Sistem Pengembangan Kelembagaan RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN

78 Aktivitas Pengembangan 1. Pengembangan kerjasama dan koordinasi kegiatan antar agroindustri aren 2. Pengembangan kerjasama dengan industrilembaga pendukung 3. Pengembangan inovasi dan aplikasi teknologi tepat guna Sistem Pengembangan Klaster Agroindustri Aren Pelaku Pengembangan 1. Pemilik lahan 2. Petani penyadap 3. Industri pengolahan 4. Pedagang perantara 5. Kelompok tani 6. Koperasi Tujuan Pengembangan 1. Meningkatkan nilai tambah agroindustri aren 2. Meningkatkan kemampuan inovasi dan teknologi Kendala Pengembangan 1. Kurangnya dukungan dari pemerintah 2. Rendahnya kualitas sdm 3. Rendahnya kemampuan manajerial industri Indikator Keberhasilan 1. Peningkatan jumlah dan bentuk kerjasama 2. Peningkatan kemampuan penguasaan teknologi Gambar 18 Struktur sistem pengembangan klaster agroindustri aren. Berdasarkan hasil verifikasi yang diperoleh terlihat bahwa pengembangan sistem klaster pada agroindustri aren memiliki tingkat efektivitas yang tinggi untuk meningkatkan nilai tambah dan kemampuan inovasi dan teknologi pelaku- pelaku yang terlibat di dalam sistem. Peningkatan nilai tambah dan kemampuan inovasi dan teknologi tersebut memberikan kontribusi terhadap tercapainya tujuan-tujuan lain sistem sehingga secara kumulatif meningkatkan daya saing agroindustri aren. Kendala yang dihadapi dalam upaya mengembangkan klaster agroindustri aren di Sulawesi Utara semuanya bersumber dari pelaku-pelaku yang terlibat di dalam sistem. Berdasarkan keluaran model bahwa kendala utama dalam pengembangan klaster agroindustri aren di Sulawesi Utara adalah kurangnya dukungan dari pemerintah baik pusat maupun daerah, rendahnya kualitas sumberdaya pelaku, dan rendahnya kemampuan manajerial. Kurangnya dukungan dari pemerintah ditunjukan antara lain oleh kebijakan dan regulasi yang dikeluarkan tidak memihak kepada upaya peningkatan sektor agroindustri aren. Perhatian pemerintah secara empiris banyak diberikan pada sektor-sektor agroindustri konvensional yang ada sejak lama dan 79 dikembangkan seperti agroindustri yang berbasis pada tanaman kelapa, padi, dan cengkeh. Dampak dari hal tersebut mengakibatkan kurangnya regulasi yang mengarah pada peningkatan kemampuan dan nilai tambah dari agroindustri aren. Disamping itu insentif dan pembangunan infrastruktur penunjang tidak banyak dilakukan baik untuk merangsang peningkatan produksi maupun pengembangan pemasaran. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia dan rendahnya kemampuan manajerial berperan sebagai faktor penyumbang rendahnya kualitas pekerjaaan dan produk yang dihasilkan. Proses produksi agroindustri aren di Sulawesi Utara selain menggunakan teknologi sederhana, umumnya menggunakan tenaga-tenaga tidak terampil dan berpendidikan rendah. Kondisi ini berdampak pada rendahnya produktivitas, kualitas produk yang dihasilkan, serta bentuk dan jenis produk yang dihasilkan. Kondisi tersebut juga menyebakan ketidakmampuan untuk mengakses informasi dan teknologi yang pada gilirannya berakibat pada rendahnya posisi tawar. Kurangnya kerjasama para pemangku kepentingan juga menjadi hambatan pengembangan klaster di Sulawesi Utara. Para pelaku yang memiliki kepentingan dengan agroindustri ini seolah-olah berjalan sendiri-sendiri sehingga memungkinkan nilai tambah yang diperoleh khususnya pihak-pihak disepanjang rantai nilai menjadi rendah serta tidak tersebar secara merata. Keluaran model aktivitas penting menunjukan bahwa terdapat tiga kegiatan penting dan menjadi kunci implementasi klaster agroindustri aren yaitu pengembangan kerjasama dan koordinasi antar agroindustri aren, pengembangan kerjasama antara agroindustri dengan industri dan lembaga pendukung, serta pengembangan inovasi dan aplikasi teknologi tepat guna. Pengembangan inovasi dan aplikasi teknologi tepat guna muncul sebagai elemen kunci merupakan konsekuensi logis dari dinamika klaster. Porter 1998 menyatakan bahwa sifat persaingan didalam klaster menyebabkan terjadinya kondisi tersebut. Tekanan persaingan memaksa agroindustri anggota tersebut melakukan inovasi dan menciptakan metode-metode baru, yang berkaitan baik pada sisi penawaran maupun pada sisi permintaan produk yang dihasilkan, sehingga meningkatkan nilai tambah yang diperoleh. 80 Perluasan jaringan dan jangkauan pasar serta pengembangan alternatif sumber pembiayaan menjadi aktivitas penting pada tingkatan kedua. Kedua aktivitas ini dapat dikatakan sebagai hasil dari adanya kerjasama diantara agroindustri khususnya yang berkaitan dengan pemasaran bahan baku maupun produk yang dihasilkan. Sedangkan alternatif sumber pembiayaan investasi dihasilkan dari kerjasama antara agroindustri dengan lembaga terkait khususnya lembaga keuangan dan inkubator. Indikator keberhasilan dipandang sebagai elemen penting yang harus diperhatikan khususnya dalam perencanaan dan implementasi pengembangan klaster agroindustri aren. Indikator-indikator tersebut menjadi signal atau pemandu untuk pengambilan keputusan klaster di kemudian hari oleh para pemangku kepentingan khususnya perusahan agroindustri aren, pemerintah dan perusahan terkait. Berdasarkan hasil identifikasi dalam model diperoleh bahwa indikator yang penting untuk diperhatikan adalah peningkatan jumlah dan bentuk kerjasama dan indikator kemampuan penguasaan teknologi. Jumlah dan bentuk kerjasama yang dilakukan oleh anggota merupakan salah satu karakter penting dari klaster agroindustri karena akan berdampak pada terjadinya peningkatan produktivitas dan efisiensi, baik efisiensi biaya maupun efisiensi produksi. Indikator penguasaan teknologi lebih ditujukan untuk mengukur apakah telah terjadi proses tranfer informasi dan pengetahuan diantara anggota. Kedua indikator keberhasilan diatas memberikan kontribusi terhadap indikator lainnya pada level berikutnya seperti indikator peningkatan jumlah anggota klaster, peningkatan skala usaha, terciptanya efisiensi kolektif, peningkatan jangkauan dan pangsa pasar, peningkatan jumlah tenaga kerja, peningkatan investasi, dan indikator peningkatan kemampuan inovasi. Indikator level pertama dan kedua memberikan kontribusi terhadap indikator-indikator level terakhir yaitu tercapainya skala ekonomi, peningkatan nilai tambah, peningkatan produktivitas, peningkatan mutu produk, dan menguatnya hubungan sosial diantara pelaku. 81

7.3. Sistem Pengembangan Teknologi

Pengembangan teknologi dalam sistem klaster agroindustri aren memiliki dimensi yang luas. Berdasarkan ruang lingkup kajian, sistem yang dibangun hanya terdiri atas penentuan produk unggulan, penentuan kapasitas olah dan sub- model penentuan teknologi proses pengolahan. Ketiga sub-sistem ini dianggap merupakan faktor kritis dalam perencanaan pengembangan teknologi agroindustri aren. Hasil verifikasi menunjukan bahwa kapasitas olah yang paling sesuai untuk dikembangkan oleh agroindustri aren di Kabupaten Minahasa Selatan yaitu 5.000 l per satu kali pengolahan. Penentuan kapasitas olah agroindustri aren berkaitan dengan ketersediaan bahan baku, mutu bahan baku sukrosa, dan jarak sumber bahan baku. Sumber dan tingkat ketersedian bahan baku berbanding lurus dengan mutu bahan baku itu sendiri. Semakin jauh lokasi sumber bahan baku dengan lokasi pengolahan mengakibatkan waktu tempuh menjadi panjang, sehingga dapat menyebabkan menurunnya kualitas bahan tersebut. Menurut Mahmud et al. 1991 nira yang akan diolah menjadi gula harus diproses paling lambat 2 jam setelah disadap sehingga menjamin kualitas bahan baku tersebut masih memiliki komposisi terbaik. Apabila waktu tunggu sebelum pengolahan melewati waktu tersebut maka akan mengakibatkan kualitas dan komposisi bahan dari nira mengalami perubahan antara lain karena terjadinya proses fermentasi, sehingga tidak baik untuk diolah menjadi gula aren. Perubahan tersebut disebabkan oleh aktivitas mikroba yang ada di dalam nira aren. Nira aren yang baik untuk diolah menjadi gula aren adalah nira yang memiliki kandungan sukrosa tinggi. Iskandar 1991 menyatakan bahwa kandungan sukrosa diatas 11 dan pH 6 – 7 akan menghasilkan gula aren dengan rendemen yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan sukrosanya lebih rendah. Tahapan pemilihan peralatan dan proses produksi harus disesuaikan dengan rencana produk yang akan dihasilkan dan kapasitas olah terpilih dengan mempertimbangkan faktor-faktor penting lainnya. Oleh karena itu keluaran model menyarankan teknologi pengolahan gula semut prioritas menggunakan teknik open pan dan vacum evaporator. Teknologi pengolahan gula semut seperti ini 82 mampu meningkatkan produktivitas serta kualitas produk dan efisien, baik ditinjau dari aspek waktu maupun aspek biaya Iskandar 1991; Kusumanto 2010.

7.4. Sistem Pengukuran Kinerja

Sistem pengukuran kinerja klaster merupakan cara sistematis untuk mengevaluasi input, output, transformasi dan produktivitas dalam operasi sistem atau program. Dengan cara demikian implementasi program pengembangan suatu sistem atau program dapat dievaluasi tingkat efektivitasnya dalam mencapai tujuan. Metode pengukuran kinerja klaster yang dikembangkan oleh Carpinetti 2009 dianggap cukup komprehensif karena memiliki dimensi yang relatif luas namun praktis dalam implementasi. Sistem pengukuran tersebut secara umum dibagi kedalam empat dimensi yaitu kinerja perusahan, manfaat sosial ekonomi, efisiensi kolektif dan modal sosial. Kinerja perusahan berhubungan dengan pertumbuhan dan daya saing perusahan dan diukur melalui kinerja finansial dan non finansial. Manfaat sosial ekonomi berhubungan dengan pendapatan daerah dan perluasan kesempatan kerja. Efisiensi kolektif berhubungan dengan ekonomi eksternal dan kerjasama antar perusahan di dalam klaster. Sedangkan modal sosial berhubungan dengan nilai-nilai budaya seperti rasa saling percaya baik diantara pelaku maupun dengan masyarakat sekitar. Kinerja pengembangan klaster agroindustri aren di Sulawesi Utara berdasarkan hasil identifikasi menghasilkan indikator atau elemen yang tidak jauh berbeda dengan yang diuraikan tersebut. Indikator kunci yang memiliki kekuatan penggerak yang diperoleh adalah peningkatan jumlah dan bentuk kerjasama pelaku dan peningkatan kemampuan penguasaan teknologi. Sebagai penunjang pengambilan keputusan, model pengukuran kinerja pengembangan klaster agroindustri aren idealnya mengimplementasikan metode pengukuran kinerja komprehensif, paling tidak berdasarkan output model yang dibangun. Dengan pertimbangan bahwa nilai tambah dan daya saing dapat didekati dengan penilaian perubahan sisi permintaan dan penawaran perusahan, maka implementasi pengukuran kinerja yang dilakukan dalam model adalah pengukuran kelayakan investasi usaha agroindustri aren unggulan. Hasil pengukuran kinerja finansial menunjukan bahwa keputusan investasi pada