Model Kelayakan Investasi Agroindusri Aren

73 Analisis finansial yang dilakukan didasarkan pada beberapa asumsi dasar sesuai dengan kondisi aktual pada saat kajian dilakukan serta berdasarkan keluaran dari model yang dibangun terdahulu. Asumsi-asumsi yang digunakan dalam model penilaian kelayakan agroindustri gula aren semut adalah: a umur proyek 10 tahun, b kapasitas olah pabrik adalah 5.000 liter nira aren hasil analisis pada model penentuan kapasitas olah, c frekueensi olah dua kali dalam satu hari, d produksi gula aren rata-rata 1000 kg per hari, e umur ekonomis usaha adalah 10 tahun, f nilai investasi Rp652.500.000,00 g modal kerja Rp2.957.100.000,00, h jumlah hari kerja per tahun adalah 300 hari, i modal investasi bersumber dari kredit perbankan komersial dengan bunga pinjaman sebesar 18, j tenor pinjaman 10 tahun, k harga nira aren di tingkat petani Rp1.000,00 per liter, dan l harga produk berupa gula semut di tingkat pabrik adalah Rp15.000 per kilogram. Neraca keuangan dan proyeksi kelayakan usaha agroindustri gula aren berturut-turut disajikan pada tabel Lampiran 14 – 21. Keluaran model Tabel 18 menunjukan bahwa pada kondisi normal, investasi usaha agroindustri gula semut dengan peralatan mesin kapasitas olah 5000 liter nira dan umur proyek 10 tahun layak untuk dijalankan. Hal ini terlihat dari nilai kriteria kelayakan investasi: 1 NPV bernilai positif, yaitu sebesar Rp5.493.905.598,00; 2 Nilai IRR sebesar 84,25 menunjukan nilai yang lebih besar dari tingkat suku bunga saat ini; 3 BC ratio bernilai 1,41 yang lebih besar dari satu. Jika usaha agroindustri gula semut ini dijalankan maka akan diperoleh tingkat keuntungan bersih sebesar Rp1.192.876.720,00 dengan BEP kondisi dimana tidak mengalami kerugiantitik impas berada pada nilai Rp6.797.929.388,00 dan ROI sebesar 41,17 yang menunjukan bahwa penggunaan modal pada investasi yang dipilih adalah efisien. Sementara itu, jangka waktu pengembalian biaya investasi BEP akan terjadi pada tahun ke 2,83. Secara umum, hasil keluaran model kelayakan investasi yang diperoleh selaras dengan hasil kajian yang dilakukan oleh Bank Indonesia tahun 2008 dengan studi kasus usaha agroindustri yang sama gula semut di Lebak Banten keputusan investasi adalah selaras, walaupun beberapa asumsi yang digunakan relatif berbeda pada model yang dibangun. 74 Tabel 18 Koefisien indikator kelayakan investasi usaha agroindustri gula pada kondisi normal Kriteria Finansial Nilai Koefisien Keterangan BEP Rp 6.797.929.388 Layak Laba Bersih rata-rata Rp 1.192.876.720,00 Layak NPV Rp 5.493.905.598 Layak BC Ratio 1,41 Layak ROI 41,17 Layak IRR 84,25 Layak PBP 2,80 Tahun Layak Keputusan Investasi LAYAK Ditinjau dari aspek empiris, operasionalisasi perusahan bisnis sering berhadapan dengan kenyataan berubahnya faktor internal dan eksternal Porter 1998a; Porter 1998b. Berdasarkan hal tersebut, dikembangkan analisis sensitivitas pada model kelayakan investasi dimana faktor-faktor yang diskenariokan adalah perubahan faktor endogen didalam sistem yaitu perubahan harga produk dan perubahan harga bahan baku. Dampak perubahan faktor endogen berdasarkan analisis sensitivitas menunjukan apabila harga produk mengalami penurunan sebesar 20, maka usaha pengolahan produk agroindustri aren unggulan, dalam hal ini gula semut, secara finansial masih menguntungkan untuk dilaksanakan. Keluaran model Tabel 19 menunjukan bahwa semua nilai koefisien parameter masih memenuhi syarat kelayakan, walaupun nilai koefisien tersebut mengalami penurunan jika dibandingkan dengan investasi pada kondisi aktual. Tabel 19 Dampak penurunan harga produk terhadap indikator kelayakan Kriteria Finansial Nilai Koefisien Keterangan BEP Rp 9.062.954.000,00 Layak Laba Bersih rata-rata Rp 406.164.220,00 Layak NPV Rp 766.569.779,00 Layak BC Ratio 1,13 Layak ROI 12,94 Layak IRR 26,11 Layak PBP 4,61 Layak Keputusan Investasi LAYAK 75 Pada kondisi lain, jika terjadi kenaikan harga bahan baku nira sebesar 50 maka usaha agroindustri gula semut adalah tidak menguntungkan atau tidak layak untuk dilaksanakan. Hal tersebut ditunjukan oleh beberapa nilai koefisien parameter yang tidak memenuhi syarat kelayakan Tabel 20. Tabel 20 Dampak kenaikan harga bahan baku terhadap indikator kelayakan Kriteria Finansial Nilai Koefisien Keterangan BEP Rp 12.505.043.146,00 Layak Laba Bersih rata-rata Rp 107.071.720,00 Layak NPV – Rp 1.385.980.765,00 Tidak Layak BC Ratio 1,02 Layak ROI 1,59 Layak IRR 3,04 Tidak Layak PBP 9,11 Tahun Layak Keputusan TIDAK LAYAK Secara umum, hasil analisis kelayakan investasi yang diperoleh menunjukan bahwa usaha agroindustri gula aren memiliki prospek ekonomi yang cukup besar khususnya dalam rangka peningkatan daya saing agroindustri aren dan peningktan nilai tambah dan kesejateraan pelaku dimana umumnya merupakan industri skala mikro dan kecil serta merupakan sumber pendapatan utama masyarakat yang tinggal di wilayah pedesaan. Di pihak lain, keluaran model kelayakan investasi mampu mengarahkan setiap proses perencanaan pengembangan agroindustri yang berbasis pemanfaatan bahan baku yang berasal dari tanaman aren di wilayah tertentu dengan berbagai karakteristik yang dimiliki. 76

VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN

Sistem pengembangan klaster agroindustri aren di Sulawesi Utara terdiri atas sistem lokasi unggulan, industri inti unggulan, produk unggulan, kelembagaan pengembangan, teknologi pengolahan, dan kelayakan investasi. Sistem pengembangan ini merupakan model penunjang keputusan yang dapat membantu para pengambil keputusan dalam rangka peningkatan nilai tambah dan daya saing agroindustri aren baik di pasar domestik maupun internasional.

7.1. Sistem Pengembangan Lokasi dan Industri Inti

Ditinjau dari aspek lokasi, terdapat lima daerah di Sulawesi Utara yang berpotensi untuk mengembangkan klaster agroindustri aren karena memiliki keunggulan sumberdaya, khususnya bahan baku dan tenaga kerja. Daerah-daerah tersebut adalah Kabupaten Minahasa, Kabupaten Minahasa Utara, Kabupaten Minahasa Selatan, Kabupaten Minahasa Tenggara dan Kota Tomohon. Pada daerah-daerah ini sektor agroindustri aren merupakan sektor basis dimana memiliki jumlah usaha agroindustri dan tenaga kerja yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan daerah lain, selain luas areal tanam dan jumlah tanaman produktif sebagai sumber bahan baku. Data yang diperoleh dari Dinas Perkebunan dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan tahun 2010 Tabel 21 menunjukan bahwa sebagian besar wilayah kecamatan di Minahasa Selatan memiliki keunggulan komparatif di sektor agroindustri aren dimana ditunjukan oleh sebaran sumber bahan baku yang relatif merata dengan jumlah produksi yang tinggi. Berdasarkan fakta tersebut dan analisis terhadap kriteria-kriteria penting maka Kabupaten Minahasa Selatan dipandang sebagai lokasi yang memiliki keunggulan untuk mengembangkan klaster agroindustri aren. Selain memiliki keunggulan komparatif, beberapa karakteristik agroindustri aren di Kabupaten Minahasa Selatan selaras dengan prasyarat pengembangan klaster suatu industri Porter 1998a; Porter 1998b; Ketels et al. 2008. Karakteristik pengembangan klaster tersebut yaitu terkonsentrasinya 77 pemasok, industri inti, industri terkait dan industri pendukung serta pelakuinstitusi lain di suatu lokasi tertentu. Berdasarkan hasil verifikasi bahwa agroindustri inti yang memiliki potensi relatif tinggi untuk dikembangkan dalam sistem klaster agroindustri aren adalah agroindustri gula aren, sedangkan produk unggulannya adalah gula semut. Faktor- faktor yang memberi bobot dalam mempertimbangkan pemilihan gula semut sebagai produk unggulan yaitu permintaan produk, harga, biaya produksi, nilai tambah, ketersediaan alsin, kondisi bahan baku, kualitas tenaga kerja dan kebiasaan masyarakat. Kecenderungan permintaan produk gula semut tersebut antara lain disebabkan oleh tujuan penggunaan, dimana gula semut bersifat lebih mudah dan fleksibel dalam penggunaannya sebagai bahan baku atau bahan tambahan pengolahan makanan dan minuman. Harga jual gula semut di pasar domestik dan internasional menunjukan kecenderungan meningkat dari tahun-ketahun Sumaryanto et al. 1999; Efendi 2010. Selain gula semut, diketahui juga bahwa gula cair dan gula cetak masih memiliki peluang untuk dikembangkan, hal ini terlihat dari skor keputusan yang dihasilkan dari analisis Tabel 14 dimana tidak terdapat selisih yang nyata jika dibandingkan dengan gula semut.

7.2. Sistem Pengembangan Kelembagaan

Model kelembagaan pengembangan klaster agroindustri aren secara langsung berkaitan dengan elemen-elemen di dalam sistem tersebut. Hasil indentifikasi menunjukan bahwa elemen penting sistem pengembangan terdiri atas elemen tujuan, kendala, pelaku, aktivitas, dan indikator keberhasilan. Gambar 18 menyajikan hasil sintesis terhadap struktur sistem pengembangan klaster agroindustri aren berdasarkan hasil keluaran model.