Interpretive Structural Modelling Metode Penunjang Keputusan
24
dari suatu sistem, melalui pola yang dirancang secara seksama dengan menggunakan grafik serta kalimat. Dalam teknik ISM, sistem yang ditelaah
perjenjangan strukturnya dibagi menjadi elernen-elemen di mana setiap elemen selanjutnya diuraikan menjadi sejumlah sub-elemen.
Saxena 1992 mengemukakan bahwa suatu sistem yang menjadi fokus pengembangan dapat dibagi kedalam sembilan elemen, yaitu: 1 sektor
masyarakat yang terpengaruh, 2 kebutuhan dari program, 3 kendala utama, 4 perubahan yang dimungkinkan, 5
tujuan dari program, 6 tolok ukur untuk menilai setiap tujuan, 7 aktivitas yang dibutuhkan guna perencanaan tindakan,
8 ukuran aktivitas guna mengevaluasi hasil yang dicapai oleh setiap aktivitas, dan 9 lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan program.
Elemen mungkin saja menjadi objek dari kebijakan, tujuan dari suatu organisasi, faktor-faktor penilaian, dan lain-lain. Hubungan langsung dapat saja
bervariasi dalam suatu konteks merujuk pada hubungan kontekstual, seperti elemen ke-i
„lebih baik dari‟ atau „adalah keberhasilan melalui‟ atau „akan membantu keberhas
ilan‟ atau „lebih penting dari‟ elemen ke-j Eriyatno 2003. Secara eksplisit tahapan ISM adalah sebagai berikut:
a Identifikasi elemen, dimana setiap elemen dari sistem diidentifikasi dan dicatat.
b Merumuskan hubungan kontekstual antar elemen-elemen. c Menyusun matriks structural self interaction SSIM, yaitu matriks persepsi
responden terhadap elemen serta hubungan langsung antar elemen. Empat simbol yang digunakan untuk menyajikan tipe hubungan tersebut yaitu:
Simbol V untuk relasi elemen ke-i dengan elemen ke-j, tetapi tidak berlaku untuk kebalikannya; Simbol A untuk relasi elemen ke-j dengan elemen ke-i,
tetapi tidak berlaku untuk kebalikannya; Simbol X untuk interrelasi antara elemen ke-i dengan elemen ke-j berlaku dua arah; serta Simbol O untuk
mempresentasikan bahwa elemen ke-i dan elemen ke-j adalah tidak berkaitan. d Menyusun matriks reachability RM, dengan cara merubah simbol-simbol
dalam SSIM menjadi matriks angka biner 1 dan 0. Aturan konversi yang digunakan adalah:
25
jika relasi elemen ke-i dengan elemen ke-j = V maka elemen E
ij
=1 dan elemen E
ji
=0, jika relasi elemen ke-i dengan elemen ke-j = A maka elemen E
ij
=0 dan elemen E
ji
=1, jika relasi elemen ke-i dengan elemen ke-j = X maka elemen E
ij
=1 dan elemen E
ji
=1, dan jika relasi elemen ke-i dengan elemen ke-j = O, maka elemen E
ij
=0 dan elemen E
ji
=0. e Penentuan jenjang level partitioning, yaitu melakukan perintah untuk
mengklasifikasi elemen-elemen ke dalam tingkatan yang berbeda dalam sebuah struktur. Pada tahapan ini semua elemen yang dapat dicapai oleh
elemen ke-i digabung dalam suatu reachability set R
i
sedangkan semua elemen yang dapat dicapai oleh elemen ke-j digabung dalam antecedent set
A
j
. f Penyusunan matriks kanonikal canonical matrix, yaitu pengelompokan
elemen yang memiliki tingkatan yang sama. Matriks ini memperlihatkan bahwa elemen yang berada pada segitiga bagian atas bernilai 0 dan pada
segitiga bagian bawah bernilai 1. Matriks ini kemudian digunakan untuk mempersiapkan sebuah digraph.
g Menyususn digraph, dimana elemen-elemen direpresentasikan secara grafikal bentuk hubungan langsungnya dan tingkat hirarkhi. Kemudian disederhanakan
lagi melalui operasi pemindahan semua transitivitasnya sehingga diperoleh digraph
akhir. Hasil akhir teknik ISM adalah elemen kunci, diagram struktur, dan matriks
DP-D Driver Power-Dependence yang menggambarkan klasifikasi dari sub- elemen. Klasifikasi sub elemen tersebut menurut Saxena et al 1992 terdiri atas:
a Weak driver - weak dependent variables Autonomous, umumnya sub elemen tidak berkaitan dengan sistem, dan mungkin mempunyai
hubungan sedikit, meskipun hubungan tersebut bisa saja kuat Sektor I. b Weak driver - strongly dependent variables Dependent, peubah tidak bebas
dan akan terpengaruh oleh adanya program sebagai akibat tindakan terhadap sektor lain Sektor II.
c Strong driver - strongly dependent variables Linkage, peubah harus dikaji secara hati-hati, sebab hubungan antar peubah tidak stabil. Setiap tindakan
26
pada peubah tersebut akan membenkan dampak terhadap lainnya dan umpan balik pengaruhnya bisa memperbesar dampak Sektor III.
d Strong drive - weak dependent variables Independent, peubah mempunyai kekuatan penggerak yang besar terhadap keberhasilan program tetapi punya
sedikit ketergantungan terhadap program Sektor IV.