulit tidak
didukung oleh teknologi yang lebih maju sehingga efisiensi serta produktivitas
produksi bahan baku tidak optimal. Kondisi ini mempengaruhi jumlah dan kualitas
bahan
baku yang bisa dihasilkan. 4. Utilisasi
kemampuan universitas dalam penelitian diperlukan
Tidak dipungkiri bahwa kapasitas dan kapabilitas universitas dan lembaga penelitian
sudah mampu melakukan inovasi dan penelitian yang berkaitan dengan industri
khususnya kelompok industri kreatif. Namun para peneliti membutuhkan rangsangan
lebih agar melakukan penelitian yang lebih mengarah kepada penggunaan lapangan
yang diperlukan oleh pelaku industri. Dan sebaliknya, para pelaku industri dihimbau
untuk berkolaborasi dengan lembaga penelitian termasuk universitas untuk menaikkan
daya saing dengan penggunaan metoda ataupun penemuan penemuan baru yang
inovatif.
5. Kurangnya Penguasaan teknologi oleh para pekerja kreatif Indonesia.
Peralatan berteknologi tinggi memerlukan operator yang berpengalaman untuk
penggunaan alat tersebut. Tidak tersedianya peralatan tersebut juga akan menyebabkan
kesulitan untuk memberikan pelatihan dan kontinuitas sumber daya insani yang kelak
akan mengoperasikannya. Sedangkan bagi yang akan menyediakan peralatan tersebut
akan ragu dengan kesiapan SDM operatornya. Sehingga diperlukan sebuah terobosan
yang memutus lingkaran setan tersebut. Sebagai contoh adalah penguasaan akan
teknologi tata cahaya dan tata panggung untuk pertunjukan seni dan musik masih
minim. Pelaku bisnis yang ahli dengan tata panggung dan tata cahaya dengan teknologi
digital di Indonesia sangat terbatas, padahal kualitas pertunjukan seni musik sangat
ditentukan dengan kualitas tata panggung dan tata cahaya ini..
Rendahnya Computer literacy di Indonesia, dimana pada era dijital ini, hampir di seluruh
lapisan kegiatan dalam masyarakat sudah didukung oleh teknologi yang disebut dengan
komputer. Kondisi ini tentunya akan mempengaruhi kualitas kreasi dan kemampuan
komersialisasi produkjasa industri kreatif Indonesia.
88
S
UMBER DAYA
R
ESOURCES
Yang dimaksud dengan sumber daya disini adalah sumber daya selain kreativitas yang
berdasar dari insan kreatif. Bila melihat dari rantai nilainya khususnya yang berkaitan
dengan produksi, tidak seluruh subsektor Industri kreatif membutuhkan sumber daya,
khususnya sumber daya alam. Subsektor yang membutuhkan sumber daya alam antara lain
adalah: subsektor kerajinan, subsektor fesyen, subsektor percetakan dan penerbitan, serta
Riset dan Pengembangan dibidang bioteknologi. Dalam hal produksi, kelompok subsektor
yang menggunakan sumber daya alami banyak mengalami kendala kelangkaan bahan baku.
1. Keunikan Bahan Alam Indonesia
Indonesia memiliki keragaman hayati yang patut dijadikan kekuatan karena tidak
dimiliki negara lain. Keragaman hayati ini bisa digunakan sebagai material di dalam
membuat produk. Bila diatur dengan baik, keunikan material ini bisa turut mendukung
pencitraan negara, karena hanya dapat diperoleh dari Indonesia, misalnya rotan, karet,
laker dan gambir. Dari sisi bio teknologi, keragaman hayati Indonesia telah mengundang
perhatian peneliti‐peneliti asing untuk datang, dan hasil penelitian diterbitkan di dalam
jurnal ‐jurnal ilmiah yang tentunya akan turut membawa nama Indonesia.
2. Kelangkaan Bahan Baku
Faktor suplai sangat bepengaruh dalam kelompok industri kreatif berbasis sumber daya
alam. Bisa dilihat dari hasil pemetaan industri kreatif, kelangkaan bahan baku dan
kenaikan harga BBM membuat fluktuasi yng cukup tajam, karena kelangkaan bahan
baku menyebabkan harga naik. Akibatnya jumlah perusahaan yang aktif dalam
subsektor itu berguguran, contoh nyata adalah bergugurannya pengerajin rotan dj pulau
Jawa yang tidak mendapat pasokan rotan dari Kalimantan maupun Sulawesi.
Kelangkaan bahan baku kayu juga menyebabkan efek yang sama, karena dari sisi ekspor
terutama kerajinan termasuk furnitur dikenal istilah KW1 dan KW2. KW1 adalah istilah
kualitas nomor satu, biasanya ditentukan oleh penggunaan bahan bakunya. Saat ini
pengerajin mensubstitusi bahan baku kayu solid dengan kayu plywood sehingga
penilaian buyer bergeser dari KW1 menjadi KW2 kualitas nomor 2, akibatnya nilai jual
juga menurun. Terdapat kondisi yang cukup mengkhawatirkan karena bila perusahaan
banyak yang tutup berarti akan mengancam keberlangsungan hidup pekerja di
subsektor industri kreatif yang padat karya. Saat ini total pekerja di industri kreatif
adalah 5,9 juta tenaga kerja.
3. Kurang Motivasi Mengolah Bahan Baku
Pengusaha ‐pengusaha Indonesia saat ini masih lebih senang menjual bahan baku ke luar
negeri karena bisa mendapatkan uang lebih cepat, walaupun untungnya kecil. Hal ini
disebabkan karena kurang kreatif. Bila ini dibiarkan, maka industri dalam negeri akan
kekurangan suplai bahan baku.
Dibutuhkan pengubahan kerangka berfikir mind set tidak hanya dari pelaku di
subsektor industri kreatif berbasis sumber daya alam, namun juga pengusaha‐pengusaha
yang mengolah hasil hutan laut Indonesia.